• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Menarasikan Kesalehan Spiritual dan Sosial Tradisi Malam Tirakatan

Tradisi Malam Tirakatan memiliki sumbu akar yang kuat dalam budaya Jawa, yang sekarang meluas ke berbagai daerah di Indonesia

Ni'am Khurotul Asna Ni'am Khurotul Asna
17/08/2024
in Pernak-pernik
0
Tradisi Malam Tirakatan

Tradisi Malam Tirakatan

796
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Masyarakat Jawa sangat lekat akan tradisi yang mengiringi momen perayaan. Pun sebagai pegangan, norma, dan adat istiadat bertujuan untuk mengajarkan makna, nilai, serta teladan baik untuk terhayati dalam laku keseharian masyarakat. Momen kemerdekaan 17 Agustus salah satunya, yang mana setiap tanggal 16 mayarakat mengadakan tradisi Malam Tirakatan.

Pelaksanaan Malam tirakatan rutin dalam lingkungan masyarakat Jawa. Biasanya setiap malam menuju tanggal 17 Agustus tiap RT di berbagai desa pasti mengadakan tradisi ini di luar pekarangan kompleks mereka. Secara terbuka untuk berbagai kalangan dari masing-masing RT. Masyarakat berkumpul dengan duduk melingkar di ruang yang terbuka pada malam hari dengan sajian makanan di tengah masyarakat. Meski begitu, model pelaksanaan tradisi ini juga bermacam-macam sesuai kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Tradisi Malam Tirakatan memiliki sumbu akar yang kuat dalam budaya Jawa, yang sekarang meluas ke berbagai daerah di Indonesia. Istilah “tirakatan” berasal dari kata “tirakat” yang berarti melakukan tapa atau berpuasa untuk mendapatkan keselamatan atau kebijaksanaan. Dalam bahasa arab berasal dari kata “thoriqoh” yang berarti sebuah jalan.

Sedangkan versi lainnya, tirakat berasal dari kata “taroka” yang artinya meninggalkan. Tirakat secara makna adalah meninggalkan sesuatu yang bersifat duniawi untuk menggapai tujuan ukhrawi. Dalam konteks 17 Agustus, Malam Tirakatan menjadi momen masyarakat berkumpul untuk mengingat perjuangan pahlawan, merenungi makna kemerdekaan, serta berdoa agar bangsa ini selalu dalam lindungan dan keberkahan.

Makna Simbolik Malam Tirakatan

Malam Tirakatan menjadi bagian dari upaya masyarakat Indonesia merayakan dan mengenang kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Lebih dari sekedar acara perayaan tentu saja, melainkan menjadi sebuah momen untuk masyarakat saling bertemu, berkumpul, gotong royong keja sama, dan bercengkrama.

Baca Juga:

Tradisi Syawalan di Pekalongan, Meningkatkan Ukhuwah dan Perekonomian Masyarakat

Ketupat dalam Tradisi Jawa: Antara Simbol Rukun Islam dan Upaya Penyucian Diri

Bahasa Walikan sebagai Strategi Taktis Mengelabui Penjajah

Teladan Kemerdekaan Fatmawati Sukarno: Insiatif, Proaktif, dan Cinta dalam Pengabdian

Masyarakat melaksanakan Malam Tirakatan dalam rangka untuk merenung, refleksi, berdoa, sekaligus menghormati jasa para pahlawan yang telah berjuang. Dalam tradisi ini tentu saja terdapat beragam makna simbolik dari tiap prosesi ritualnya. Makna dan nilai yang baik ini menjadi tujuan malam tirakatan begitu penting baik untuk kalangan muda maupun dewasa.

Malam tirakatan berpotensi memberikan pengajaran penting secara langsung pada masyarakat. pelaksanaan tradisi ini membuat masyarakat dapat saling bertemu secara lebih dekat tanpa membeda-bedakan golongan, berkumpul dalam pertemuan yang sakral, saling membantu antara yang tua dan muda, saling bekerja sama antara yang laki-laki dan perempuan dalam menyiapkan dan melaksanakan prosesi tradisi, berdoa, serta belajar bersama.

Dari banyak dampak baik yang timbul maka dapat ditarik bahwa tradisi malam tirakatan hampir sama dengan tradisi slametan pada umumnya. Seorang antropolog kondang, Clifford Geertz dalam Agama Jawa mengklasifikasi slametan dibedakan dalam empat jenis yang merangkum seluuh aspek kehidupan masyarakat Jawa: pertama, berkaitan dengan kehidupan, seperti kelahiran,khitanan, pernikahan, dan kematian. Kedua, peringatan hari besar Islam, seperti Maulud Nabi, Idul Fitri, hari Asyura, dll.

Ketiga, berkaitan dengan sosial, seperti bersih desa, dan keempat bekaitan dengan situasi tertentu, seperti pindah tempat, ganti nama, dll. Malam tirakatan termasuk dalam jenis slametan yang keempat berkenaan dengan situasi tertentu sebagai perayaan bersama oleh masyarakat.

Ciri khas malam tirakatan adalah adanya tumpeng sebagai simbol penguatan akan arti penting eksistensi diri manusia Jawa. Tumbeng secara khusus memiliki makna dan nilai tradisi yang eksplisit dan implisit sebagai upaya menjemput keberkahan dari isi tumpeng.

Sebagai simbol dari ruang imajiner gunung- yang begitu sakral bagi masyarakat Jawa, tumpeng sekaligus sebagai wadah mengomunikasikan diri dengan Tuhan lewat lantunan doa-doa sebelum tumpeng dibagi-bagikan. Sebagai rasa syukur pula atas banyaknya nikmat dengan adanya beragam makanan (sayur dan buah) yang sebenarnya di rumah-rumah selalu tersedia. Akan tetapi ada makna dan nilai yang penting masyaakat dapatkan saat masuk dalam sebuah tradisi.

Saleh Spiritual dan Sosial Sebagai Semangat Nasionalisme

Kaitannya dengan pelaksanaan, prosesi ritual Malam tirakatan di berbagai desa seringkali berbeda-beda. Ada yang semi formal seperti prosesi upacara; menyanyikan lagu Indonesia raya, membaca teks proklamasi, membaca teks pancasila, tahlilan, kemudian dilanjut dengan berkatan atau tumpengan. Serta di tempat lain ada yang pelaksanaannya dengan makan bersama, doa bersama, kajian, dialog, atau bercerita soal jasa-jasa pahlawan baik nasional ataupun lokal.

Meskipun model pelaksanaan beragam, tujuan pelaksanaan Malam Tirakatan sama. Malam Tirakatan sebagai upaya masyarakat menyambut bulan kemerdekaan dengan mengenang jasa para pahlawan sebagai rasa syukur dan cinta tanah air. Proses pelaksanaan tradisi mengangkat rasa solidaritas sebagai upaya menjunjung semangat nasionalisme. Kerja-kerja dalam proses malam tirakatan menjadikan masyarakat dapat merasakan dampak baik dari semangat kemerdekaan.

Perayaan tradisi khas lokalitas masyarakat Jawa membangkitkan kesalehan spiritual dan sosial menjadi makin rekat. Nilai sedekah dan syukur bisa terpelajari dan secara langsung menjadi praktik baik untuk mengajarkan edukasi bersosial yang baik.

Adapun relasi yang terjalin antar warga, individu dengan individu, laki-laki dan perempuan selaras dengan konsep mubadalah yang tercipta dalam sebuah tradisi. Malam tirakatan menjadi ruang berkesalingan di mana peran domestik dan publik terjalin.

Dalam konteks persiapan ruang acara, tumpeng dan nasi berkat, maupun akomodasi lainnya, laki-laki dan perempuan akan saling membantu. Kemudian dalam hal pemandu acara, siapa saja bebas menunjukkan diri untuk tampil tanpa memandang subjek gendernya. Hal ini sudah cukup terlihat di beberapa tempat yang melaksanakan.

Masyarakat juga bisa mengundang tokoh untuk menjelaskan maksud, tujuan, nilai, maupun sejarah pahlawan lokal yang ada dalam wilayah mereka. Sehingga ada perasaan suka cita yang baik masyarakat dapatkan dari tradisi malam tirakatan. []

 

 

 

Tags: 17 Agustus 1945Dirgahayu IndonesiaHari KemerdekaanTradisi JawaTradisi Malam Tirakatan
Ni'am Khurotul Asna

Ni'am Khurotul Asna

Ni'am Khurotul Asna. Mahasiswa pendidikan UIN SATU Tulungagung. Gadis kelahiran Sumsel ini suka mendengarkan dan menulis.

Terkait Posts

Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Poligami dalam

Menggugat Poligami, Menegakkan Monogami

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kehamilan Tak Diinginkan

    Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version