• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Konten Tradwife dan Kontrol Perempuan Atas Perannya

Tradwife yang secara bahasa merupakan kependekan dari traditional wife, memang mengacu pada pendekatan tradisional dalam relasi rumah tangga

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
01/11/2023
in Rekomendasi
0
Tradwife

Tradwife

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Topik tradwife (kependekan dari traditional wife) menjadi konten yang cukup ramai di media sosial. Jika mengacu pada data Google Tren, kata kunci ini mulai naik sekitar tahun 2016, dan semakin ramai hingga sekarang.

Salah dua influencer yang mengidentifikasi diri sebagai tradwife, misalnya, adalah pemilik akun instagram esteecwilliams (Estee William) dan mrsarialewis (Aria). Ini nampak dari bio dan konten-konten mereka. Konten tradwife yang mereka buat, terutama Estee William, terbilang sangat ramai di media sosial.

Agenda di Balik Konten Tradwife

“Empowering women to take back their roles (Pemberdayaan perempuan untuk mengambil kembali peran-peran mereka).” Demikian pernyataan yang tertulis di bio instagram Aria. Agaknya tidak berlibahan untuk mengatakan kutipan tersebut sebagai suatu agenda konten tradwife. Ya, setidaknya, itu berdasarkan pandangan seorang yang mengidentifikasi diri sebagai tradwife.

“…mengambil kembali peran perempuan.” Ini menarik untuk kita mempertanyakan, seperti apa peran perempuan yang dimaksud?

Jika kita melihat konten-konten Aria dan Estee William, agaknya maksud peran perempuan itu adalah dalam kerja-kerja rumah tangga. Produksi konten tradwife yang menyuguhkan keestetikan dan keromantisan peran perempuan sebagai istri di rumah; rutinitas memasak, bermesra bersama suami, dan sebagainya, itu cukup menjelaskan asumsi ini.

Baca Juga:

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Posyandu Menjadi Bukti Nyata Keberdayaan Perempuan dalam Segala Peran

Di hadapan Ribuan Jamaah Salat Tarawih di Masjid Istiqlal, Nyai Badriyah Jelaskan Peran Perempuan dalam Sejarah Islam

We Listen and We Don’t Judge! Ibu Rumah Tangga dan Ibu Bekerja: Sama-sama Indah dan Berpahala

Tradwife yang secara bahasa merupakan kependekan dari traditional wife, memang mengacu pada pendekatan tradisional dalam relasi rumah tangga. Dan, dalam hal ini, relasi tradisional itu berlangsung dengan pola suami bekerja mencari nafkah, dan istri mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Perihal Peran Perempuan

Jadi perempuan berdaya menurut ukuran konten tradwife, adalah dengan menjalankan pekerjaan rumah tangga. Jika yang lain melihat pemberdayaan perempuan dalam peran produksi di ruang publik, maka dalam konteks ini peran perempuan justru dalam kerja reproduksi di rumah sebagai istri.

Lantas, bagaimana dengan kerja-kerja produksi di ruang publik? Tidak adakah bagian peran perempuan di ruang ini? Melihat dari konten-konten tradwife yang menampilkan keestetikan perempuan melakukan pekerjaan rumah tangga, agaknya iya. Namun, sebenarnya tidak juga. Bahkan, sekalipun dalam ukuran relasi rumah tangga yang kita sebut tradisional, baik dalam ruang domestik maupun publik sama-sama membuka keterlibatan peran perempuan di dalamnya. Pandangan ini bukan tanpa dasar.

Dalam sejarah Barat sendiri, pernah ada masa di mana perempuan harus meninggalkan kerja-kerja produksi di ruang publik. Hal itu untuk memberikan pekerjaan kepada para laki-laki yang baru kembali dari medan Perang Dunia II.

Polanya hampir sama dengan konten-konten tradwife, namun dengan semangat yang beda, yaitu dengan romantisasi peran perempuan sebagai istri di rumah. Kala itu, perempuan terpaksa undur ke garis domestik. Dalam konteks ini, “…mengambil kembali peran perempuan,” justru soal berdaya dalam kerja produksi di ruang publik.

Dalam konteks masyarakat Nusantara, bahkan pada level yang kita sebut tradisional sekalipun, malah tidak mengenal pembagian kerja domestik-publik. Kedua ruang terpandang paralel. Perlu berjalan dengan pembagian kerja yang alami. Peran perempuan tidak terbatasi di rumah. Oleh karena itu, di level akar rumput, kita dapat dengan mudah menemukan perempuan yang melakukan kerja-kerja produksi di luar rumah.

Jadi, sekalipun dalam pendekatan tradisional, peran perempuan tidak sebatas pada kerja-kerja reproduksi di ruang domestik. Namun, juga termasuk dalam kerja-kerja produksi di ruang publik. Ini sebenarnya soal pilihan saja.

Ada perempuan yang memilih sepenuhnya berdaya di ruang domestiknya. Ada yang memilih berkarir di ruang publik. Dan, ada juga yang memilih semampunya menjalankan peran di kedua ruang. Pilihan yang manapun itu sebenarnya tidak masalah.

Kontrol dan Bahagia Perempuan dalam Perannya

Lalu bagaimana dengan konten-konten tradwife yang seakan mengampanyekan perempuan untuk menjadi ibu rumah tangga? Bagaimana feminisme memandang hal ini?

Kita kadang keliru memahami tujuan feminisme. Itu seakan mengharuskan perempuan untuk mengambil kerja produksi di ruang publik, dan meninggalkan kerja reproduksi di ruang domestik.

Padahal tidak demikian. Feminisme itu tentang bagaimana perempuan merdeka atas dirinya. Jika mengacu pada ukuran Harvard Analytical Framework (tool 2), sebagaimana Candida March, dkk., dalam A Guide to Gender-Analysis Frameworks. Maka, kemerdekaan perempuan yang dimaksud, terkait akses akan sumber daya, dan punya kontrol terhadap benefit (keuntungan) terhadap penggunaan akses itu.

Jadi, apakah menjadi istri yang fokus pada pekerjaan rumah tangga merupakan pilihan sadar perempuan (akses sumber daya)? Dan, apakah pilihan itu membuatnya bahagia (kontrol atas benefit)? Inilah pertanyaan kuncinya. Sepanjang bekerja di rumah, itu berangkat atas pilihan sadar perempuan sebagai istri, dan dia bahagia akan hal itu, maka rasanya tidak ada masalah, kan?

Setiap kita memang punya ideal bahagianya masing-masing. Dan, dalam realitas hidup, ada perempuan yang memilih jalan bahagianya dengan menjadi istri yang fokus pada pekerjaan rumah tangganya. []

 

Tags: Hak Perempuan Bekerjaibu rumah tanggaKemerdekaan PerempuanKontrol diri perempuanPeran PerempuanTradwife
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

KB

KB dalam Pandangan Riffat Hassan

20 Mei 2025
KB

KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
KB dalam Islam

KB dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version