• Login
  • Register
Minggu, 14 Agustus 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Mengenang Sosok Perempuan dalam Sejarah Nusantara

Ketika membahas wali Allah di Nusantara, wawasan kita kebanyakan berputar pada sosok keramat laki-laki, dan masih kurang akrab dengan sosok keramat perempuan sebagai wali

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
13/12/2021
in Khazanah
0
Sejarah

Sejarah

87
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada beberapa kesempatan saat menjadi narasumber diskusi bersama mahasiswa, saya bertanya kepada peserta siapa saja ulama atau wali di Nusantara yang mereka ketahui. Umumnya mereka menjawab Wali Songo, KH. Hasyim Asy’ari, dan ulama laki-laki lainnya. Sangat jarang ada yang menyebutkan nama perempuan ulama.

Hal yang sama juga terjadi ketika saya bertanya seputar sejarah bangsa Indonesia secara umum. Kebanyakan dari mereka lebih akrab dengan tokoh pejuang laki-laki ketimbang perempuan. Misalnya, ketika mendengar kata dewantara, umumnya mereka hanya tahu Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat), dan masih sangat asing dengan sosok Nyi Hajar Dewantara (R.A. Sutartinah).

Jika membahas Perang Jawa (yang meletus pada 1825 M), mereka lebih akrab dengan sosok Pangeran Diponegoro, Kiai Mojo, Sentot, daripada Nyi Ageng Serang. Padahal, Nyi Ageng Serang juga termasuk tokoh sentral dalam perang tersebut.

Kebanyakan wawasan sejarah para peserta diskusi yang saya temui masih sering berputar dalam lingkup sosok laki-laki. Sementara, hanya sedikit sosok perempuan yang mereka ketahui.

“Kamu” bisa mengira kalau, “Itu sebab kurangnya sosok perempuan yang ‘pantas’ ditulis dalam sejarah, sehingga wajar jika yang lebih banyak diketahui orang adalah tokoh laki-laki.”

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Nyai Pinatih, Sosok Perempuan Penyebar Islam di Gresik
  • Khadijah bint Suhnun : Sosok Perempuan Ulama yang Ahli Hukum
  • Metodologi Fatwa KUPI Merespon Persoalan dengan Mengintegrasikan Pengalaman secara Seimbang
  • Musyawarah Keagamaan KUPI, Memastikan Pesan Kerahmatan Islam Tersampaikan

Baca Juga:

Nyai Pinatih, Sosok Perempuan Penyebar Islam di Gresik

Khadijah bint Suhnun : Sosok Perempuan Ulama yang Ahli Hukum

Metodologi Fatwa KUPI Merespon Persoalan dengan Mengintegrasikan Pengalaman secara Seimbang

Musyawarah Keagamaan KUPI, Memastikan Pesan Kerahmatan Islam Tersampaikan

Namun saya juga dapat mengatakan kalau itu bias dari pandangan yang mengidentikkan sifat keulamaan dan kepahlawanan kepada laki-laki, dan perempuan ya cukup di dapur saja. Sehingga, tanpa sadar otak kita terprogram untuk tabu memikirkan perempuan-perempuan hebat dalam sejarah. Alhasil, kita kurang mencari dan menggali kiprah dari sosok perempuan.

Nyatanya, banyak sosok perempuan yang pantas ditulis dalam sejarah, sayangnya kita yang masih agak malas untuk mengenang (mempelajari maupun menuliskan sosok) mereka. Harus diakui kalau perempuan masih kurang diperhatikan dalam diskursus sejarah Islam Nusantara, ya termasuk juga dalam sejarah Nusantara secara umum.

Selain itu, fokus sentral kebanyakan orang dalam mengkaji sejarah masih berat sebelah pada sosok laki-laki. Misalnya, jika membahas awal mula masuknya Islam di Nusantara kebanyakan kajian menyoroti Wali Songo. Hal ini wajar saja, sebab Wali Songo memang nyata punya kiprah besar dalam Islamisasi Nusantara.

Namun yang disayangkan ketika mengkaji sosok perempuan, seperti Siti Fatimah binti Maimun, masih kurang menelusuri dan mengangkat kiprahnya dalam sejarah Islamisasi. Selama ini kajian terkait Siti Fatimah binti Maimun sebatas sebagai bukti tertua masuknya Islam di Nusantara, sebab tahun di nisannya menunjukkan 495 H atau 1082 M. Sehingga, ketika mendengar nama Siti Fatimah binti Maimun (perempuan) yang terpikir hanya batu nisan, bukan sosok penyebar Islam.

Ketika membahas wali Allah di Nusantara, wawasan kita kebanyakan berputar pada sosok keramat laki-laki, dan masih kurang akrab dengan sosok keramat perempuan sebagai wali. Kita akan mudah menerima Kiai Kholil Bangkalan sebagai wali, sebab beliau adalah sosok ulama yang keramat. Lantas, bagaimana jika Nyai Muthmainnah–keturunan Kiai Kholil Bangkalan yang saat ini termasuk pemimpin Pesantren Syaikhona Kholil–yang oleh masyarakat diyakini sebagai “nyai keramat” juga disebut wali?

Jika berat menerima, maka tanpa sadar kamu masih terjebak dalam lingkar pemikiran kalau wali Allah itu mesti laki-laki.

Beberapa historiografi Islam Nusantara yang bernuansa agak romantis Islami juga cenderung menempatkan perempuan sebagai pihak kedua. Misalnya, dalam sejarah Islam di Bolaang Mongondow, terdapat cerita pernikahan Kilingo dengan Raja Jakobus Manuel Manoppo (1833-1858). Kilingo adalah putri Imam Tueko yang merupakan pemimpin salah satu jaringan ulama dari Gorontalo yang menyebarkan Islam di Bolaang Mongondow.

Dalam hal ini, sosok Kilingo banyak dibahas saat menceritakan sejarah keislaman raja tersebut, sementara kiprahnya dalam dakwah Islam kurang mendapat sorotan. Padahal, dia juga merupakan salah satu ulama yang turut memainkan peran dalam kesuksesan dakwah jaringan ulama Gorontalo.

Statement ini bukan berarti saya mengabaikan urgensi keislaman raja (penguasa) dalam dakwah Islam di Nusantara, hanya saja perlu disadari bahwa kiprah perempuan dalam Islamisasi Nusantara tidak hanya sebatas menikah dengan raja atau elite, kan? Perempuan juga memainkan peran besar dalam Islamisasi. Sebagian sosok bahkan mengisi peran keulamaan, seperti Kilingo yang termasuk dalam anggota jaringan ulama Gorontalo.

Penulisan sejarah dan pengkajian seputar kiprah perempuan dalam sejarah Nusantara harus terus digiatkan. Hal ini bukan berarti ingin membandingkan sosok laki-laki dengan perempuan, melainkan berangkat dari kesadaran bahwa ada banyak perempuan Nusantara yang sosoknya pantas untuk dikenang dalam sejarah.

Sejarah Nusantara tidak hanya mengandung his-story (kisah laki-laki), namun juga kaya her-story (kisah perempuan). []

 

Tags: Perempuan NusantaraPerempuan UlamaSejarah NusantaraSejarah Perempuan
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

nikah sirri

Beri Sanksi Tegas Bagi Pelaku Nikah Sirri

14 Agustus 2022
Nabi Ibrahim

Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (4)

13 Agustus 2022
Sudahkah Kita Beragama

Sebagai Manusia, Sudahkah Kita Beragama?

13 Agustus 2022
fiqh

Fiqh Itu Tidak Statis

13 Agustus 2022
satu visi

Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (3)

13 Agustus 2022
Nabi Melarang Menyakiti

Tegas! Nabi Melarang Menyakiti Warga Non-Muslim

13 Agustus 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berbagi Suami

    Ini Bukan tentang Drama Berbagi Suami, Tapi Nyata Ada

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Kemerdekaan bagi Para Penyintas Kesehatan Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sebagai Manusia, Sudahkah Kita Beragama?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masalah Ketimpangan Gender dalam Dunia Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fiqh Itu Tidak Statis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Beri Sanksi Tegas Bagi Pelaku Nikah Sirri
  • Makna Kemerdekaan bagi Para Penyintas Kesehatan Mental
  • Masalah Ketimpangan Gender dalam Dunia Pendidikan
  • Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (4)
  • Sebagai Manusia, Sudahkah Kita Beragama?

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist