• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Menuju Fikih Kekerasan Seksual Part I

Artinya, dalam menyoal kekerasan seksual yang terjadi dan penanganannya kita memang harus memperhatikan apa yang diperintahkan dalam Islam serta apa yang dilarang. Tentu untuk mengetahui hal-hal ini kita akan membahasnya dalam tematik fikih kekerasan seksual.

Ayu Rikza Ayu Rikza
27/11/2020
in Aktual, Rekomendasi
0
298
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan telah dimulai pada Rabu, 25 November, kemarin. Adapun tuntutan gerakan pada tahun ini bulat, yakni mendesak DPR untuk tidak lagi menunda pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang selama ini selalu dianaktirikan dengan berbagai alasan. Dari sukarnya pembahasan hingga tidak sesuai dengan landasan-landasan agama khususnya Islam.

Secara spesifik. kita tidak akan pernah lupa pada kritik yang berasal dari Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta, Dailami Firdaus, pada Juli 2019 lalu. Dengan lugas ia mengatakan bahwa RUU PKS memiliki dasar mengubah cara pandang masyarakat untuk mengikuti pola feminisme yaitu “tubuhku adalah milikku” (my body is mine).

Dari delapan alasan penolakan yang Dailami kemukakan, penting bagi kita menilik satu alasan penolakannya yang berbunyi bahwa RUU P-KS dapat menghapus dan membatalkan beberapa pasal UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 dan juga Hukum perkawinan yang sesuai dengan ajaran Islam bagi pemeluknya. Hal ini ia dasarkan pada pemahamannya bahwa konsep penanganan kekerasan seksual dalam Islam yang sangat berbeda dengan RUU P-KS.

Kritik Dailami berpangkal pada ketakukannya bahwa RUU P-KS akan menjerumuskan kita pada adat liberalisme dan westernisme yang mendelegitimasi adat istiadat perkawinan di Nusantara. Sebagai solusi dari kekerasan seksual yang angkanya semakin tinggi di Indonesia ini, ia memberi saran kita hanya perlu untuk memperkuat lembaga yang sudah ada semisal undang-undang mengenai anak, perkawinan, dan kekerasan dalam rumah tangga.

Kita tidak perlu repot-repot membentuk lembaga baru untuk menangani kasus kekerasan seksual yang pemabahasannya malah cenderung menjauhkan hukum dari prinsip-prinsip agama dan budaya Nusantara.  Tidak rinci bagaimana mekanisme penguatan lembaga ini ia jelaskan. Akan tetapi, pertanyaan pertingnya adalah, apakah penguatan itu cukup untuk menghapus kekerasan seksual di Indonesia?

Baca Juga:

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

Semua muslim mafhum bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan mengatur segala aspek kehidupan pemeluknya. Melalui syariat, Allah SWT memberikan pedoman bagi hamba-hamba-Nya untuk menempuh jalan kebenaran yang membutuhkan ketakwaan, yakni melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan.

Artinya, dalam menyoal kekerasan seksual yang terjadi dan penanganannya kita memang harus memperhatikan apa yang diperintahkan dalam Islam serta apa yang dilarang. Tentu untuk mengetahui hal-hal ini kita akan membahasnya dalam tematik fikih kekerasan seksual.

Sebelum terjun kepada pembahasan fikih kekerasan seksual, terlebih dahulu mari kita mendudukkan kekerasan seksual dalam konteks yang lebih umum. Menilik pada definisi yang tertulis dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual oleh KOMNAS Perempuan, kekerasan seksual dimaknai sebagai:

“Setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan/atau tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan/atau tindakan lain yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan/atau sebab lain, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan terhadap secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.”

Adapun Komnas Perempuan  berhasil mengkompilasikan bentuk-bentuk kekerasan seksual dari hasil riset dalam kurun waktu 12 tahun dari tahun 1998 sampai 2013 yang menemukan setidaknya ada 15 bentuk kekerasan seksual terkhusus dialami oleh perempuan. Bentuk-bentuk ini tentu saja tidaklah final mengingat seiring berkembangnya waktu, dinamika interaksi sosial, budaya, politik, dan ekonomi umat juga berbeda.

15 bentuk kekerasan seksual versi Komnas Perempuan di antaranya adalah: pemerkosaan; intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan pemerkosaan; pelecehan seksual; eksploitasi seksual; perdagangan perempuan (atau laki-laki) untuk tujuan seksual; prostitusi paksa; perbudakan seksual; pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung; pemaksaan kehamilan; pemaksaan aborsi; pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi; penyiksaan seksual; penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual; praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan; kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.

Menyoal kekerasan seksual, dalam Islam sendiri belum terdapat definisi pasti terkait apa itu yang dimaksud dengan kekerasan seksual. Namun, kita dapat mendefinisikan kekerasan seksual dengan melihat makna “kekerasan” terlebih dahulu. Dalam Islam, sebagaimana ditulis oleh Muhammad Syamsudin, “kekerasan” diartikan sebagai suatu unsur tindakan yang bersifat melukai baik secara fisik, psikis maupun mental, yang dilakukan oleh pihak/pelaku (zalim) yang tidak memiliki hak dan kewajiban serta tanggung jawab terhadap korban (mazlum) sehingga berujung pada perbuatan dalim/aniaya dan melanggar batas ketentuan syariat.

Maka berangkat definisi itu pula, kita bisa menarik pengertian bahwa kekerasan seksual dalam Islam adalah semua tindakan melanggar batas ketentuan syariat yang mengandung kezaliman dengan sifat melukai fisik, psikis maupun mental, dengan orientasi seksual yang menyebabkan kemelaratan bagi korban. (Bersambung)

Tags: 16 HAKTPHari anti kekerasan terhadap perempuankeadilanKekerasan seksualperempuanRUU P-KS
Ayu Rikza

Ayu Rikza

A herdswoman in the savannah of knowledge—but more likely a full time daughter and part time academia.

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Sejarah Indonesia

Dari Androsentris ke Bisentris Histori: Membicarakan Sejarah Perempuan dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

27 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Menjaga Ekosistem

Apa Kepentingan Kita Menjaga Ekosistem?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID