• Login
  • Register
Sabtu, 24 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Mengasuh Anak Tugas Siapa?

Saya sendiri yang secara teori terus berusaha memahami tugas pengasuhan anak oleh Ayah, tidaklah mudah. Kita perlu kesiapan mental, fisik dan lainnya

Mamang Haerudin Mamang Haerudin
29/03/2023
in Keluarga
0
Mengasuh Anak Tugas Siapa

Mengasuh Anak Tugas Siapa

439
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebelum saya mengulas tentang “Mengasuh anak tugas siapa?” ingin berbagi pengalaman di bulan Ramadan ini yang sangat istimewa bagi kami. Bahkan hari ini pas 3 bulan kelahiran anak pertama, yang kami beri nama Mawlaya Alnufais Muhammad. Tadi malam, termasuk malam-malam sebelumnya, Alnu sering kali melek di jam-jam larut malam. Saya dan istri sudah barang tentu sebisa mungkin menjadi orang tua yang bergantian mengasuh dan menjaga anak. Yang membuat saya mau melek mengasuh Alnu walau malam telah larut adalah belajar menjadi Papih yang baik, saya niatkan ibadah dan menikmati anugerah dari Allah.

Teladannya jelas Nabi Muhammad Saw. Betapa beliau mau bergantian menjadi Ayah yang mengasuh anak-anak bahkan cucu-cucunya. Hanya saja di negara kita budaya patriarkhi telah banyak mempengaruhi. Di mana mengasuh anak seolah-olah hanya tugas ibu, bukan menjadi tugas bersama Ayah. Kalau pun Ayah mau mengasuh anak, itu sekadarnya saja, sambil lalu, yang tidak didasari oleh sensitivitas gender.

Bahkan banyak terjadi orang tua, antara Ayah dan Ibu yang sama-sama punya tugas mengasuh anak, semata-mata bukan atas dasar kesadaran gender. Melainkan karena reaksi pasif, yang pada prinsipnya tetap menganggap bahwa mengasuh anak, selain memasak, mencuci pakaian, dll, adalah kodrat perempuan. Jadi di sini saya mau mengatakan sekali lagi bahwa motif seorang Ayah mengasuh anak itu tidak selalu berdasarkan kesadaran gender yang basisnya agama.

Problem Pengasuhan Anak

Lalu apakah betul pengasuhan anak masih terdominasi oleh ibu? Jawabannya memang betul. Sebab struktur sosial dan dogma agama kita menghendaki demikian. Perlu waktu yang tidak sebentar untuk mendobraknya. Sampai kemudian beberapa realitas yang menunjukkan bahwa sudah mulai ada Ayah yang berperan mengasuh anak. Meski itu biasanya masih dalam jumlah kecil, jarang sekali terjadi.

Kalau pun ada jika ada seorang Ayah yang membawa anak kecilnya ke tempat kerja, Ayah yang mengantarkan anaknya ke sekolah. Termasuk misalnya Ayah yang mengambil rapot ke sekolah anaknya dan beberapa contoh kasus yang lain. Ini masih bisa kita pastikan masih sangat jarang. Belum mencapai kesadaran diri dan kolektif yang masif.

Baca Juga:

Jalan Mandiri Pernikahan

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Budaya patriarkhi yang akut ini ditambah oleh kenyataan bahwa mengasuh anak tidaklah gampang. Sehingga yang saya maksud mengasuh anak ini bukan hanya ketika anak telah mencapai usia sekolah, melainkan mengasuh sejak dari bayi sampai seterusnya. Saya sendiri yang secara teori terus berusaha memahami tugas pengasuhan anak oleh Ayah, tidaklah mudah. Kita perlu kesiapan mental, fisik dan lainnya. Tidak aneh jika kemudian para Ayah enggan melibatkan diri dalam pengasuhan anak sejak bayi dan ini yang kemudian banyak menyebabkan para ibu mengalami stres dan syndrom.

Nama Belakang Anak

Persoalan nama belakang anak yang kita nisbatkan kepada anak misalnya ini bisa jadi bagian dari produk patriarkhi. Seperti anak pertama saya ini yang di belakang namanya saya sematkan nama “Muhammad”, ini selain tabarukan kepada Rasulullah juga karena nama saya (nama Papihnya Alnu) ada unsur Muhammad-nya. Tapi bagi saya ini tidak masalah kalau konteksnya disematkan kepada anak laki-laki. Kecuali kalau anaknya perempuan, boleh misalkan menisbatkan nama belakang kepada ibunya, meskipun lagi-lagi ini mungkin tidak lumrah.

Lalu ketika dalam suatu acara tertentu, anak kita mendapatkan penghargaan karena prestasi, lalu yang mengambil hadiah itu adalah selalu Ayahnya, ini juga perlu diperbaiki. Dan kita sendiri yang harus melakukan perubahan itu, sehingga ke depan bisa secara bergantian, yang mengambil penghargaan itu bisa Ayah atau Ibu. Tidak melulu ayah atau ibu.

Sehingga dalam pada itu, yang mula-mula harus terus kita kedepankan adalah edukasi wawasan gender tentang parenting. Agar segala keputusan dalam pengasuhan anak didasari atas wawasan gender yang adil. Bukan karena kebetulan atau alasan lainnya. Karena bagaimana pun “memajukan” perempuan itu perlu upaya yang serius dan berkelanjutan.

Beri Perangkat Pendukung bagi Ibu

Bahkan tidak hanya cukup pada pemberian wawasan, melainkan juga harus kita sediakan perangkat pendukung agar para ibu mampu berpikir dan bertindak mandiri. Perangkat itu misalnya bagaimana ke depan para ibu bisa mandiri secara ekonomi dan seterusnya. Sehingga ketika terjadi misalnya dalam prosesi wisuda di mana hanya ada satu perwakilan orang tua yang maju ke depan, tidak lagi kita jadikan pertarungan identitas antara Ayah dan ibu.

Asalkan wawasan gendernya kita pahami dan lalu kita musyawarahkan, siapa pun yang maju mewakili anaknya wisuda, apakah Ayah atau ibunya, tidak akan lagi menjadi masalah. Sebab kesetaraan gender itu selain kesalingan juga berbagi peran. Dalam acara wisuda anak yang maju adalah Ayahnya, nah nanti yang maju saat anaknya ada acara lain, bergantian adalah ibunya.

Bicara pengasuhan anak akan semakin kompleks dan rumit kalau kita lihat realitasnya di Desa-desa. Ibu-ibu yang anaknya banyak, rumahnya jelek, suaminya bekerja serabutan, dan masih banyak problem lainnya. Persis seperti apa yang saya lihat di sini, di Desa saya sendiri. Berat sekali. []

Tags: AuahIbukeluargaKesalinganMengasuh anakorang tuaparentingrumah tangga
Mamang Haerudin

Mamang Haerudin

Penulis, Pengurus LDNU, Dai Cahaya Hati RCTV, Founder Al-Insaaniyyah Center & literasi

Terkait Posts

Alat KB

Dalil Agama Soal Kebolehan Alat KB

22 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hj. Biyati Ahwarumi

    Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version