• Login
  • Register
Jumat, 3 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Ayat Quran

Mengapa al-Qur’an Memiliki Surat an-Nisa (Perempuan), Tidak Surat ar-Rijal (Laki-laki)?

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
23/04/2020
in Ayat Quran
0
Khat klasik ayat pertama Surat an-Nisa (sumber: wdl.org)

Khat klasik ayat pertama Surat an-Nisa (sumber: wdl.org)

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Tentu saja jawaban yang paling tepat “hanyalah Allah Swt yang paling tahu” (wallahu a’lam bish-showaab). Tetapi untuk mencoba menjawab pertanyaan itu, tulisan ini akan menafsir dan menganalisis dari data-data yang tersedia. Yaitu nama-nama surat dalam al-Qur’an dan isi-isinya. Al-Qur’an itu berbahasa Arab. Bahasa Arab adalah bahasa yang memiliki struktur yang membedakan kata yang laki-laki (mudzakkar) dari kata yang perempuan (mu’annats). Kata benda (ism), kata kerja (fi’l), kata ganti (dhamiir), kata tunjuk (isyaarah), kata sifat, bahkan kata sambung, dalam Bahasa Arab, semua ini memiliki jenis kelamin. Laki-laki atau perempuan.

Semua pengguna Bahasa Arab harus mengenal struktur jenis kelamin bentuk-bentuk kata ini, lalu menggunakanya secara sesuai dan singkron jenis kelaminnya dalam suatu kalimat. Tanpa kecuali. Tetapi sebagian besar tentu bersifat simbolik, bukan jenis kelamin asli yang biologis. Misalnya kata “maktabah” (perpustakaan) adalah perempuan dalam struktur kalimat Bahasa Arab. Tetapi kata “kitaab” (buku) adalah laki-laki. Sehingga ketika menyusun kalimat, untuk kata pertama harus menggunakan kata kerja, kata ganti, kata tunjuk, kata sifat, maupun kata sambung yang perempuan, sementara untuk yang kedua menggunakan semuanya yang laki-laki.

Jika menggunakan analisis ini, maka dari 114 surat dalam al-Qur’an, yang bisa dikatakan sebagai kata perempuan (mu’annats) ada 35 surat dan kata laki-laki (mudzakkar) ada 79 surat. Analisis ini juga bisa menemukan bahwa surat pertama (al-Fatihah) dan kedua (al-Baqarah) dalam al-Qur’an adalah surat perempuan. Sementara surat paling akhir, ke-113 (al-Falaq) dan ke-114 (an-Naas) adalah surat laki-laki. Sehingga, bisa dikatakan, bahwa al-Qur’an dibuka dengan dua surat perempuan dan diakhiri dengan dua surat lak-laki. Menarik sekali temuan ini, saling mengisi dan melengkapi.

Hal ini jika analisis struktur jenis kelamin kata seperti di atas dijadikan patokan. Tetapi jika analisisnya harus ditambah dengan makna jenis kelamin biologis, tentu jawabanya akan lebih kompleks. Misalnya kata “Aalu ‘Imraan”, nama surat ke-3, yang berarti “Keluarga Imran”, adalah kata laki-laki (mudzakkar). Tetapi jika merujuk pada ayat-ayat tentang keluarga Imran tersebut, ternyata isinya berbicara tentang seorang ibu (tentu perempuan) yang berdoa dan bernazar kepada Allah Swt mengenai bayinya yang juga berjenis kelamin perempuan.

Coba baca saja ayat ke-35 dari Surat Ali Imran. Ayat ini hanya berbicara tentang istri Imran yang berdoa dan bernazar akan menyerahkan bayi yang dikandungnya untuk kepentingan Allah Swt. Tidak ada pembicaraan mengenai sang suami sama sekali. Ayat ke-36 juga berbicara mengenai bayi yang dikandungnya, yang juga berjenis kelamin perempuan, yang diberi nama Maryam. Ayat-ayat inilah yang menjadi dasar penamaan Surat “Keluarga Imran” atau Ali ‘Imraan tersebut.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

Baca Juga:

Makna Hijab Menurut Para Ahli

5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan

Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw

Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

Sang Ibu dari bayi Maryam mengeluhkan orang-orang yang menganggap bahwa laki-laki itu tidak sama dengan perempuan (wa laysa adz-dzakaru kal untsaa). Sang Ibu khawatir bayi perempuanya tidak diterima masyarakat, untuk bisa menempati dan melayani kepentingan Allah Swt di suatu tempat ibadah. Sang ibu bersikukuh dengan nazarnya, dan Allah Swt menerima sang bayi perempuan itu sebagai pelayan dan penunggu tempat ibadah. Jadi, nama Ali Imran, yang secara struktur kata adalah laki-laki (mudzakkar), tetapi isinya adalah tentang dua orang yang semuanya berjenis kelamin perempuan.

Kembali kepada pembahasan Surat an-Nisa (para perempuan). Jika menggunakan analisis substansi jenis kelamin biologis ini, maka ada dua nama surat yang memiliki makna jenis kelamin perempuan, yaitu an-Nisa (surat ke-4) dan Maryam (surat ke-19). Sementara ada 7 surat yang memiliki makna jenis kelamin laki-laki, yaitu nama-nama Nabi yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. Mulai nama-nama Yunus (surat ke-10), Hud (surat ke-11), Yusuf (surat ke-12), Ibrahim (surat ke-14), Luqman (surat ke-31), Muhammad (surat ke-47), dan Nuh (surat ke-71).

Jadi, 2 surat perempuan berbanding 7 surat laki-laki. Dus, sekalipun tidak ada surat ar-Rijal (laki-laki), tetapi sudah ada 8 nama surat yang merujuk pada makna yang secara substansi berjenis kelamin laki-laki. Jumlah 7 laki-laki tentu saja sudah cukup banyak, dibandingkan 2 perempuan. Tetapi jika surat-surat ini juga dibaca isi-isinya, hasil analisisnya tentu saja akan lebih kompleks lagi. Surat an-Nisa dan Surat Maryam, misalnya, isinya tidak hanya mengenai perempuan dan tidak juga hanya mengenai Siti Maryam as. Begitupun delapan surat laki-laki tersebut, jika dibaca isi-isinya, juga akan ada pembicaraan mengenai perempuan.

Atau jika seseorang menambahi data-data lain untuk dianalisis. Misalnya Surat ke-58 al-Mujadilah (Perempuan yang Menggugat) dan Surat ke-60 al-Mumtahanah (Perempuan yang diuji) dimasukkan sebagai surat-surat perempuan, karena memang diturunkan berkaitan dengan kasus-kasus mereka yang berjenis kelamin perempuan. Ditambah lagi dengan surat-surat lain yang juga bisa dimasukkan ke surat laki-laki. Seperti Surat ke-73 al-Muzzammil (Nabi Saw yang berselimut) dan Surat ke-74 al-Muddatstsir (Nabi Saw yang berselimut), karena Nabi Muhammad Saw adalah laki-laki. Atau Surat-Surat seperti al-Munaafiquun (ke-63, orang-orang Munafik) dan al-Muthaffifiin (ke-83, orang-orang yang curang), karena kedua surat ini berbicara tentang para laki-laki yang munafik di Madinah dan yang curang di pasar. Jika data ini diterima, maka ada 4 surat perempuan berbanding 11 surat laki-laki.

Jika kita menelusuri kata-kata dalam al-Qur’an, banyak data lagi yang menarik untuk dianalisis. Kata “untsa” (perempuan), dengan segala bentuknya (mufrad-singular, mutsanna-dua, dan jam’-plural), berjumlah 31 dalam al-Qur’an. Sementara kata “dzakar”, juga dengan ketiga bentuknya, berjumlah 18 saja. Artinya, perempuan lebih banyak disebut al-Qur’an dari laki-laki. Kata “mar’ah” (perempuan) yang disebut 26 kali, juga lebih banyak dari kata “mar’un” (laki-laki). Apalagi jika ditambah dengan bentuk pluralnya, yaitu kata “niswah” dan “nisaa” (para perempuan) yang disebut sebanyak 55 kali. Jika ditambahkan keduanya menjadi 81 kali kata perempuan disebut dalam al-Qur’an.

Sementara kata “mar’un” digabung dengan kata “rajulun-rajulaan-rijaal”, yang berarti laki-laki dalam berbagai bentuknya, totalnya hanya 51 kali disebut di dalam al-Qur’an. Jika ditotal semua kata-kata tersebut, maka kata yang berarti perempuan disebut al-Qur’an 112 kali, sementara kata laki-laki hanya disebut 76 kali. Jumlah kata-kata ini bisa ditemukan di Kamus al-Qur’an, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaadz al-Qur’aan, karya Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi. Banyak kata-kata lain yang menarik untuk ditelusuri.

Dus, tidaklah benar bahwa al-Qur’an hanya punya surat perempuan tanpa surat laki-laki. Karena surat-surat laki-laki justru lebih banyak dibanding surat perempuan. Tetapi ini juga, sama sekali tidak berarti laki-laki lebih penting di mata al-Qur’an. Karena ketika berbicara kata yang bermakna laki-laki dan perempuan, ternyata kata perempuan (untsaa, mar’ah, niswah, dan nisaa) jauh lebih banyak dibanding kata laki-laki (mar’un, dzakar, rajul, dan rijaal).

Surat, kata, atau kalimat dalam al-Qur’an sesungguhnya memiliki makna dan konteksnya masing-masing. Menyebut laki-laki atau perempuan, yang satu lebih banyak dari yang lain, sama sekali tidak menandakan salah satunya, dari sisi jenis kelamin belaka, lebih baik dari yang lain. Karena dalam al-Qur’an kebaikan seseorang diukur dari keimanan dan ketakwaannya, bukan jenis kelaminya (QS. al-Hujurat, 49: 13). Dan keduanya, dipanggil al-Qur’an secara eksplisit dan setara, untuk beriman dan berkontribusi dalam kerja-kerja kebaikan di dunia dan akhirat (QS. an-Nahl, 16: 97).  Wallahu a’lam bish-showab.

Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir, biasa disapa Kang Faqih adalah alumni PP Dar al-Tauhid Arjawinangun, salah satu wakil ketua Yayasan Fahmina, dosen di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan ISIF Cirebon. Saat ini dipercaya menjadi Sekretaris ALIMAT, Gerakan keadilan keluarga Indonesia perspektif Islam.

Terkait Posts

Menjawab Salam dari Non-Muslim

Cara Menjawab Salam dari Non-Muslim

30 September 2022
Relasi Antar Umat Berbeda Agama

Ayat-ayat Relasi antar Umat Berbeda Agama dalam Perspektif Mubadalah

24 September 2022
Larangan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi

Dalil Tentang Larangan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi

14 Juni 2022
Perbedaan Makna Al-Wa’d dan Al-‘Ahd dalam al-Qur’an

Perbedaan Makna Al-Wa’d dan Al-‘Ahd dalam al-Qur’an

28 Mei 2022
Suara Perempuan dalam Al-Qur’an yang Didengar Allah

Suara Perempuan dalam Al-Qur’an yang Didengar Allah

21 Mei 2022
Ladang Kebaikan

Suami Juga Ladang Kebaikan bagi Istri

5 April 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Satu Abad NU

    Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Saw Menyambut Ceria Kehadiran Anak Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Teladan Bersolidaritas dan Pesan Moral Untuk Masa Depan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Fatherless dan Peran Ayah bagi Anak Perempuannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pada Masa Nabi Saw, Sahabat Perempuan Pun Pernah Mengajukan Cerai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian
  • Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist