• Login
  • Register
Rabu, 1 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Membincang Fiqih Empati bagi Perempuan Haid

Ruang rukhshah yang ada dalam fiqih, dapat diberikan pada laki-laki dan perempuan sesuai dengan pengalaman khasnya masing-masing

Mufliha Wijayati Mufliha Wijayati
25/10/2021
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
Momoton, Tradisi Perempuan Bolaang Mongondow Saat Haid Pertama

Momoton

256
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Mama, aku critain ya… aku tu sudah haid sekarang. Ini sudah hari kedua.” Suara anak gadis terdengar girang saat telpon Sabtu jelang siang kemarin.

“Alhamdulillah, gimana rasanya nak? Dibuat nyaman ya, kalau ada rasa-rasa sakit, gimana cara pakai pembalut, bebersih dan bersuci matur sama ustadzah dan mbak-mbak yang lain ya. Atau kalau pas jadwal telpon bisa tanya-tanya mama.”

“iya ma… biasa aja kok. Kemarin masih dipinjemi pembalut punya temen. Kan, di diniyah juga sudah diajari.” Jawaban penuh percaya diri yang membuat emaknya tenang.

Mubadalah.id – Obrolan via telpon antara emak dan anak perempuannya berlanjut dengan crita khas tentang rindu dan pelukan, dan disudahi dengan mantra “I Love You naaaak”. Love You too ma…

Haid pertama anak gadisku sudah ditunggunya mungkin sejak kelas 5 SD, saat sebagian besar teman-teman pondok dan sekolahnya sudah haid. Dalam beberapa kali telpon-telponnya dia menceritakan pengalaman haid kawan-kawan pondoknya, menyiratkan penantiannya, dan rasa penasaran bagaimana pengalaman haidnya kelak.

Untuk menjemput masa itu, sudah beberapa kali aku berbagi cerita cara menggunakan pembalut, frekuensi pengganti pembalut, cara bebersih, dan juga bersuci. Meski dia menyimak malu-malu karena dianggapnya haid itu hal privat yang tak patut dibicarakan secara terbuka, aku tetap berulangkali membincangnya.  Tujuannya, agar pengalaman biologis khas perempuan yang dia alami nanti berbekal pengetahuan yang memadai.  Haid tidak melulu dijalaninya sebagai kodrat terberi yang dibincang sebagai aib, kotor, memalukan, dan dihukumi secara hitam putih.

Ahad pagi, dalam tadarus subuh hadis #6 buku “Perempuan bukan Sumber Fitnah” Kang Faqih mengupas tentang larangan perempuan haid masuk masjid. Dalam kajian fiqih, hal yang tak terhindarkan adalah pandangan ulama yang berbeda dan kadang bertentangan.

Tadarus Subuh #6 tidak bermaksud mempertajam perbedaan pendapat ulama tersebut, tapi lebih pada memberikan satu kerangka berpikir yang memandang bahwa perbedaan ulama fiqih dapat dijadikan sebagai wilayah untuk mengarahkan pada promosi kebaikan (ihsan), kemudahan,  rahmatan lil alamin, bukan untuk merendahkan ataupun mendiskriminasi perempuan yang sedang mengemban amanah reproduksi.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Bucinisme, Berdampak Maraknya Kehamilan tidak Diinginkan pada Remaja
  • Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part III-Habis
  • Menstruasi Dalam Pandangan Islam
  • Hak Anak dalam Beragama

Baca Juga:

Bucinisme, Berdampak Maraknya Kehamilan tidak Diinginkan pada Remaja

Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part III-Habis

Menstruasi Dalam Pandangan Islam

Hak Anak dalam Beragama

Ingatan saya melompat pada fase awal mengalami haid saat di pesantren. Kala itu haid cenderung disembunyikan karena ‘malu’, menghambat santri dalam proses belajar, mengurangi intensitas riyadhah ruhiyah, dan dibincang hanya dalam konteks bersuci yang memberatkan. Padahal haidnya sendiri, untuk beberapa perempuan sudah berat, bahkan sangat berat.

Simbol-simbol lagi M, lagi libur, atau istilah datang bulan yang digunakan, merefleksikan fase haid sebagai pengalaman yang tidak patut untuk disebut dengan lugas bahwa “aku sedang haid atau aku lagi menstruasi”. Menjadi hal yang sangat memalukan atau bahkan menjijikan ketika darah haid sampai tembus ke pakaian karena derasnya darah yang keluar.  Bisa-bisa habis dibully oleh teman-teman terutama teman laki-laki. Padahal kata nabi pada Aisyah, “Haidmu itu bukan di tanganmu.”

Tidak hanya larangan berdiam diri di masjid yang pada level tertentu menghalangi perempuan mengakses proses belajar.  Larangan memotong kuku selama masa haid, larangan mandi keramas, perintah mengumpulkan rambut yang rontok saat bersisir dan harus disucikan saat mandi jinabah, cara mencuci pembalut yang berkelit kelindan dengan mitos-mitos haid yang mengintimidasi membuat perempuan semakin berat menjalani peran reproduksinya.

Merespon isu ini, Prof. Tutik Hamidah, sempat menyebutkan hadis dalam Kitab Kifayatul Akhyar yang menjelaskan “Rambutnya wanita haid yang tidak disucikan akan menjadi api ketika di akherat nanti”. Ya, hadis ini cukup populer dan terus direproduksi untuk memberikan warning bagi perempuan haid.  Tapi, hadis ini menjadi PR bersama untuk dikaji lebih mendalam relevansinya dengan konteks haid.

Kang Faqih memberikan satu tawaran Fiqih EMPATI (M4-I) bagi perempuan yang menjadikan 4 pengalaman biologis perempuan; MENSTRUASI, HAMIL, MELAHIRKAN dan MENYUSUI, difasilitasi dengan IHSAN. Sebagaimana kerangka yang diberikan nabi, Yassiru wala tu’assiru, Sakkinu wala tunaffiru. Pengecualian yang diberikan karena kondisi tubuh perempuan, harus dimaknai sebagai apresiasi dan dispensasi, bukan mendiskriminasi, subordinasi, apalagi menistakan perempuan. (Kang Faqih, PBSF: 2021)

Ruang rukhshah yang ada dalam fiqih, dapat diberikan pada laki-laki dan perempuan sesuai dengan pengalaman khasnya masing-masing. Maka, berikan ruang bagi perempuan untuk mendefinisikan pengalaman menstruasinya, dan tanggung jawab fiqih adalah memberi fasilitas juga kemudahan, agar “rasa sakit” dalam menjalani peran reproduksi tidak membuat perempuan merasa semakin sakit.

Untuk gadisku, yang sedang menjalani fase awal peran reproduksinya, nikmatilah fase ini sebagai kemuliaan yang diemban oleh perempuan di muka bumi ini dengan tetap bahagia. []

 

Tags: Faqihuddin Abdul KodirHaidkesehatan reproduksiMenstruasiPengalaman biologis perempuanTadarus Subuh
Mufliha Wijayati

Mufliha Wijayati

Alumni Workshop Penulisan Artikel Populär Mubadalah 2017, Penyuka kopi dan Pemerhati isu gender dari IAIN Metro

Terkait Posts

Akhlak Manusia

Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

1 Februari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Tradisi Tedhak Siten

Menggali Makna Tradisi Tedhak Siten, Benarkah Tidak Islami?

29 Januari 2023
Fatwa KUPI

Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

28 Januari 2023
Kampus Cantik

Akun Instagram Kampus Cantik, Sebuah Bentuk Glorifikasi Seksisme Bagi Perempuan

27 Januari 2023
Toxic Parents

Toxic Parents dan Akibatnya pada Pengasuhan Anak

26 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • keluarga

    7 Prinsip Dalam Berkeluarga Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melihat Keterlibatan Perempuan dalam Tradisi Nyadran Perdamaian di Temanggung Jawa Tengah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Saw Tertawa Karena Mendengar Cerita Kentut dari Salma

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pandangan Abu Syuqqah Tentang Isu Kesetaraan Gender
  • Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad
  • Kisah Saat Nabi Saw Apresiasi Kepada Para Perempuan Pekerja
  • Pertemuan Mitologi, Ekologi, dan Phallotechnology dalam Film Troll
  • Kisah Saat Nabi Saw Tertawa Karena Mendengar Cerita Kentut dari Salma

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist