• Login
  • Register
Rabu, 8 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

KUHP dan Amputasi Perjuangan Melawan Pelaku Kekerasan Seksual

Tidak adanya peluang untuk membela diri dan mendapatkan keadilan, akan terus menempatkan korban sebagai makhluk terkutuk sepanjang hidupnya

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
13/12/2022
in Publik
0
KUHP

KUHP

538
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Belum lama rasanya euforia menyambut pengesahan UU TPKS kira rasakan. Setelah melalui perjuangan yang panjang dalam birokrasi dan juga gerakan akar rumput, seluruh pihak bersatu mengawal lahirnya regulasi yang berpihak pada korban. Bertahun-tahun lamanya, korban kekerasan seksual terdiskriminasi secara struktural. Akhirnya suara mereka sebagai korban mendapat pertimbangan sebagai saksi dalam persidangan.

Namun, hanya dalam hitungan bulan saja setelah pengesahan UU TPKS, negara mengambil langkah mundur dalam penanganan kekerasan seksual. 6 Desember 2022 menjadi momen yang tak terlupakan bagi semua pegiat isu kekerasan seksual. Pemerintah mengesahkan rancangan RKUHP menjadi KUHP. Bersamaan dengan itu pulalah, perjuangan melawan pelaku kekerasan seksual teramputasi. 

Daftar Isi

    • Semua Dianggap Pelaku
  • Baca Juga:
  • Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan
  • Emak, Ijah tak Ingin Menikah
  • Nabi Perintahkan Kita Lindungi Warga dari Kekerasan Seksual
  • Sosok Nyai Hj. Hindun Anisah; Sosok Ulama Perempuan
    • Regulasi-pun Berdasarkan pada Pandangan Laki-laki
    • Ancaman Hukuman Pidana

Semua Dianggap Pelaku

Kembali ke paradigma lama, semua kasus yang menyangkut laki-laki dan perempuan berkaitan dengan hubungan seksual di luar perkawinan, masuk kategori sebagai tindakan asusila. Padahal, terdapat perbedaan yang signifikan antara kekerasan seksual dan tindakan asusila. Apabila melakukan hubungan seksual di luar perkawinan dengan kesadaran kedua belah pihak, dan mereka lakukan suka sama suka (sexual consent) maka masuk dalam tindakan asusila. 

Jika salah satu pihak melakukan hubungan seksual dengan keterpaksaan (non sexual consent)  baik karena relasi kuasa maupun karena alasan lainnya, dikategorikan dalam kekerasan seksual. Jika tindakan asusila, maka keduanya mendapatkan sanksi. Sedangkan, jika kekerasan seksual, maka pelaku harus mendapatkan sanksi dan korban mendapatkan perlindungan. 

Perbedaan antara klausul asusila dan kekerasan seksual serta konsekuensi hukum yang menyertai penjelasaannya secara detail dalam UU TPKS. Untuk membedakan apakah hubungan seksual di luar perkawinan tersebut tindakan asusila ataukah kekerasan seksual, maka kita butuhkan klarifikasi dari keduanya.

Baca Juga:

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

Emak, Ijah tak Ingin Menikah

Nabi Perintahkan Kita Lindungi Warga dari Kekerasan Seksual

Sosok Nyai Hj. Hindun Anisah; Sosok Ulama Perempuan

Dalam hal ini, pendapat perempuan kita pertimbangkan dan kita posisikan sebagai subjek penuh hukum untuk menyampaikan apa yang terjadi di balik hubungan seksual tersebut.

Namun pengesahan KUHP beberapa hari lalu, mengaburkan perjuangan dalam melawan korban kekerasan seksual. Hal ini lantaran adanya satu klausul pasal yang memposisikan pelaku hubungan seksual di luar perkawinan sebagai pelaku perzinahan. Untuk diksi lengkapnya sebagai berikut ini:

“Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinahan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.”

Lebih lanjut, hubungan seksual di luar perkawinan mereka masukkan dalam tindak pidana di KUHP hanya jika ada aduan dari pihak suami dan istri yang terikat perkawinan. Dan orang tua bagi anak yang tidak terikat dalam perkawinan.

Artinya pasal KUHP tersebut juga mengatur hubungan seksual di luar perkawinan bagi pasangan yang belum menikah juga. Namun melihat klausul pasal dalam KUHP di atas, tentunya akan membuat para korban dalam hubungan seksual di luar perkawinan tidak berani speak up. Karena justru terbayangi hukuman pidana.

Regulasi-pun Berdasarkan pada Pandangan Laki-laki

Seperti halnya kasus pelecehan seksual yang melimpahkan kesalahan pada preferensi busana perempuan, begitu pula dalam kasus pemerkosaan. Ketidakberdayaan dan ketidakmampuan perempuan dalam melawan mereka anggap sebagai sebuah persetujuan.

Alih-alih bertanya dari segi apa yang perempuan rasakan, masyarakat patriarki langsung menimpakan kesalahan ke pihak perempuan. Tertuduh tak mampu menjaga kesucian, sebagai perempuan gampangan, perempuan yang tak bisa menjaga harga diri. Sedangkan pelaku mereka maklumi karena berkaitan dengan hasrat dan birahi yang mereka yakini akan terpancing hanya jika ada godaan dari perempuan. 

Stigma ini lahir dari pandangan masyarakat kita yang masih dominan pandangan laki-laki. Sehingga segala peristiwa juga mereka ukur dalam kacamata laki-laki. Naasnya, hal yang sama juga terjadi dalam birokrasi kita saat menyusun sebuah regulasi. Bagaimana pasal mereka susun dan formulasikan. Mereka ambil berdasarkan cara pandang laki-laki. Termasuk dalam pasal hubungan seksual di luar perkawinan dalam KUHP terbaru ini. 

Ancaman Hukuman Pidana

Tidak adanya peluang untuk membela diri dan mendapatkan keadilan, akan terus menempatkan korban sebagai makhluk terkutuk sepanjang hidupnya. Jangankan melawan untuk mendapatkan keadilan bagi diri sendiri sebagai korban. Ketika mereka melaporkan kasus hubungan seksual di luar perkawinan ini justru mereka berada dalam ancaman hukuman pidana.

Pembuktian sexsual consent dalam UU TPKS saja bukanlah hal yang mudah. Secara psikologi, korban mereka minta untuk menceritakan sebuah kasus yang mungkin saja kasus terhina dalam hidupnya. Namun setidaknya, UU TPKS masih memberikan perlindungan terhadap korban dan memberikan hak bagi korban untuk menyampaikan apa yang kita rasakan. 

Maka pengesahan KUHP berkaitan dengan hubungan seksual di luar perkawinan telah mengamputasi gerakan melawan predator kekerasan seksual. Dengan berlindung di bawah KUHP, para pelaku akan dengan mudah mengklaim bahwa hubungan seksual tersebut ia lakukan suka sama suka sehingga keduanya akan mendapatkan sanksi.

Dan di satu sisi, korban akan semakin takut mengungkapkan kejahatan seksual pelaku Dan dampaknya terburuknya, pemerkosaan pun akan dianggap sebagai hubungan seksual berdasarkan sexual consent. []

Tags: ConsenthamKekerasan seksualKUHPUU TPKS
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Kampung Adat Kranggan

Kampung Adat Kranggan, Masih Eksis di Pinggiran Ibu Kota

8 Februari 2023
Sunat Perempuan

Hari Nol Toleransi terhadap Sunat Perempuan : Memahami Bahaya P2GP

8 Februari 2023
Pencemaran Udara

Pencemaran Udara dan Perubahan Iklim Menurut Pandangan Islam

7 Februari 2023
NU Merangkul Feminisme

Feminis-NU-isme: Ketika “NU Merangkul Feminisme”

7 Februari 2023
Hari Anti Sunat Perempuan Internasional

Hari Anti Sunat Perempuan Internasional: Bukti Praktik P2GP Membahayakan Perempuan

6 Februari 2023
Industri Halal

Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

4 Februari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Childfree

    Childfree: Hukum, Dalil, dan Penjelasannya dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lagu We Will Rock You dalam Satu Abad NU

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Saw Meminta Kepada Para Suami agar Jangan Melecehkan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bagaimana Hukum Suami Mengasuh Anak?
  • Kampung Adat Kranggan, Masih Eksis di Pinggiran Ibu Kota
  • Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw
  • Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber
  • Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

Komentar Terbaru

  • Harapan Lama kepada Menteri PPPA Baru - Mubadalah pada Budaya Patriarki Picu Perempuan Jadi Mayoritas Korban Kekerasan Seksual
  • Menjadi Perempuan Pembaru, Teguhkan Tauhid dalam Kehidupan pada Bagaimana Hukum Menggunakan Pakaian Hingga di Bawah Mata Kaki?
  • Wafatnya Mbah Moen Juga Dirasakan Semua Umat Beragama - Mubadalah pada Fahmina Institute Terapkan Prinsip Mubadalah dalam Organisasi
  • Sisi Lain dari Haul Gus Dur ke-10 di Cirebon, yang Bikin Semua jadi Ambyar - Mubadalah pada Alissa Wahid: Islam Menolak Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan
  • Hari Nol Toleransi terhadap Sunat Perempuan pada Hari Anti Sunat Perempuan Internasional: Bukti Praktik P2GP Membahayakan Perempuan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist