• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Mengenal Tradisi Malam Satu Suro dan Korelasinya dengan Masa Kini

Malam satu Suro sangat erat kaitannya dengan masyarakat Jawa. Malam ini, bahkan satu bulan ini punya kekhasan tersendiri

Salsabila Septi Salsabila Septi
08/07/2024
in Pernak-pernik
0
Tradisi Malam Satu Suro

Tradisi Malam Satu Suro

711
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id- Awal tahun pada penanggalan Islam atau bulan Muharram jadi awal tahun yang penuh panjatan doa. Doa akhir tahun dan awal tahun menggema di surau-surau. Pergantian tahun ini, masyarakat Jawa kenal dengan nama Bulan Suro. Malam satu Suro sangat erat kaitannya dengan masyarakat Jawa. Malam ini, bahkan satu bulan ini punya kekhasan tersendiri. Dari beragam mitos yang menyebar hingga tradisi masyarakat.

Hidup di negara dengan 1340 suku ini pastinya punya keragaman yang beragam pula. Sama halnya dengan tradisi malam satu Suro tadi. Banyak tradisi yang khususnya masyarakat Jawa lakukan untuk mengusir bala atau musibah pada bulan ini. Tradisi ini merekat pada masyarakat, dan turun temurun dengan kepercayaan penuh.

Beberapa hal yang masyarakat khususnya masyarakat Jawa lakukan pada bulan ini yaitu pantangan, tradisi, hingga beragam mitos-mitos yang beredar. Dan berikut kegiatan satu Suro yang masyarakat Jawa masih lakukan  hingga kini.

Pantangan Malam Satu Suro

Pantangan atau larangan sendiri memiliki arti sebagai segala sesuatu yang tidak dapat dilakukan. Pada Bulan Suro beragam pantangan masih masyarakat percaya hingga kini. Seperti larangan keluar pada malam hari ketika malam satu Suro, larangan mengadakan pesta seperti pernikahan atau tasyakuran lain. Hingga pindah rumah atau membangun rumah pada bulan ini.

Dalam anggapan masyarakat Bulan Suro masih erat kaitannya dengan bulan sial dan banyak orang meminta tumbal ketika bulan ini. Jika melakukan beragam kegiatan pada bulan ini kepercayaan akan kesialan yang terjadi masih cukup kuat pada masyarakat. Selain itu, vibrasi alam semesta juga mendukung beragam ritual pada malam satu Suro. Jika kalian ingat, juga ada beberapa film khusus yang membahas malam ini.

Baca Juga:

Makna Hijrah: Pesan Untuk Memanusiakan Perempuan

Amalan Salafuna Saleh di Akhir dan Awal Tahun Hijriah

Muharam Bulan Istimewa; Begini Penjelasan Quraish Shihab

Menyambut Muharam Sebagai Bulan Kesetaraan

Kepercayaan tidak dapat langsung kita bantah begitu saja. Banyak sejarah yang terkandung, hingga masih masyarakat percaya hingga kini. Tetapi mengutip ungkapan Buya Yahya bahwa Allah menciptakan semua bulan adalah bulan baik. Dan hanya bulan yang penuh dengan maksiat yakni bulan yang buruk.

Melestarikan Tradisi

Tradisi. Selain pantangan tadi ada beragam tradisi yang masih masyarakat lakukan ketika pergantian bulan suro ini. Melestarikan tradisi ini masih jadi kebiasaan beberapa orang bahkan masyarakat tertentu. Kegiatan yang dilakukan seperti tradisi Jenang Suran. Yaitu tradisi pemanjatan doa-doa atau tahlilan di kompleks makam istana Yogyakarta. Selain doa para abdi dalem juga melakukan arak-arakan ubo ambe yang terdiri dari jenang suran, tumpeng dan beragam lauk lainnya.

Tradisi Kebo Bule, tradisi ini masyarakat Jawa lakukan dengan mengawal Kebo atau Kerbau yang membawa pusaka Keraton Solo pada malam satu Suro. Kebo Bule melambangkan keselamatan masyarakat Jawa dan doa-doa yang dipanjatkan untuk Tuhan. Kerbau yang digunakan merupakan warisan dari kerajaan sebelumnya yang sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu.

Baik pantangan maupun tradisi itu merupakan sebuah kegiatan dalam masyarakat yang terbentuk dalam waktu lama. Tradisi ini sangat erat dengan kearifan lokal yang jadi ciri utama masyarakat Indonesia. Tetap melestarikan kegiatan yang tidak bertentangan dengan agama manapun adalah tugas kita sebagai generasi penerusnya.

Komunikasi Sebagai Jembatan Antar Tradisi dan Masa Kini

Beragam tradisi bisa saja memiliki anggapan yang tidak relevan apalagi tidak berdasar pada ajaran agama. Tetapi menghormatinya adalah kewajiban yang harus kita lakukan. Menjelaskan bahwa hal ini adalah mitos juga perlu dilakukan. Sebagai generasi yang terpapar banyak informasi sepertinya kita tidak bisa langsung menolak mentah-mentah beragam kepercayaan malam satu Suro ini.

Kepercayaan ini ada ratusan tahun yang lalu dengan kisah yang melebihi usia manusia. Kepercayaannya mendarah daging diantara generasi. Sama halnya dengan budaya patriarki yang salah namun tetap langgeng dalam kehidupan. Melakukan komunikasi dan keterbukaan pemikiran dalam hidup yang berdampingan dengan beragam budaya ini.

Memberikan pengertian yang baik juga perlu dilakukan. Kebiasaan ini sudah membudaya dan terkadang diaminkan oleh beragam media. Sebagai anak muda khususnya, tahu akan sejarah, menyampaikan apa yang benar dan juga berdasar. Perjalanan ini memang bukan hal mudah, tetapi jika konsisten melakukannya, akan mendapat hasil yang baik ke depannya.[]

Tags: MuharamTradisi Malam Satu Suro
Salsabila Septi

Salsabila Septi

Menulis untuk ketenangan, dan menjaga alam untuk kemaslahatan.

Terkait Posts

KB

KB dalam Pandangan Riffat Hassan

20 Mei 2025
KB

KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

20 Mei 2025
KB dalam Islam

KB dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kebangkitan Ulama Perempuan

    Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tuhan Menyayangi Perempuan: Melihat Maksud Tuhan Di Balik Kodrat Haid

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version