• Login
  • Register
Rabu, 22 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Mempertemukan Sigmund Freud dengan Islam

Menjaga diri dari perbuatan keji, termasuk tidak berbuat tindakan asusila kepada seseorang, sekalipun ia telanjang di hadapan kita adalah bentuk jihad yang sebenarnya

Muallifah Muallifah
05/01/2022
in Pernak-pernik
0
Berdamai dengan Diri Sendiri; Menemukan Tuhan, Menemukan Makna Diri

Diri Sendiri

114
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tahun 2021 masih menyisakan kenangan. Pelbagai kejadian kelam yang terjadi beberapa waktu belakangan ini membuat kita berpikir ulang dan bertanya-tanya “mengapa masih banyak orang yang melakukan perbuatan itu? Bukankah orang dewasa pasti tahu perbuatan baik dan buruk?”, dalam sebuah kasus kekerasan seksual, misalnya.

Tentu fenomena ini menyisakan duka, sakit hati serta amarah yang muncul ketika mendengar pelbagai kasus kekerasan seksual. Apalagi ketika terjadi dalam ruang lingkup pendidikan agama, di pesantren, perguruan tinggi bahkan lembaga pendidikan lain, yang seharusnya menjadi wadah untuk mengasuh dan mendidik anak, justru sebaliknya. Tercemar dengan adanya kasus kekerasan seksual.

Jika sudah demikian, siapa yang salah? Dalam kasus kekerasan seksual, seperti pemerkosaan. Masyarakat kita masih banyak yang melihat sebuah kasus bukan dari perspektif korban. Rape culture dan victim blaming menjadi budaya yang terus ada ketika menyikapi adanya kasus kekerasan seksual.  Sikap menyalahkan korban, menyudutkan korban menjadikan korban mengalami beban ganda akibat kekerasan seksual yang menimpa. Istilah tepat yang bisa digunakan dalam fenomena ini yakni, “sudah jatuh tertimpa tangga”.

Sigmund Freud dan teori psikologi

Fenomena di atas bagi saya merupakan murni kebejatan perilaku. Kejadian kekerasan seksual yang menimpa terhadap korban, tidak ada hubungannya dengan pakaian, sikap dan keseharian yang diperlihatkan oleh korban. Semua tindakan kekerasan seksual yang terjadi, bukti bahwa pelaku bejat, tidak bisa mengontrol nafsu buruknya, yang berakhir pada tindakan asusila yang keluar dari norma-norma yang ada.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam
  • Mati Mencari Nafkah untuk Keluarga, Lebih Baik daripada Mati Berjihad
  • Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan
  • Dunia Islam Menunggu Kelahiran Banyak Ulama Perempuan

Baca Juga:

Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam

Mati Mencari Nafkah untuk Keluarga, Lebih Baik daripada Mati Berjihad

Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan

Dunia Islam Menunggu Kelahiran Banyak Ulama Perempuan

Berkenaan dengan sikap pelaku tersebut, Sigmund Freud dalam teori psikologinya tentang perilaku seseorang mengemukakan bahwa ada tiga hal yang mendorong perilaku seseorang, yaitu: id, ego dan super ego.

Id bekerja dengan menganut prinsip kesenangan. Id mencari kepuasan secara instan terhadap keinginan dan kebutuhan manusia. Apabila kedua ini tidak terpenuhi, seseorang dapat menjadi tegang, cemas, atau marah. Dalam kasus di atas, seseorang ketika melihat perempuan seksi, nafsunya akan tinggi. Sebab hal itu merupakan sebuah kesenangan, maka ia memaksa seseorang untuk melakukan hubungan seksual dengannya dalam rangka mencapai kesenangan dirinya.

Apabila seseorang mampu menahan nafsunya untuk tidak berbuat asusila lantaran hal itu tidak baik, maka ego yang dimiliki mampu menahan itu. Sebab ego mengerti bahwa perbuatan itu timbul dari hasrat dan nafsu liarnya.

Sedangkan superego merupakan aspek moral dari suatu kepribadian yang didapat dari pengasuhan orang tua atau norma-norma dan nilai-nilai di dalam masyarakat dan didasarkan pada moral dan penilaian tentang benar dan salah.

Artinya, keputusan seseorang untuk tidak melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain, meskipun ada kesempatan bahkan ia memiliki kuasa penuh untuk melakukan itu, super ego yang dimiliki melihat bahwa perbuatan semacam itu tidak dibenarkan oleh agama, serta merusak nilai yang berkembang pada suatu masyarakat hingga berakibat fatal terhadap seluruh aspek kehidupan, baik kepada korban, ataupun yang lain.

Ego dan superego berjalan beriringan untuk memutuskan sesuatu dengan mempertimbangkan bagaimana sebuah perilaku diaplikasikan hingga keputusan untuk tidak melakukan sesuatu.

Bisa kita pahami bahwa dalam kasus kekerasan seksual, Id, Ego dan superego yang dimiliki oleh seseorang tidak berfungsi. Sebab pelaku pasti mengetahui bahwa perbuatan bejatnya tersebut tidak diperbolehkan, baik secara moral, nilai-nilai yang berkembang masyarakat bahkan aturan agama.

Sigmund Freud dan Islam: Perspektif Islam tentang Teori Psikologi Sigmund Freud

Struktur kepribadian yang digambarkan Sigmund Freud sebenarnya secara samar jauh sebeluknya sudah dikemukakan Al-Quran. Ketiga nafsu yang mengendalikan perilaku seseorang dimaksud adalah: nafsu la’ammarah bi al-su’, nafsu lawwamah,dan nafsu muthmainnah, yang ketiganya secara fungsional ekuivalen dengan uraian Sigmund Freud.

Nafsu ammarah selalu mendambakan kesenangan sementara, persis seperti pada id, sehingga membawa dampak negatif. Sebaliknya, nafsu muthmainnah merupakan dorongan jiwa yang mengajak pada ketengan batin dan keselamatan sosial, sebagaimana yang ditawarkan oleh ego. Sedangkan nafsu lawwamah, yang secara literature adalah daya kritis, berperan sebagai juru damai dan penasehat yang membuat keseimbangan sepertinya halnya super ego.

Islam sudah mengatur secara kompleks bagaimana perilaku manusia yang seharusnya diperlihatkan. Seseorang ketika mempelajari ajaran Islam secara menyeluruh, pasti akan menemukan betapa luasnya Islam mengatur kehidupan, khususnya pada aspek personal. Menjaga diri dari perbuatan keji, termasuk tidak berbuat tindakan asusila kepada seseorang, sekalipun ia telanjang di hadapan kita adalah bentuk jihad yang sebenarnya. Sebab seperti yang kita pahami bahwa jihad tertinggi adalah melawan diri sendiri, yakni hawa nafsu. []

Tags: islamKepribadianpsikologiSigmund Freud
Muallifah

Muallifah

Penulis asal Sampang, sedang menyelesaikan studi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tinggal di Yogyakarta

Terkait Posts

Kerja Istri

Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

21 Maret 2023
sejarah perempuan

Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan

21 Maret 2023
Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil

Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui

21 Maret 2023
Perempuan Bekerja

Perempuan Juga Wajib Bekerja

21 Maret 2023
Prinsip Perkawinan

Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

21 Maret 2023
tujuan perkawinan

Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

20 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kerja Istri

    Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas
  • Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan
  • Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist