• Login
  • Register
Selasa, 21 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mau Sampai Kapan Tubuh Perempuan diobjektifikasi?

Padahal dalam Islam, perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki sebagai makhluk yang diberikan amanah untuk menjadi khalifah di bumi

Hasna Azmi Fadhilah Hasna Azmi Fadhilah
07/10/2021
in Personal
0
Perempuan

Perempuan

121
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Zaman boleh saja berubah. Teknologi informasi bahkan sudah berkembang pesat hingga mengubah gaya hidup manusia modern. Namun perkembangan positif terhadap nasib perempuan nyatanya masih berjalan lambat, termasuk di negara-negara maju sekalipun.

Terakhir, di Inggris yang dikategorikan sebagai negara pengusung HAM, seorang guru perempuan bernama Sabina Nessa di London ditemukan tewas ketika berjalan pulang ke rumahnya. Kejadian tersebut hanya berselang enam bulan dari kejadian perkosaan dan pembunuhan Sarah Everard yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian.

Sebelas dua belas dengan apa yang terjadi di negeri Ratu Elizabeth, hampir tiap hari kita mendengar kasus kekerasan maupun pelecehan seksual yang menimpa kaum hawa. Bahkan pada akhir tahun lalu, Komnas Perempuan menyampaikan hasil pemantauan mereka yang memperlihatkan bahwa kasus pembunuhan perempuan (yang disebut dengan istilah femisida) dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat.

Secara rinci, pada tahun 2018 terdapat 730 kasus, tahun 2019 sebanyak 1.184 kasus dan sampai Oktober 2020 tercatat 1.156 kasus. Sebaran isu femisida sendiri meliputi pembunuhan perempuan oleh pihak luar (1.1770 kasus), suami membunuh istri (1.041 kasus), pembunuhan pacar berjumlah (92 kasus), pembunuhan mantan pacar (47 kasus) dan pembunuhan oleh mantan suami (105 kasus).

Kondisi yang terdengar miris. Terlebih, hal itu mengingatkan kita semua bahwa nasib yang sama juga dialami oleh perempuan di zaman jahiliyah. Dulu, sebelum datangnya Islam, perempuan hanya dilihat sebagai makhluk kelas dua. Tugasnya hanya sebatas melayani laki-laki kapanpun diperlukan. Anak perempuan bahkan dianggap ‘aib’ bagi keluarga. Jika anak perempuan berhasil diselamatkan dan tetap hidup, tugasnya ialah memenuhi segala kebutuhan kaum adam. Ia wajib melayani kehendak pria, termasuk bapaknya sekalipun.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Poligami Banyak Merugikan Kaum Perempuan
  • Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam

Baca Juga:

Perempuan Juga Wajib Bekerja

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Poligami Banyak Merugikan Kaum Perempuan

Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam

Dan anak-anak perempuan tidak diperbolehkan bekerja di luar rumah. Mereka cukup untuk memasak di dapur, melayani suami (pria) saat malam hari dan mencuci pakaian. Tak heran bila kemudian muncul adagium bahwa perempuan itu tugasnya hanya di dapur, di sumur dan di kasur.

Kini meskipun kondisinya lebih baik, jika ada orangtua yang hanya memiliki anak perempuan saja, mereka masih dicecar pertanyaan, “kapan mau memiliki anak laki-laki?’, seakan anak perempuan kurang berharga. Bahkan kini gerakan konservatif semakin gencar mempropagandakan hal yang sama dengan topeng dalil agama.

Mereka secara aktif memproduksi narasi-narasi yang menyudutkan perempuan, dan dalam kontennya menegasikan posisi perempuan sebagai makhluk dengan beragam potensi, seperti halnya pihak laki-laki. Perempuan selalu dianggap sumber fitnah, suaranya dibungkam, dan dilabeli sebagai sumber kesialan, serta penuh dosa.

Dalam aspek ketubuhan pun, ia tak pernah dipertimbangkan pendapatnya. Semua hal yang dimiliki, dipakai hingga dimanfaatkan perempuan, masih saja dilihat dari sudut pandang maskulinitas beracun yang rapuh, termasuk fatwa pemakaian bra oleh akun Instagram @temanshalih yang baru-baru ini viral.

Ketika pihak laki-laki berpikiran mesum saat melihat perempuan, pihak perempuan lah yang patut disalahkan. Ia dianggap tidak bisa menjaga diri, penggoda, tidak tahu nilai-nilai norma. Tidak pernah perempuan ditanyakan kebutuhan dasar dan pendapatnya. Perempuan di era yang katanya sudah maju dan beradab, ternyata masih terus menerus disalahkan. Pilihan hidupnya tak pernah berhenti dipertanyakan.

Padahal dalam Islam, perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki sebagai makhluk yang diberikan amanah untuk menjadi khalifah di bumi.

Sebagaimana tercantum dalam QS Al Ahzab (33): 35, yakni “sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana mungkin mereka kemudian mendaku shalih bila masih menganggap perempuan sebagai objek? Dan hak tubuh perempuan saja tidak pernah dipertimbangkan? Padahal ayat tersebut sudah jelas menunjukkan bahwa tidak ada objektifikasi perempuan dalam Islam. Justru yang ditekankan, dan yang membedakan laki-laki dan perempuan bukan dari aspek fisiknya, tapi amal ibadah lah yang memiliki kedudukan lebih penting.

Bila dulu Islam datang untuk membawa kebaikan lebih luas kepada perempuan, mengapa kini masih ada saja yang membawa-bawa nama Islam untuk melakukan objektifikasi terhadap perempuan? Mau sampai kapan ini dibiarkan terjadi? Apa kita perlu kembali ke zaman jahiliyah lagi? []

Tags: islamkeadilanKesetaraanObjektifikasiperempuantubuh
Hasna Azmi Fadhilah

Hasna Azmi Fadhilah

Belajar dan mengajar tentang politik dan isu-isu perempuan

Terkait Posts

Rethink Sampah

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

20 Maret 2023
Perempuan Bukan Sumber Fitnah

Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah

18 Maret 2023
Pembuktian Perempuan

Cerita tentang Raisa; Mimpi, Ambisi, dan Pembuktian Perempuan

18 Maret 2023
Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga: Benarkah Pengangguran?

17 Maret 2023
Patah Hati

Patah Hati? Begini 7 Cara Stoikisme dalam Menyikapinya, Yuk Simak!

16 Maret 2023
Perempuan Pemimpin

Membincang Perempuan Pemimpin, dan Pemimpin Perempuan

15 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rethink Sampah

    Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri
  • Marital Rape itu Haram, Kok Bisa?
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist