• Login
  • Register
Minggu, 26 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menilai Perempuan Bukan dari Persoalan Fisik dan Tampilan

Setiap perempuan memiliki karakter unik yang melekat pada diri masing-masing mereka. Hal itu, tidak terlepas dari kisah perjalanan hidup setiap individu perempuan

Sekar1703 Sekar1703
19/11/2021
in Personal
0
Ibu

Ibu

278
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perempuan kerap kali dinilai sebagai makhluk yang memiliki kepribadian lemah, tidak berdaya, ataupun tidak memiliki pilihan. Stigma seperti ini, tentunya menjadikan pelemahan karakter perempuan yang sesungguhnya. Terlepas dari kepemilikan kepribadian perempuan yang beragam. Namun disamaratakan dengan adanya penilaian, seolah perempuan tidak memiliki kesempatan menunjukkan jati dirinya.

Pelemahan karakter perempuan sering diterpa dengan persoalan fisik maupun perihal yang dikenakan. Misalnya saja, perempuan yang memiliki bibir yang tipis dikatakan perempuan yang cerewet. Ataupun perempuan yang mengenakan pakaian berwarna gelap mempunyai kepribadian yang tertutup.

Bagaimana perempuan dapat mejnelaskan tentang dirinya, jika sudah terhalang dengan stigma yang telah menghakimi duluan pada karakter perempuan?

Padahal semua itu, tidak ada hubungannya dengan kepribadian dari seorang perempuan. Penilaian tentang karakter perempuan tentunya tidak bisa disimpulkan begitu saja. Perempuan juga manusia utuh atas kemanusiaannya, yang dinilai atas dasar prestasi dan dedikasi dalam memberdayakan dirinya.

Setiap perempuan memiliki karakter unik yang melekat pada diri masing-masing mereka. Hal itu, tidak terlepas dari kisah perjalanan hidup setiap individu perempuan. Baik itu perempuan yang dididik untuk bersikap kuat, beretika, pandai bersyukur, dan karakter lain di luar dari pengalaman yang dimiliki.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • 3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan
  • 5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili
  • Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

Baca Juga:

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan

3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan

5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili

Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

Teringat dengan kisah istri Rasulullah SAW, yakni Sayyidah Aisyah binti Abu Bakar As Siddiq atas kepandaiannya dalam meriwayatkan hadits. Kecerdasan yang dimiliki Aisyah tentunya tidak terlepas dari kedekatannya dengan Rasulullah, yang diajarkan perihal kebaikan maupun dakwah Islam.

Kesempatan Aisyah yang mampu menunjukkan kelebihan dirinya, menunjukkan bahwa seorang perempuan pada waktu itu terdorong atas sebuah relasi yang dimilikinya. Layaknya Aisyah yang mendapatkan dukungan tersebut dari Rasulullah SAW.

Kisah perempuan lainnya berasal dari Indonesia, yaitu Raden Ajeng Kartini seorang yang dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pada masa pribumi nusantra. RA Kartini bentuk dari cerminan diri seorang perempuan yang mampu menunjukkan jati dirinya melalui tulisan.

Di dalam tulisannya RA Kartini menyampaikan rasa prihatinnya terhadap kondisi perempuan Jawa yang masih terikat adat dan kondisi patriarki pada masa itu. Seperti perempuan tidak boleh sekolah, dijodohkan dengan laki-laki yang tidak dikenal, bersedia dimadu, dan dipingit.

Kepiawaian RA Kartini memunculkan ide emansipati dalam tuliasnnya, tidak terlepas dari peran Kakaknya Raden Sosrokartono. RA Kartini mendapatkan saluran ilmu dari Raden Sosrokartono begitu juga dorongan untuk terus menyampaikan kritik sosial, tentang kondisi dan kehidupan perempuan disekitarnya.

Dorongan lainnya juga RA Kartini dapatkan dari suaminya Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. RA Kartini mendapatkan dukungan penuh oleh suaminya dalam mendirikan sekolah wanita, yang merupakan cita-cita RA Kartini dalam memperdayakan perempuan-perempuan pribumi.

Mendapatkan dukungan dan respon positif dari lingkungan, berhak pula didapatkan perempuan lainnya. Baik dari keluarga, teman, organisasi, maupun tempat kerja.

Apabila relasi dapat terbentuk dengan baik dan hangat, hal ini membuat perempuan tidak risau lagi dalam memperlihatkan citranya pada publik tanpa takut dengan penilaian negatif atas stigma perempuan.

Maka dari itu, Rasulullah SAW mengantarkan Islam sebagai pencerah mengembalikan martabat perempuan yang tidak lagi dinilai sebagai mahkhluk yang rendah.  Melainkan memanusiakan perempuan sebagai makhluk yang berkarakter.

Mengutip dalam QS. Al Anbiya’ ayat 107 yang menerangkan, bagaimana Islam hadir sebagai bentuk rahmat atau karunia yang diberikan pada semua umat, tak terkecuali dengan perempuan.

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ ١٠٧

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam

Islam hadir menciptakan kedamaian melepaskan belenggu perempuan pada jaman jahiliyah yang dipandang memiliki kedudukan yang rendah.

Menjadi perempuan yang berkarakter, menunjukkan bahwa perempuan tidak cukup jika dinilai dari satu sisi saja. Bagaimana perempuan itu menyampaikan pendapatnya, terlibat dalam suatu forum, serta kontribusi dalam kehidupan sosial. Perempuan berhak mendapatkan penilaian yang positif, bukan lagi direndahkan ataupun dilemahkan karakternya.

Apapun karakter yang dimiliki perempuan, baik dari berbagai latar belakang manapun. Perempuan bukan lagi dinilai dari fisik maupun perihal yang mekekat pada dirinya. Melainkan apa yang diberikan sebagai dedikasi untuk memberdayakan dirinya sendiri. []

 

 

Tags: emansipasiislamkeadilanKesetaraanperempuan
Sekar1703

Sekar1703

Sekarwati, lahir di Demak, 17 Maret 1999. Seorang mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Walisongo Semarang. Sedang aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) MISSI Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) dan juga sedang mengkaji tentang isu perempuan dan aktivis perempuan dalam majalah LPM MISSI.

Terkait Posts

Target Ibadah Ramadan

3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan

25 Maret 2023
Memilih Childfree

Salahkah Memilih Childfree?

24 Maret 2023
Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui Saat Ramadan

23 Maret 2023
Menjadi Minoritas

Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

21 Maret 2023
Rethink Sampah

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

20 Maret 2023
Perempuan Bukan Sumber Fitnah

Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah

18 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Puasa dan Intoleransi

    Puasa dan Intoleransi: Betapa Kita Telah Zalim Pada Sesama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ramadan Tiba, Kesehatan Gigi dan Mulut Harus Tetap Terjaga
  • Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • 3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist