• Login
  • Register
Jumat, 9 Juni 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Laksamana Malahayati dan Para Prajurit Perempuan Aceh Darussalam

Laksamana Malahayati bersama pasukan Inong Balee-nya bukan sekadar pemanis suasana perang. Armada ini menjadi salah satu pasukan elite dalam angkatan laut Aceh Darussalam yang berjuang melawan gangguan Portugis hingga Belanda

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
20/10/2022
in Figur
0
Laksamana Malahayati

Laksamana Malahayati

353
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sejak Portugis menduduki Malaka pada 1511 M, dan mulai meluaskan sayap ekspansinya ke wilayah Sumatera, Aceh sedikit pun tidak pernah berkompromi dengan Portugis. Sikap tegas itu menghantarkan Aceh, di bawah kepemimpinan Sultan Ali Mughayat Shah, pada kesuksesan mengusir Portugis dari Daya (1520 M), Pidie (1521 M), dan Pasai (1524 M). Sang sultan kemudian menghimpun daerah-daerah itu dalam kontrol kekuasaannya dengan nama Aceh Darussalam.

Hal ini sejalan dengan Amirul Hadi dalam Aceh: Sejarah, Budaya, dan Tradisi yang menjelaskan bahwa, “Aceh adalah… kerajaan yang memberikan respons yang keras dan konsisten terhadap kehadiran Portugis di Melaka, dan kondisi ini pada gilirannya memberikan dampak positif terhadap kebangkitan dan kemajuan Aceh….”

Pada abad ke-16 M, Aceh Darussalam merupakan imperium kuat di kawasan barat Nusantara. Hal ini terbukti dari kekuatan militer Aceh Darussalam yang, sebagaimana Amirul Hadi, dalam berbagai gempuran Aceh terhadap Portugis di Malaka pada tahun-tahun 1537 M, 1547 M, 1568 M, 1573 M, dan 1577 M dapat memaksa Portugis untuk mengambil strategi bertahan.

Dan, satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah, pada akhir abad 16 M, terdapat armada laut perempuan di bawah kepemimpinan Laksamana Malahayati yang ikut memperkuat militer Aceh Darussalam.

Daftar Isi

    • Siapa Laksamana Malahayati?
  • Baca Juga:
  • Membaca Muqaddimah Kitab Al Busyro; Sayyidah Khadijah adalah Teladan Perempuan Kita
  • Film Unearthing Muarajambi Temples: Menyingkap Kemegahan Nusantara
  • Maria Ulfah Santoso, Perempuan Yang Ikut Berkontribusi Lahirnya Pancasila
  • Hari Lahir Pancasila, dan Sekian Tantangan yang Kita Hadapi
    • Menempuh Pendidikan Militer di Mahad Baitul Makdis
    • Para Prajurit Perempuan Aceh Darussalam
    • Armada Inong Balee

Siapa Laksamana Malahayati?

Malahayati merupakan seorang perempuan yang menjadi salah satu prajurit elit Aceh Darussalam. Dia hidup sekitar akhir abad 15 M hingga awal abad 16 M. Solichin Salam dalam Malahayati: Srikandi dari Aceh menjelaskan, “Ayahanda Malahayati… bernama Laksamana Mahmud Syah.

Baca Juga:

Membaca Muqaddimah Kitab Al Busyro; Sayyidah Khadijah adalah Teladan Perempuan Kita

Film Unearthing Muarajambi Temples: Menyingkap Kemegahan Nusantara

Maria Ulfah Santoso, Perempuan Yang Ikut Berkontribusi Lahirnya Pancasila

Hari Lahir Pancasila, dan Sekian Tantangan yang Kita Hadapi

Kakeknya dari garis ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530-1539 M. Adapun Sultan Salahuddin Syah adalah putra dari Sultan Ibrahim Ali Munghayat Syah (1513-1530 M), pendiri dari Kerajaan Aceh Darussalam.”

Melihat garis nasabnya, Malahayati merupakan seorang bangsawan Aceh Darussalam. Selain itu, jiwa bahari dalam diri dia telah subur sejak kecil. Mengingat ayah dan kakek Malahayati merupakan laksamana angkatan laut Aceh Darussalam, sehingga lingkungan keluarga berdampak pada pembentukan karakter Malahayati kecil. Dan, meski Malahayati adalah seorang perempuan, namun dia membuktikan kalau dia juga dapat menjadi laksamana angkatan laut yang hebat seperti dua pendahulunya.

Menempuh Pendidikan Militer di Mahad Baitul Makdis

Keliru jika berpikir kalau Malahayati mampu berkiprah dalam militer Aceh Darussalam karena privilese kebangsawanannya. Banyak bangsawan Aceh kala itu yang nyatanya tidak mampu mencapai posisi Malahayati. Dia menjadi prajurit terkemuka, yang pada puncak karir menjadi seorang laksamana, itu karena Malahayati pantas dan memiliki kapasitas untuk itu.

Tidak mengherankan, sebab selain besar dalam lingkungan keluarga prajurit, Malahayati juga menempuh pendidikan militer di Mahad Baitul Makdis, sehingga sosoknya memang terbentuk sebagai seorang prajurit kelas elite.

Amirul Hadi menjelaskan, “Kontak diplomasi antara Aceh dan Turki mencapai puncaknya sekitar tahun-tahun 1560-an.” Salah satu buah dari diplomasi Aceh dan Turki adalah berdirinya akademi militer Aceh Darussalam yang bernama Mahad Baitul Makdis.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika para instruktur dalam akademi militer itu berasal dari Turki. Pasca-lulus dari akademi militer, Malahayati mendapat kepercayaan dari Sultan Alaiddin Riyat Shah al-Mukammil (1589-1604 M) untuk menjabat sebagai Komandan Protokol Istana Darud-dunia Aceh Darussalam.

Para Prajurit Perempuan Aceh Darussalam

Pada masa Sultan Alaiddin Riyat Shah al-Mukammil, pertempuran laut antara armada Aceh dengan Armada Portugis di Selat Malaka memuncak. Sampai-sampai sang sultan sendiri juga ikut memimpin armada laut Aceh dengan dibantu oleh dua orang laksamana.

Dalam pertempuran di Teluk Haru, Aceh berhasil menghancurkan Armada Portugis. Namun kesuksesan itu harus terbayar mahal dengan gugurnya dua orang Laksamana Aceh. Salah satunya adalah suami Malahayati, bersama sekitar 1000 prajurit lain. Amirul Hadi dalam bukunya menjelaskan bahwa berdasarkan sumber-sumber Portugis, pertempuran laut yang diikuti oleh Sultan Alaiddin Riyat Shah menewaskan sekitar 4000 prajurit Aceh.

Solichin Salam menjelaskan, “…Malahayati merasa gembira dan bangga atas kepahlawanan sang suami yang telah gugur di medan perang. Tapi hatinya marah dan geram. Dia mengajukan permohonan kepada Sultan al-Mukammil untuk membentuk sebuah Armada Aceh yang prajurit-prajuritnya semuanya para wanita janda, yang suami mereka telah gugur dalam pertempuran Teluk Haru.

Permohonan Malahayati ini dikabulkan Sultan, untuk itu …Laksamana Malahayati diangkat sebagai Panglima Armadanya. Armada tersebut dinamakan Armada Inong Balee (Armada Wanita Janda) dengan mengambil Teluk Kraung Raya sebagai pangkalannya….”

Armada Inong Balee

Pada awal pembentukannya Armada Inong Balee berkekuatan sekitar 1000 orang janda yang merupakan istri-istri dari para prajurit yang gugur di Teluk Haru. Seiring berjalan waktu, kekuatan tempur Inong Balee semakin besar, dan anggotanya tidak lagi hanya para prajurit perempuan dari kalangan janda.

Namun juga dari kalangan gadis muda yang pemberani. Sehingga, Pasukan Inong Balee menjadi kekuatan tempur elite perempuan angkatan laut Aceh Darussalam. Dalam hal ini, Laksamana Malahayati sukses membangun dan memimpin kekuatan tempur para prajurit perempuan Aceh Darussalam.

Pada 1599 M, Cornelis de Houtman dan Frederijk de Houtman memimpin armada dagang Belanda. Mereka berlabuh di Banda Aceh. Namun memiliki persenjataan layaknya kapal perang. Mereka mendapatkan perlakuan yang layak. Namun, kemudian mereka mengkhianati kepercayaan sultan dengan melakukan manipulasi dagang, mengacau, menghasut, dan sebagainya. Sehingga, sebagaimana penjelasan Solichin Salam.

Ia menjelaskan bahwa, “Bagi Sultan tidak ada jalan lain selain menugaskan kepada Panglima Armada Inong Balee Laksamana Malahayati untuk menyelesaikan pengkhianatan tersebut.”Armada Inong Balee menyerbu kapal-kapal Belanda yang menyamar sebagai kapal dagang.

Pertempuran satu lawan satu berlangsung di atas geladak kapal-kapal Belanda. Cornelis de Houtman mati ditikam oleh Malahayati sendiri dengan rencongnya, sementara Frederijk de Houtman ditawan.” Keberhasilan Armada Inong Balee dalam meringkus Armada Belanda yang pimpinan De Houtman bersaudara, menjadi salah satu bukti kehebatan para prajurit perempuan di bawah kepemimpinan Laksamana Malahayati.

Laksamana Malahayati bersama pasukan Inong Balee-nya bukan sekadar pemanis suasana perang. Armada ini menjadi salah satu pasukan elite dalam angkatan laut Aceh Darussalam yang berjuang melawan gangguan Portugis hingga Belanda. Hal ini membuktikan bahwa dalam pentas sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Dalam hal ini Aceh Darussalam, terdapat banyak aktor utama dari kalangan perempuan Nusantara. []

Tags: Laksamana MalahayatiNusantaraPahlawan PerempuanPerang Acehsejarah
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Fatimah al-Banjari

Fatimah al-Banjari: Perempuan yang Mengisi Khazanah Kitab Kuning Nusantara

6 Juni 2023
Perkembangan Islam di Gorontalo

Peran Putri Owutango dalam Perkembangan Islam di Gorontalo

3 Juni 2023
Maria Ulfah Santoso

Maria Ulfah Santoso, Perempuan Yang Ikut Berkontribusi Lahirnya Pancasila

2 Juni 2023
Ayu Lasminingrat

Ayu Lasminingrat, Pionir Pendidikan Perempuan dari Sunda

31 Mei 2023
Rayyanah Barnawi

Kenalin Nih, Rayyanah Barnawi: Perempuan Muslim yang Meneliti di Luar Angkasa

30 Mei 2023
Nyi Hajar Dewantara

Nyi Hajar Dewantara : Kesalingan Suami-Istri Dalam Mewujudkan Cita-Cita Perjuangan

29 Mei 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Makna Bismillah

    Membaca Makna Bismillah Ala Pesantren

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Poligami Tidak Semata Tradisi Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kurban: Simbol Perjuangan Manusia Mewujudkan Solidaritas Sosial-Ekonomi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren Menjadi Sumber Pembelajaran Pluralisme dan Multikulturalisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan yang tak Ingin Menyerah pada Takdir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Reformasi Al-Qur’an Dalam Merespon Praktik Poligami
  • Inara Rusli Melepas Cadar demi Pekerjaan Part II
  • Al-Qur’an Turun untuk Mengkritik Praktik Poligami
  • Perempuan yang tak Ingin Menyerah pada Takdir
  • Poligami Tidak Semata Tradisi Islam

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist