• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Mengapa PBB Penting Membela Anak Perempuan?

Mubadalah Mubadalah
14/10/2022
in Kolom
0
Mengapa PBB Penting Membela Anak Perempuan?

Mengapa PBB Penting Membela Anak Perempuan?

26
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id- Mengapa PBB penting membela anak perempuan?  Setiap tanggal 11 Oktober kita memperingati Hari Anak Perempuan Internasional. Peringatan ini dimulai pada tahun 2012, berdasarkan Resolusi PBB Nomor 66/140, pada tanggal 19 Desember 2011. ‘

Tujuannya mendorong setiap negara dan warga dunia memberikan perhatian khusus bagi anak perempuan untuk bisa tumbuh dan berkembang tanpa diskriminasi, terutama anak perempuan dengan disabilitas, memperketat perizinan pernikahan, dan upaya menghentikan pernikahan anak di seluruh dunia.

Selain tujuan tersebut, peringatan ini juga dimaksudkan pencapain Millenium Developent Goals (MGDs) yang kini menjadi Sustainable Development Goals (SDGs).

Mengapa PBB Penting Membela Anak Perempuan?

Dalam budaya patriarkhi, diskriminasi terhadap anak perempuan sudah terjadi sejak di ruang privat atau rumah tangga. Anak perempuan memiliki kerentanan yang berbeda (khas) tinimbang laki-laki. Bentuk ketidakadilan yang dialami anak perempuan (dan juga perempuan) seperti strotype negative, diskriminasi perlakuan, marginalisasi atau meminggiran terhadap akses, eksploitasi, serta kekerasan berbasis gender yang sengaja ditujukan pada tubuh perempuan akibat keperempuanannya itu (Mansour Faqih, Analisi Gender dan Transformasi Sosial, 2001).

Itu sebabnya, sejak tahun 1981, PBB telah menaruh perhatian sangat serius pada nasib perempuan dengan mensahkan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi pada Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of Diskrimination Against Women) tahun 1981. Indonesia telah meratifikasinya menjadi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Peringatan hari anak perempuan di atas, dimaksudkan lebih mengkhususkan agar tidak ada lagi anak perempuan yang mendapatkan diskriminasi ataupun paksaan dalam pernikahan.

Pernikahan anak merupakan permasalah serius. Konvensi tentang usia minimum untuk menikah dan pendaftaran pernikahan sudah diadopsi PBB sejak 1962  melalui resolution 1763 A (XVII). Pasal 2 memandatkan tiap Negara menentukan batasan usia minimum pernikahan. Konvensi ini juga mengingatkan Negara akan Resolusi 843 (IX) tahun 1954, bahwa adat, hukum dan praktek-praktek terkait perkawinan yang tidak sesuai dengan prinsip HAM harus ditinjau ulang.

Dalam dokumen SDGs, Goals 5 Tujuan 3 menarasikan agar setiap negara menghilangkan semua praktek-praktek berbahaya, seperti pernikahan dini.

Akan tetapi, di Indonesia, pernikahan anak sudah sangat mengkhawatirkan karena jumlah yang selalu meningkat. Jumlah anak perempuan usia 10-14 tahun yang sudah menikah yakni 4,8% atau sekitar 22.000 orang. Pada usia 15-19 tahun mencapai 41,9%. Bila dibandingkan dengan laki-laki pada usia yang sama, jumlah perempuan mencapai 11,7 % sedangkan laki-laki 1,6% (Riskesdas, 2010). Ditahun yang sama, UNICEF melaporkan 34,5% anak perempuan Indonesia di bawah 19 tahun sudah menikah.

Hukum juga tidak memberikan perlindungan bagi anak perempuan terbebas dari pernikahan anak. Melalui putusan Mahkamah Konstitusi No.30-74/PUU/XII/2014 usia minimum menikah juga tak berubah. Perempuan tetap 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Menikah di bawah usia di atas masih boleh dilakukan jika mendapatkan izin dari Pengadilan Agama.

Padahal, pernikahan anak memiliki resiko yang tinggi. Indonesia Demographic and Health Survey tahun 2012 menyebutkan bahwa 22% perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun berakhir dengan perceraian mencapai 50%. Data terbaru dari Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia tahun 2015 mengungkapkan Indonesia menduduki ranking kedua teratas pernikahan anak perempuan di Asia Tenggara. Karena 2 juta dari 7,2 perempuan Indonesia berusia di bawah 15 tahun sudah menikah dan putus sekolah.

Selain putus sekolah, pernikahan anak juga menyumbang tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yakni 359/100.000 kelahiran hidup tahun 2012. AKI Indonesia adalah yang tertinggi yakni 228 bila dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN pada tahun 2007. Terendah yakni Singapura 6/100.000 (SDKI dan BPS 1991-2012).

Pernikahan anak juga berdampak pada kematian bayi/anak yang akan dilahirkan. UNICEF melaporkan selama tahun 1998-2007 anak-anak dari ibu yang kurang berpendidikan memiliki angka kematian bayi/anak yang tinggi yakni 73/1.000 kelahiran hidup. Sedangkan pada anak-anak dari ibu yang berpendidikan menengah atau lebih tinggi adalah 24/1.000 kelahiran hidup. Perbedaan ini disebabkan perilaku dan pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik diantara perempuan-perempuan yang berpendidikan.

Merubah Paradigma

Anak perempuan sering kali dianggap asset keluarga. Mereka senantiasa dijadikan tumbal untuk menyelamatkan situasi. Ketika sebuah keluarga dalam keadaan miskin dan terbatas sumber daya ekonomi, maka menikahkah anak perempuan terutama pada laki-laki kaya dan beruang adalah jawaban untuk mempertahankan hidup seluruh anggota keluarga (Bart Rwezaura, The Changing Context of Sub-Saharan Africa, 1994). Padahal, karena usianya yang belum dewasa, posisi anak perempuanpun makin rentan setelah pernikahan. Ia senantiasa berada di bawah kontrol laki-laki, terutama desakan untuk hamil, melahirkan.

Itu sebabnya, dalam al-Qur’an surat an-Nisaa’ ayat 6, yakni:

وَابْتَلُواْ الْيَتَامَى حَتَّىَ إِذَا بَلَغُواْ النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْداً فَادْفَعُواْ إِلَيْهِمْ أَمْوَا

‘Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya’.

Ayat tersebut memberikan arahan bahwa pernikahan hanya dimungkinkan bila anak sudah cukup umur, bukan usia anak lagi. Kecukupan umur bisa dilihat dari tiga aspek; secara biologis, psikis, dan sosial. Rata-rata pada usia di atas 18 tahunlah alat-alat reproduksi anak perempuan telah siap. Kesiapan fisik atau biologis inipun harus ditunjang kesiapan psikis dan sosial.

Anak perempuan dengan segala kerentanannya dan hidup dalam budaya patriarkhi seperti ini penting mendapatkan pembelaan dan perhatian serius. Jika dunia sudah kencang berteriak menghentikan pernikahan anak, kampanye hari anak perempuan internasional juga mengusung tema yang sama, mengapa Indonesia masih tak mau bergerak dari sikapnya? Ironis.

Demikian penjelasan mengapa PBB penting membela anak perempuan? Sebab anak perempuan rawan menjadi korban kekerasan, diskriminasi, dan pelecehan seksual. (Baca juga:Rentannya Reproduksi Anak Perempuan)

Tags: Hari anak perempuan InternationalPBBperempuanperingatan hari perempuan
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version