• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengaji Kitab Hujjah Aswaja: Tanggung Jawab Anak Muda dan Tahun Pemilu

Penulis memiliki optimis terhadap kawula muda, atau generasi millennial untuk menjadi pelopor dalam menyeru kebaikan

Khoniq Nur Afiah Khoniq Nur Afiah
06/05/2023
in Personal, Rekomendasi
0
Mengaji Kitab

Mengaji Kitab

892
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tahun pemilu semakin dekat, berbagai kompetisi juga semakin terlihat. Media sosial tampaknya menjadi satu sarana paling tepat kita gunakan sebagai media untuk mempertontonkan kompetisi yang sedang berjalan. Membaca dan mengaji kitab Hujjah Aswaja karya Kiai Hasyim menjadi satu penerang bagi kita. Namun, tentu sudah saatnya pula bahwa generasi millennial memahami betul dinamika yang terjadi dan menjadi bagian dari penyeru pesan ini kepada masyarakat.

Menyerukan kebaikan menjadi keharusan setiap manusia. Perbuatan tersebut memang terlihat sederhana. Namun ternyata butuh keseriusan atau konsistensi dalam melakukannya. Dinamika sosial yang fluktuatif memberikan tantangan kepada setiap agensi yang memiliki semangat dalam menyeru kebaikan. Hari ini yang dipenuhi dengan pelbagai konflik menjadi tantangan sekaligus dorongan dalam menyerukan kebaikan.

Allah SWT telah menciptakan manusia di bumi sebagai khalifah yang bertugas menjaga dan memerangi kemungkaran di bumi. Dasar tersebut sudah cukup kuat untuk mendorong seseorang guna menyeru kebaikan. Penulis memiliki optimis terhadap kawula muda, atau generasi millennial untuk menjadi pelopor dalam menyeru kebaikan.

Realitas sosial dengan berbagai perkembangan teknologi juga terkadang memberikan kemudahan kepada penggunanya untuk menyeleweng atau menyalahgunakan yang selanjutnya memberi berdampak buruk kepada orang lain. Hingga mampu merugikan atau justru mengeksploitasi orang lain. Pada konteks menjelang tahun pemilu, sangat mungkin terjadi perpecahan pada masyarakat hanya karena perbedaan pendapat.

Mendorong Semangat Generasi Muda

Generasi millennial atau anak muda pada hari ini memiliki kemudahan dalam mengakses berbagai hal. Kemudahan-kemudahan yang hadir adalah berkat dari pesatnya perkembangan teknologi, seharusnya kondisi tersebut dapat mendorong semangat generasi muda dalam menyerukan kebaikan. Khususnya di zaman yang sangat rawan dengan perpecahan hari ini.

Teknologi yang berkembang pesat juga memudahkan seseorang untuk berbagi kebaikan. Artinya, generasi hari ini memiliki potensi besar untuk memanfaatkan kecanggihan teknologi guna menyerukan kebaikan. Generasi hari ini sudah seharusnya pintar membaca peluang dan memposisikan diri sebagai pelopor dalam menyelesaikan konflik yang terus muncul satu persatu. Hadratusyeikh Hasim Asy’ari dalam kitabnya menjelaskan beberapa tanda-tanda kiamat.

Baca Juga:

Beberapa Catatan untuk Kaum Muda yang Tengah Pacaran

Latah Ekosufisme: Sebuah Refleksi

Tetap Kecewa, Apa yang Salah dengan Self Healing Kita?

‘Standar TikTok’ Bagi Kalangan Muda: Edukatif atau Destruktif?

Tetapi, penulis memaknai bahwa tanda-tanda tersebut dapat kita maknai dengan pepeling. Selain itu, pembahasan dalam bab tersebut bisa mengantarkan kita, khususnya generasi muda pada pintu masuk muhasabah dan kembali bangkit menyerukan kebaikan. Berikut beberapa poin yang penulis sadur dari pembahasan dalam Kitab Risalah Ahlusunnah Wal Jamaah sebagai langkah yang bisa upayakan serta di perkuat guna mencetak pelopor penyeru kebaikan di hari ini:

Pertama, mempererat tali persaudaraan

Berbagai konflik kemanusiaan masih banyak bermunculan dan memicu keresahan di lingkungan masyarakat. Tali persaudaraan yang kuat mampu mencegah terjadinya konflik yang berkaitan dengan konflik antar sesama. Sebab, keadaan terputusnya tali persaudaraan bisa memicu lahirnya prasangka yang kurang baik antar sesama.

Seperti yang dijelaskan oleh Hadratusyeikh bahwa terputusnya tali persaudaraan akan memicu lahirnya ketidaksesuaian, orang yang amanah dianggap khianat dan orang yang khianat dianggap amanah. Tentu penjelasan tersebut memberikan makna tentang bahayanya memutus tali persaudaraan.

Kedua, membudayakan amanah

Memperkuat amanah bagi generasi muda akan meningkatkan tanggung jawab atau attitude. Sehingga mampu menyelesaikan setiap kewajiban yang dimiliki. Amanah adalah sesuatu yang mudah terucap namun sulit terlaksana. Hadraotusyeikh bahkan menjelaskan bahwa amanah seringkali kita jadikan sebagai jalan guna mencari keuntungan pribadi.

Implementasi amanah dalam kehidupan sehari-hari tentu membutuhkan keseriusan, tetapi sebagai pelopor penyeru kebaikan sudah semestinya mampu melakukannya konsep amanah ini dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, menanggalkan rasa paling benar sendiri

Seseorang yang merasa benar sendiri dan mudah menyalahkan orang lain adalah bagian dari masalah serius. Gus Baha’ dalam sebuah pengajian bersama santri-santri pernah menjelaskan bahwa seseorang tidak memiliki hak untuk memberi label orang lain.

Maksudnya, menilai baik atau buruknya seseorang bukanlah tugas kita, apalagi soal kafir-mengkafirkan terhadap suatu tindakan yang ia kerjakan. Jelas bukan hak seseorang kepada sesama. Kebenaran atau kesalahan yang sesungguhnya hanya Allah yang tau. Sikap yang demikian perlu dilestarikan guna menciptakan budaya yang tentram dan damai.

Keempat, mencintai sesama baik secara lahir maupun batin

Seni mencintai ternyata menjadi salah satu power yang harus dimiliki oleh pelopor penyeru kebaikan. Islam sudah sangat jelas mengkampanyekan secara tegas dan gamblang mengenai agama cinta dengan konsep rahmatalil’alamin. Menjauhkan diri terhadap mencintai secara lisan melalui mulut kita, dan membenci di dalam hati adalah salah satu langkah guna mencegah lahirnya konflik antar sesama.

Empat poin yang disampaikan di atas merupakan pesan yang disampaikan oleh Hadratusyaikh dalam kitabnya Risalah Ahlusunnah Wal Jamaah, khususnya dalam bab tanda-tanda hari kiamat. Seseorang yang ingin menjadi pelopor kebaikan sudah menjadi suatu keharusan untuk mengimplementasikan nya.

Terlebih generasi milenial juga harus melakukan. Semoga kita semua senantiasa terjaga dari hal-hal yang buruk dan selalu diberi kesempatan untuk memetik hikmah dari setiap kejadian. []

 

 

 

Tags: Anak MudaKH Hasyim Asy'ariKitab Hujjah AswajaMengaji KitabPemilu 2024Tahun Politik
Khoniq Nur Afiah

Khoniq Nur Afiah

Santri di Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek R2. Tertarik dengan isu-isu perempuan dan milenial.

Terkait Posts

Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID