• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Tokoh Profil

Lies Marcoes: Feminisme adalah Tentang Melawan dan Pergulatan

Lies Marcoes menyatakan bahwa pengalaman adalah kunci utama untuk memahami banyaknya wajah dari feminisme yang ada. Dari pengalaman inilah, proses melawan dan pergulatan atas interpretasi teks yang sudah ada menjadi lebih mudah diterima

Sulma Samkhaty Maghfiroh Sulma Samkhaty Maghfiroh
14/08/2021
in Profil, Rekomendasi
0
Feminisme

Feminisme

305
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Feminisme sekuler dan feminisme Islam adalah fenomena yang terjadi di dunia dengan karakteristik yang berbeda, namun memiliki ciri yang sama, yaitu melawan. Melawan sesuatu yang di awal sudah dianggap settled dan pergulatan. Pergulatan adalah kata yang tepat untuk menggambarkan feminisme sebagai framework, cara berfikir, sistem berfikir, hingga cara beraksi. Sehingga tidak heran jika feminisme disebut sebagai cara atau seni pergulatan untuk melawan sesuatu yang sudah settled and established, seakan-akan didasarkan pada pandangan keagamaan, melalui pemikiran kritis dan aksi nyata.

Lies Marcoes menuturkan, dari 6.348 ayat Al-Qur’an, setidaknya hanya ada 11 ayat saja yang berulang kali dimunculkan, seperti tentang penciptaan manusia, menikah, dan posisi manusia. Namun, saat menyinggung tentang perempuan, hanya 4 ayat saja yang berulang kali diperdengarkan, 4 ayat yang mensubordinasi perempuan namun dijadikan basis untuk semua teori tentang hubungan laki-laki dan perempuan. Dari subordinasi atas perempuan inilah, melawan interpretasi ayat yang keliru, hingga pergulatan dalam memunculkan interpretasi baru atas ayat-ayat Al-Qur’an menemukan jalannya.

Lies Marcoes juga menceritakan bahwa pada awal kemunculan feminisme Islam, resistensi yang dialaminya luar biasa. Hal ini dikarenakan masyarakat masih sulit untuk menerima pandangan dari para feminis, meski mereka telah melihat kenyataan yang terjadi. Ini terjadi karena masyarakat merasa terikat dengan tafsir teks keagamaan, seperti Al-Qur’an dan Hadits, yang dianggap sudah final dan tidak mungkin ditafsiri kembali.

Maka, Lies Marcoes menyatakan bahwa pengalaman adalah kunci utama untuk memahami banyaknya wajah dari feminisme yang ada. Dari pengalaman inilah, proses melawan dan pergulatan atas interpretasi teks yang sudah ada menjadi lebih mudah diterima.

Tradisi reinterpretasi teks keagamaan menjadi bagian dari agenda feminisme Islam di Indonesia. Karena resistensi atas feminisme Islam muncul karena interpretasi (tafsir) teks keagamaan sebelumnya banyak mensubordinasi posisi perempuan. Lies Marcoes menjelaskan, bahwa reinterpretasi teks keagamaan adalah bentuk dari upaya melawan dan pergulatan atas single story text. Sehingga interpretasi yang sudah ada atas teks keagamaan, akan dihadapkan dengan realitas yang ada.

Baca Juga:

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

Ketika Rumah Tak Lagi Aman, Rumah KitaB Gelar Webinar Serukan Stop Kekerasan Seksual Anak di Lingkup Keluarga

Keadilan sebagai Prinsip dalam Islam

“Kita diminta untuk terus menyembah Allah, namun dalam interpretasi yang sudah ada, wajah Allah yang terus-menerus ditampilkan adalah Allah yang hanya melihat perempuan sebagai tukang dandan (tabarruj). Pergulatan dan melawan interpretasi teks seperti inilah yang akan dilakukan. Karena dalam realitas, perempuan tukang dandan hanya sebagian kecil saja, dibandingkan perempuan dengan banyak kemuliaan.

Lies Marcoes menekankan, bahwa tindakan melawan dan pergulatan hendaknya dimulai dari ruang iman. Tatkala ruang iman menjadi terbatas bagi mereka yang beriman saja, maka tindakan melawan dan pergulatan seyogyanya dimulai dari pengalaman nyata menuju sebuah pemikiran, pemikiran inilah yang akan melawan dan bergulat dengan segala hal yang tidak masuk akal, namun terus-menerus mengatasnamakan agama beserta interpretasi teks keagamaan yang terlanjur ada.

Di antara maraknya isu feminisme sekuler dan kemunculan feminisme Islam, Lies Marcoes mengatakan bahwa kata kunci bagi keduanya adalah perjumpaan. Perjumpaan awal antara feminisme sekuler dan feminisme Islam dengan latar belakang Islam sudah dimulai sejak zaman orde baru.

Dan perjumpaan kedua adalah melalui metodologi yang ditemukan oleh Buya Husein dan Kyai Faqihuddin Abdul Kodir. Metodologi untuk menginterpretasi teks keagamaan yang adil gender. Hal yang unik menurut Lies Marcoes adalah tatkala kita tidak bersiasat untuk memulai pergulatan dan tindakan melawan malalui feminisme, namun justru menggunakan tools atau alat dari feminisme yang disebut gender, sehingga dalam masyarakat kita, gender mulai diterima, namun feminisme mengalami resistensi.

Kendati demikian, Lies Marcoes menuturkan sudah banyak organisasi keislaman seperti NU dan Muhammadiyah melalui Fatayat, Muslimah, dan Aisyiyah yang sudah memulai upaya melawan dan pergulatan atas interpretasi teks keagamaan yang dirasa tidak adil gender.

Kehadiran mereka di akar rumput menjadi angin segar bagi pergerakan feminisme Islam, meski jalan terjal masih terus ditemui. Seperti saat diminta untuk menjelaskan maqasid syariah dengan perspektif feminis, hanya sedikit dari mereka yang mampu melakukannya, selebihnya mereka akan tanyakan kepada ustaz-ustaz yang jauh dari kata feminis. Dimana para ustaz akan mengatakan bahwa ketidakadilan yang dirasakan perempuan adalah soal akidah, aurat, dan cara berteman, sehingga seolah solusi keadilan bagi perempuan hanya ada di surga.

Sudah terlalu banyak teks keagamaan yang ditafsiri secara sepihak, dengan menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya secara gender. Sudah terlalu sering, subordinasi atas perempuan dilakukan dalam koridor keagamaan dengan interpretasi teks keagamaan yang mengikat. Maka, feminisme Islam sudah on track kala melakukan pergulatan dan melawan interpretasi teks keagamaan yang tidak adil gender dengan upaya mereinterpretasikan teks-teks keagamaan. []

Tags: Faqihuddin Abdul KodirFeminisfeminismeFeminisme IslamGenderkeadilanKesetaraanKH Husein Muhammadlies marcoesMerebut Tafsirrumah kitab
Sulma Samkhaty Maghfiroh

Sulma Samkhaty Maghfiroh

Penulis Merupakan Anggota Komunitas Puan Menulis, dan berasal dari Ungaran Jawa Tengah

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Sejarah Indonesia

Dari Androsentris ke Bisentris Histori: Membicarakan Sejarah Perempuan dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

27 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Menjaga Ekosistem

Apa Kepentingan Kita Menjaga Ekosistem?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID