• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Menjadikan Buku Sebagai Jembatan Dialog Antar Zaman

Buku tidak dikenalkan sebagai satuan sumber pengetahuan yang kaku. Membaca buku A, bukan berarti secara membabi buta bahwa si pembaca harus percaya, manut, dan membenarkan secara seratus persen kandungan di dalamnya

Thoah Jafar Thoah Jafar
07/12/2021
in Pernak-pernik
0
Qadha Puasa, dan Praktik Kesalingan dalam Fikih Mubadalah

Qadha Puasa, dan Praktik Kesalingan dalam Fikih Mubadalah

120
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Zaman boleh bergerak, tren bisa berganti. Tetapi soal komunikasi orang tua dan anak, pantang terputus. Orang tua, memang dibebankan amanat untuk mengawal dan menunjukkan hal-hal yang baik, begitu sebaliknya, sang anak tetap punya tanggung jawab hormat dan berbakti.

Komunikasi orang tua anak makin menarik ditemui dalam beberapa dekade belakangan ini. Anak-anak yang menyandang predikat gen Z, yang konon berkarakter kritis, tak gampang puas, dan selalu haus dengan aneka ragam bidang pengetahuan dan keilmuan mesti secara bijak dihadapi orang tua dengan hasil tempa pengalaman yang cenderung manual dan terbatas.

Orang tua lahir dari pendidikan yang berkiblat lurus pada kurikulum lantaran ketiadaan informasi lain yang diterima pada zamannya, sehingga harus secara arif mendampingi anak-anak yang memang ditakdirkan lahir di tengah banjir informasi. Perkaranya, maukah dua generasi itu untuk saling rela menyejajarkan diri dalam berdialog? Ya, meski dengan risiko ada yang harus ikhlas merendah, juga ada pula yang harus mengejar ketertinggalan.

Tak perlu teori berkepanjangan, secara sadar atau tidak, hal itu sebenarnya sudah terjadi hari ini. Contohnya, seorang ibu bertanya kepada sang anak yang masih usia belasan tahun tentang cara aktivasi Instagram, atau perangkat teknologi terbaru lainnya. Pun sebaliknya, sang anak yang menodong ibunya tentang cerita-cerita di masa muda, alias pengalaman yang mestinya sudah lama dikubur dalam-dalam.

Pertautan dialog itulah yang kemudian membutuhkan pola komunikasi yang baik dan bijak. Jika tidak, keduanya akan semakin tidak nyambung, sulit kontrol, dan berjalan di masing-masing dunianya sendiri.

Baca Juga:

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

Peran Penting Ayah di Masa Ibu Menyusui

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

Buku sebagai jembatan

Selain sikap terbuka dan saling rela yang harus dimiliki para orang tua, teknik komunikasi juga bisa dibantu dengan keberadaan benda fisik yang memang sampai detik ini tetap dianggap sebagai sumber pengetahuan, sekaligus dengan peran yang belum tergeser zaman. Ialah buku bacaan, ia akan menjadi sebuah jembatan yang sangat baik jika digunakan secara benar sebagaimana fungsinya.

Ada beberapa argumen yang bisa dipakai untuk tetap meneguhkan peran buku sebagai sebuah jembatan yang strategis dalam seri komunikasi lintas zaman. Pertama, pergeseran fungsi sumber pengetahuan dalam buku hanya bergeser dalam soal pemakaian sarana alias medianya. Perpindahan dari buku konvensional ke e-book tetap mengarahkan tujuan bahwa penulisan buku memang untuk memuat segala bentuk informasi dan pengetahuan.

Kedua, peran keilmuan buku yang konon tersingkirkan dengan kekayaan aneka informasi melalui akses internet juga masih belum bisa dibuktikan secara utuh dan faktual. Sebab, apa yang tersaji dalam internet biasanya masih berupa potongan-potongan artikel tak runut dan utuh. Sedangkan buku, tetap menjadi sumber rujukan atas pijakan awal informasi-informasi pendek itu ditulis.

Ketiga, nilai pertanggung jawaban buku yang lebih besar bisa menjadi pengimbang atas derasnya arus informasi yang bisa diterima saat ini. Dengan penyertaan identitas dan proses penulisan yang jelas pada sebuah buku, pada akhirnya buku bisa menjadi sebuah bahan diskusi lintas zaman, bukan mengancam sebagai informasi liar maupun kabar hoaks.

Argumen ketiga inilah yang semakin mengesahkan bahwa sebuah buku bisa menjadi sebuah jembatan antar generasi. Buku bisa dijadikan sebagai meja dialog bagi orang tua dan anak. Syaratnya, tetap dimulai dengan tujuan yang baik, sebagaimana amanat QS. Al-Alaq ayat 1;

اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّكَ الَّذِىۡ خَلَقَ‌ۚ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.”

Fleksibilitas buku

Buku tidak dikenalkan sebagai satuan sumber pengetahuan yang kaku. Membaca buku A, bukan berarti secara membabi buta bahwa si pembaca harus percaya, manut, dan membenarkan secara seratus persen kandungan di dalamnya. Buku justru mengenalkan tradisi transfer keilmuan yang fleksibel. Ia boleh dijadikan rujukan, didebat, dikritisi, bahkan dimentahkan oleh argumen-argumen turunannya yang dianggap lebih kuat dan masuk akal.

Itu makanya, dalam kahazanah keilmuan di pesantren, buku atau dalam bentuk kitab kuning, tetap dijadikan rujukan utama. Sebab, dari buku itulah keleluasaan manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan semakin terbuka.

Orang-orang terdahulu, misalnya, mula-mula menuangkan keilmuannya dalam bentuk matan, alias kandungan bibit dan pokok. Lantas murid-muridnya menjabarkan lebih detail dalam bentuk syarh, dan mengembang lagi menjadi tausih. Muatan keilmuan dalam buku awal terus terjaga bahkan mengembang menjadi lebih terperinci sesuai kebutuhan zaman.

Belum lagi jika buku itu diterima oleh ulama-ulama bernalar kritis yang tinggi. Buku awal ia kritik dengan argumen-argumen yang kaya sehingga mampu menghadirkan banyak pilihan untuk dipersembahkan generasi berikutnya.

Yang terakhir, format penulisan buku yang cenderung terbuka menjadikan setiap pembacanya punya keleluasaan sekaligus terdidik untuk melakukan komparasi antar sumber, juga verifikasi. Sebab, penuturan buku yang selalu tertib dan lengkap dari pangkal ke ujung menjadikannya melampaui di atas cuplikan kabar-kabar, yang biasa ditemukan dalam cuplikan artikel-artikel di internet.

Dampak dari ketidak-utuhan itu, tentu seperti yang banyak diterima hari ini. Yakni, potensi adanya disinformasi, hoaks, bahkan kabar fitnah. Padahal, Allah Swt sudah mewanti-wanti kepekaaan nalar manusia tentang ancaman ini melalui QS. Al-Hujurat ayat 6;

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” []

Tags: anakbukukomunikasiorang tuaparenting
Thoah Jafar

Thoah Jafar

Pengasuh Ponpes KHAS Kempek Cirebon

Terkait Posts

KB dalam Islam

KB dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB dalam Pandangan Islam
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version