Mubadalah.id – Ramadhan tahun ini saya senang sekali bisa ikut ngaji di kampus Institut Studi Islam Fahmina (ISIF). Kitab yang dikajinya pun beragam, salah satunya adalah kitab Sittin al-‘Adliyah karya Kiai Faqihuddin Abdul Kodir, yang dikaji oleh Ibu Nyai Nurul Bahrul Ulum.
Pada pertemuan pertama, Ibu Nurul menjelaskan bahwa kitab Sittin al-‘Adliyah merupakan kumpulan hadis shahih yang bertujuan untuk menguatkan hak-hak perempuan dalam Islam.
Menurut saya kitab ini penting sekali untuk dikaji, terutama di lingkungan pondok pesantren. Pasalnya selama ini perempuan selalu di tempatkan dalam posisi yang lemah dan tidak berdaya, dan salah satu penyebabnya adalah pemahaman Islam yang keliru terhadap kemanusiaan perempuan.
Selama ini saya sering mendengar bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah dan sumber fitnah. Sehingga ia harus selalu diatur dan dibatasi ruang geraknya. Dengan begitu tempat paling aman bagi perempuan adalah rumah.
Dengan pemahaman seperti ini, maka tidak heran jika perempuan kerap kali tidak mendapatkan akses untuk ikut aktif di ruang publik, seperti mengakses pendidikan, pekerjaan, kesehatan ataupun yang lainnya.
Perempuan Kerap Mendapat Kekerasan
Di sisi lain, perempuan juga sering kali mendapatkan kekerasan baik di dalam maupun di luar rumah. Hal ini kerap kali disandarkan pada alasan pendisiplinan perempuan. Jika kita gambarkan dengan realitas, misalnya dalam kasus KDRT, perempuan dianggap layak mendapatkan kekerasan jika ia tidak memberikan pelayanan yang baik pada suaminya.
Atau dalam kasus lain, perempuan tidak boleh menjadi seorang pemimpin dalam wilayah apa pun. Karena ia adalah manusia yang lemah, tidak rasional dan sensitif.
Kondisi-kondisi tersebut jelas-jelas sangat bertentangan dengan prinsip Islam yang membebaskan perempuan. Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah Swt sudah meneladankan pada umatnya untuk selalu berbuat baik pada perempuan dan tidak boleh merendahkan serta menzalimi mereka.
Hal ini tergambar dalam salah satu hadis yang terdapat dalam kitab Sittin al-‘Adliyah.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَكْذِبُهُ، وَلايَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَاهُنَا – وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya : Dari Abu Hurairah Ra, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda: ” Sesama muslim adalah saudara, tidak boleh menzalimi, tidak boleh menghina, dan tidak boleh merendahkan. Takwa itu letaknya di sini –sambil menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali. Seseorang yang memiliki perilaku buruk jika merendah setiap muslim terhadap muslim lainnya maka haram jiwa (darah), harta dan kehormatannya.” (HR. Muslim).
Laki-laki dan Perempuan Jangan Saling Merendahkan
Hadis ini menegaskan bahwa setiap manusia adalah saudara, sehingga siapa pun, laki-laki maupun perempuan tidak boleh saling menzalimi, menghina dan merendahkan. Justru keduanya harus bekerja sama untuk melakukan kebaikan dan kemanfaatan di muka bumi ini.
Di sisi lain, Nabi Saw memberikan simbol bahwa takwa itu dengan menunjuk pada dadanya sebanyak tiga kali. Menurut saya itu adalah tanda bahwa takwa merupakan kerendahan hati dan rasa empati kita pada orang lain.
Dengan rasa empati tersebut, sebagai umat Nabi Saw kita harus memberikan perhatian khusus pada perempuan. Karena perempuan sering sekali mengalami berbagai bentuk ketidakadilan. Mereka mengalami peminggiran yang menyebabkan kemiskinan (marginalisasi), subordinasi, stigmatisasi atau pelabelan, beban ganda dan kekerasan.
Bahkan perempuan juga mengalami pengalaman biologis yang berbeda dengan laki-laki, perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui dan nifas. Semua pengalaman itu menimbulkan rasa sakit bagi perempuan.
Maka dari itu, sebagaimana Ibu Nurul sampaikan bahwa penting sekali untuk mengkaji teks-teks agama Islam menggunakan perspektif yang ramah terhadap perempuan. Sebab dengan cara inilah Islam yang rahmatan lil’alamin dapat kita rasakan oleh semua umat manusia. []