Mubadalah.id – Berikut kisah Ummu Salamah Ra yang menuntut haknya saat Al-Qur’an tidak sebut perempuan. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang menjadi pedoman bagi umat Islam. Termasuk di dalamnya bagi laki-laki dan perempuan.
Ketika Nabi Muhammad Saw menerima wahyu al-Qur’an, Nabi Saw juga hidup bersama para sahabat laki-laki dan perempuan.
Maka, setiap wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT, tentu untuk disampaikan kepada para sahabat serta pengikutnya, baik laki-laki ataupun perempuan.
Akan tetapi, ada salah satu kisah di dalam hadis yang diriwayatakan oleh Turmudzi, yang menyebutkan bahwa Ummu Salamah, seorang sahabat perempuan Nabi Saw yang tegas menuntut haknya.
Ummu Salamah Ra bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, aku tidak mendengar Allah mengapresiasi hijrah para perempuan.”
Kemudian, Allah Swt menurunkan ayat, “Bahwa sesungguhnya Aku tidak akan membuang-buang apa yang diperbuat setiap orang di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, sebagian kamu dari sebagian yang lain.” (Sunan at-Tirmidzi).
Hadis Ummu Salamah Ra ini, seperti dikutip di dalam buku 60 Hadis Shahih karya Faqihuddin Abdul Kodir yang menyatakan, hanya salah satu dari catatan-catatan kegelisahan perempuan masa awal Islam terhadap al-Qur’an yang secara literal tidak menyebut kiprah perempuan dalam hal hijrah dan jihad.
Menurut Kang Faqih, banyak ayat-ayat mengenai hal ini terkesan tidak memasukkan perempuan, karena bahasa Arab menggunakan struktur bahasa laki-laki (mudzakkar).
Kemudian, lanjut Kang Faqih, Allah Swt menurunkan ayat yang menegaskan bahwa setiap amal baik tidak mengenal jenis kelamin. “Siapa pun yang melakukannya, ia layak memperoleh apresiasi dan balasan dari Allah Swt,” tulis Kang Faqih.
“Ini berlaku dalam semua amal, baik di ranah publik seperti hijrah dan jihad, maupun di ranah domestik seperti mengasuh anak dan mengelola rumah tangga,” tambahnya.
Terlebih, Kang Faqih juga menegaskan, siapa pun yang melakukannya dengan baik, laki-laki atau perempuan, diapresiasi oleh Islam, Allah, dan Rasul-Nya.
“Harusnya, ini juga diapresiasi oleh umat Islam dan sistem sosial yang berasaskan Islam,” jelasnya.
Selain itu, Kang Faqih mengingatkan, jnilah pekerjaan rumah bagi kita bersama, yaitu mewujudkan sistem sosial yang mengapresiasi kerja-kerja siapa pun secara nyata, laki-laki maupun perempuan, di ranah domestik maupun publik.
“Inilah prinsip meritokrasi dalam Islam,” tukasnya.
Demikian penjelasan kisah Ummu Salamah Ra tuntut haknya saat Al-Qur’an tidak sebut perempuan. Semoga bermanfaat. (Rul)