Mubadalah.id – Idulfitri lalu, selain mendapatkan hampers lebaran dari mitra kerja dan tetangga yang notabene adalah jama’ah masjid, saya mendapatkan hampers dari Koh Shine (bukan nama sebenarnya) seorang warga keturunan Tionghoa yang memiliki usaha konveksi di sekitar lingkungan tempat saya tinggal.
Cerita tentang Koh Shine ini saya tulis dengan judul Meraih Biskuit dari Sekaleng Biskuit Khong Guan Toleransi yang akhirnya membuat saya mendapatkan kesempatan bercerita langsung di live Instagram Puan Menulis.
Saat live Instagram, saya memberikan autokritik dengan berharap bisa membalas kebaikan Koh Shine di kesempatan yang akan datang. Ternyata Allah memberikan kesempatan tersebut di hari Raya Iduladha saat pelaksanaan penyembelihan hewan kurban. Secara tidak langsung kami telah mempraktikkan toleransi di Hari Raya Kurban
Persiapan Pelaksanaan Penyembelihan Hewan Kurban
Setelah absen bertahun-tahun menjadi panitia, akhirnya tahun ini saya berkesempatan lagi menjadi panitia pelaksanaan penyembelihan hewan kurban di Masjid al-Mahallie, masjid yang sudah 3 generasi terkelola oleh keluarga dari pihak Ibu saya.
Mengingat saat pandemi Covid-19 dan ketika Ayah berpulang kepada-Nya, aktivitas di masjid menjadi begitu sunyi senyap termasuk dengan menurunnya donatur hewan kurban saat Hari Raya Iduladha.
Maka sepulang dari Haramain menunaikan ibadah haji, saya dan Ibu bismillah berniat untuk menjadi donatur kurban agar dapat meramaikan kembali syiar Islam di masjid. Meskipun saat itu kami belum tahu rejekinya dari mana.
Mencatat Praktik Baik dan Meneladani Kebaikan Orang Tua
Saat memutuskan apakah saya akan menjadi donatur sekaligus shahibul qurban. Saya berpikir panjang, mengingat di tahun 2017 saya pernah menjadi shahibul qurban. Selain itu juga menjadi panitia pelaksanaan penyembelihan hewan kurban atas ajaran dan anjuran Ayah saat saya menjadi first jobber.
Pun di tahun-tahun sebelumnya, Ayah dan Ibu mencontohkan praktik baik pada kami. Yakni dengan menghadiahkan seluruh anak-anaknya menjadi shohibul qurban di saat kami mungkin belum mengetahui makna dari pelaksanaan hari raya Iduladha.
Akhirnya berkiblat dengan meneladani kebaikan orang tua, saya memutuskan untuk menghadiahkan si kecil kendaraan akhirat. Menjadikannya sebagai salah satu shahibul qurban.
Meskipun ternyata tidak mudah menjaga kuku dan rambut anak kecil hingga proses penyembelihan tiba karena mengikuti hadits Rasulullah “Siapa saja yang ingin berkurban dan apabila telah memasuki awal Dzulhijjah, maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sampai ia berkurban.” (HR. Bukhari Muslim).
Sembari menunggu Iduladha, saya bersama panitia lainnya mencari peruntungan dengan mengajukan proposal donatur kurban ke beberapa instansi. Alhamdulillah kami mendapatkan hibah satu domba yang akhirnya kami hadiahkan untuk almarhumah Ibu sebagai shohibul qurban dari domba tersebut.
Menjalin Silaturahim
Tiba saat pembagian kupon daging kurban sehari sebelum Iduladha. Saya yang semula tidak mengenal seluruh warga muslim di sekitar masjid karena terlalu lama merantau, menjadi tahu denah sebaran daging kurban di sekitar masjid yang biasanya almarhumah Ibu kelola.
Bahkan tidak sedikit warga yang saat mengambil kupon kemudian bercerita mengenang tentang Ayah dan Ibu, hingga bertanya cara mendaftarkan anaknya agar dapat mengaji di masjid yang kami kelola.
Setelah memastikan warga muslim di sekitar masjid mendapatkan kupon, akhirnya saya memberanikan diri secara langsung memberikan kupon untuk Koh Shine dan karyawannya.
Meskipun non muslim, tetapi Koh Shine dan tetangga non muslim lainnya diperbolehkan mendapatkan daging kurban karena menjadi warga yang bertetangga dengan masjid. Hal ini pun ternyata telah Ayah dan Ibu contohkan setelah saya dan panitia melaksanakan rapat evaluasi penutupan panitia.
Tidak hanya Koh Shine yang kami berikan daging kurban. Tetapi tetangga non muslim di sekitar masjid juga kami bagikan. Inilah wujud praktik toleransi di Hari Raya Kurban. Saat zaman Ayah dan Ibu menjadi panitia pelaksanaan hewan kurban, ada beberapa warga non muslim yang menjadi donatur. Entah itu bersedekah kambing atau pun kaos seragam panitia.
Berbagi Daging Hewan Kurban pada Non Muslim
Tindakan berbagi hewan kurban kepada non muslim ini, merupakan wujud praktik toleransi di Hari Raya Kurban. Menurut para ulama diperbolehkan atau mubah. Seperti yang Drs.H. Sholahudin Al-Aiyubi, M.Si. (Ketua MUI Pusat) sampaikan. Menurutnya ada 3 kategori yang diperkenankan untuk mendapatkan daging kurban. Yaitu kaum faqir miskin, tetangga, dan shahibul kurban itu sendiri.
Selain itu, pendapat ini semakin kuat berdasarkan penjelasan yang saya lansir dari NU Online. Argumentasi yang dibangun untuk meneguhkan pandangan yang memperbolehkan untuk memberikan daging kurban kepada orang non-Muslim, adalah bahwa berkurban itu merupakan sedekah. Sedangkan tidak ada larangan untuk memberikan sedekah kepada pihak non-Muslim.
Selain itu saat zaman Rasulullah pun, praktik baik ini sudah dicontohkan dengan hadirnya kisah Asma’ binti Abu Bakar. Di mana ia senantiasa menjalin hubungan baik dengan ibunya meskipun berbeda keyakinan.
Dengan praktik baik ini, maka akhirnya di momen Hari Raya Iduladha ini tercermin wajah Islam yang rahmatan lil ‘alamin di lingkungan kami. Menjadi syiar Islam dengan sikap tenggang rasa dan toleransi. []