• Login
  • Register
Selasa, 21 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Menyoal Pembagian Waris, Manusiawikah Kita?

Siapa yang merasa cukup harta, siapa yang anggota keluarga yang benar-benar membutuhkan bantuan harta. Semua ditimbang lewat kesepakatan dan keharmonisan keluarga

Chairul Anam Chairul Anam
03/08/2021
in Keluarga
0
Waris

Waris

215
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Islam sebenarnya sangat familiar dengan ihwal pembagian waris. Hampir seluruh muslim, minimal, saya kira pasti pernah mendengar ihwal ini. Apalagi kaum santri, ini jadi kajian epic. Meskipun senyatanya memang secara umum ilmu waris ditempatkan di kelas atas sebagai kajian pokok di Pesantren.

Melihat sirkulasi tersebut, bahwa santri sebagai agen of change pun tak semuanya mengenyam ilmu waris, apakah ilmu waris akan selamanya terasa eksklusif? Apakah kini sudah punah, atau bahkan tak berguna?

Perihal warisan, kita juga tak bisa menutup telinga, betapa banyak gosipan pembagian warisan yang berujung pertengkaran. Ikatan keluarga tak menjamin keharmonisan di depan harta benda.

Masalahnya adalah apakah kita memosisikan kehadiran ilmu waris sebagaimana pentingnya keberadaan ilmu tafsir, ilmu hadist, dan sebagainya?  Apakah kita juga ragu bahwa hukum Islam tak mampu menyelesaikan perkara warisan? Dua pertanyaan ini seharusnya telah sampai di dada kita.

Saya tak sekonyong-konyong menjelaskan tentang materi ilmu waris di artikel pendek ini. Pertama, saya bukan ahlinya. Kedua, kajian waris sangat mendalam.  Namun, yang perlu digaris-bawahi adalah tentang dua pertanyaan di atas. Pertama, jika kita memosisikan pentingnya ilmu waris sebagaimana ilmu keagamaan pada umumnya, seharusnya kita percaya pasti ada sosok ahlinya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?
  • Poligami Banyak Merugikan Kaum Perempuan
  • Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam

Baca Juga:

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

Poligami Banyak Merugikan Kaum Perempuan

Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam

Orang tidak sungkan untuk mencari solusi atas problem maksud ayat, landasan hadist, hukum fikih terhadap agamawan. Mereka percaya, sosok tersebut mampu menyelesaikannya.

Namun,  pernahkah kita melihat di sekitar kita orang berinisiasi memercayakan seseorang ahli dalam ilmu waris untuk menyelesaikan pembagian waris?

Ya, simpulnya, beberapa di antara kita tidak mau menyerahkan urusan waris kepada ahlinya. Tidak sebagaimana kita meminta tolong terhadap Kiyai untuk memimpin tahlil atau mengimami sholat berjamaah.

Kedua. Setelah kita tahu, misal, ada sosok agamawan/kiyai/ustad yang mumpuni dalam ilmu waris, apakah kita lapang dada menerima hasil pembagiannya? Semisal, secara neraca gender, Hasil lelaki lebih banyak ketimbang hasil perempuan. Manusiawi, kah?

Hal itu akan jauh lebih menyesakkan. Belum juga kelar masalah dengan keluarga, sebab banyak kerabat yang bakal dimasukkan dalam lis ahli waris. Kakak-beradik saling berebut. Menantu dan sepupu ambil suara. Dan tetek-bengek tentang seberapa andil seseorang terhadap Sang Almarhum, kita akan merambah ke hal yang lebih luas jangkauannya.

Dalam masalah waris, saya teringat teknik cemerlang Alm. Kang Lutfi Buntet Pesantren. Ketika saya masih mesantren, ada satu kisah yang nyelip dalam sebuah pembahasan yang disampaikan Alm. KH. Lutfi Elt Hakim, atau yang lebih dikenal Kang Lutfi. Para santri sendiri, lebih akrab dengan panggilan Aby. Semasa hidupnya, almarhum adalah Pengasuh PP. Nadwatul Ummah Buntet Pesantren.

Kang Lutfi selalu yakin Hablun min Allah dan Hablun min an-naas, akan selalu searah. Kita tidak bisa menyepelekan salah satu di antara keduanya. Keduanya penting. Dan ilmu waris menyangkup keduanya.

Saat pembagian warisan setelah kewafatan orang tuanya, Alm. Prof. Dr. KH. MA Fuad Hasyim (Rois Syuriah PBNU semasa kepemimpinan Gusdur), Kang Lutfi terlebih dahulu meminta keluarga berkumpul, guna menyelesaikannya sebagaimana cara kerja ilmu waris. Apapun hasilnya, harus lapang dada. Sebab ketentuan ini, menyangkut Hablun min Allah.

Dengan demikian, beliau tak meremehkan kacamata Islam dalam urusan ini. Keluarga saling legowo akan hasilnya, dan menerimanya secara prosedural perintah Allah Swt. Semua dilaksanakan atas acuan ilmu waris.

Setelah semuanya mendapatkan bagian sesuai prosedur, beliau bermusyawarah lagi dengan keluarga ndalem. Mengumpulkan warisan yang telah dibagi, dan membagikannya lagi sebagaimana kacamata manusia.

Siapa yang merasa cukup harta, siapa yang anggota keluarga yang benar-benar membutuhkan bantuan harta. Semua ditimbang lewat kesepakatan dan keharmonisan keluarga. Tentu, untuk menghindari pertikaian. Di sini, keharmonisan keluarga dapat terlihat. Saling berbagi satu sama lain.

Dari situ, pertimbangan yang terjadi akan sesuai dengan kepribadian seseorang. Apakah yang kaya mau berbagi terhadap sanak yang miskin. Apakah yang memiliki harta, mementingkan yang kurang harta atau beban hidup materil yang kurang cukup. Tergantung manusianya. Sebab hal demikian, perlu dibentuk atas kesadaran manusianya sendiri.

Teknis Kang Lutfi ini, saya kira sangat cemerlang. Bukan kinerja manipulatif. Tapi memang, kita diperkenankan menjalani semua hal atas dasar hablun min Allah dan hablun min an-naas. Kita harus meyakini ketentuan Allah Swt itu benar, cara pandang Islam adalah solusi, tapi juga tak menafikkan realitas keluarga yang ada.

Nyatanya, bukan hanya Kang Lutfi saja yang demikian. Teknis tersebut sudah mendarah daging di masyarakat Buntet Pesantren Cirebon. Hal itu diungkapkan langsung oleh Kang Ali Hasyim. Salah satu cendekiawan muda dari Buntet Pensantren.

Pembagian waris sangat rentan pertikaian. Dengan itu, Buntet sebagai salah satu acuan intelektual muslim, patut kita contoh akan teknis yang sudah mentradisi tersebut. Tinggal bagaimana, kita memandang Islam bukan sekedar hitam dan putih, tersudut a dan b. Semua memiliki solusi. Apalagi, Islam yang masyhur akan Rahmatan li al-alamin, akan merujuk pada keharmonisan antar manusia, antar sanak-keluarga.

Ilmu waris hadir memiliki posisi krusial, sebagaimana ilmu tafsir, hadist dan sebagainya. Kita bisa mempercayakan penyelesaiannya kepada sang ahlinya. Sebagaimana sekali lagi, kita sering meminta tolong kiyai untuk memimpin doa dan mengimami sholat berjamaah. Islam akan selalu manusiawi, ketika keharmonisan ada di antara dada manusia. []

Tags: Fiqih KeluargahukumIndonesiaislamkeluargaKesalinganlaki-lakiperempuanwaris
Chairul Anam

Chairul Anam

Penulis adalah Mahasiswa Filsafat Agama di IAIN Cirebon

Terkait Posts

Marital Rape

Marital Rape itu Haram, Kok Bisa?

21 Maret 2023
Dinafkahi Istri

Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

20 Maret 2023
Generasi Strawberry

Self Diagnose, Parenting, dan Labelling: Penyebab Munculnya Generasi Strawberry

16 Maret 2023
Positive Vibes Keluarga

Pentingnya Kesalingan Membentuk Positive Vibes Keluarga

15 Maret 2023
Akhlak Mulia dalam Rumah Tangga

Tiket Masuk Majlis Rasulullah Saw adalah Akhlak Mulia dalam Rumah Tangga

14 Maret 2023
Terburu-buru Segera Menikah

Bestie, Jangan Terburu-buru untuk Segera Menikah

11 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rethink Sampah

    Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Warisan Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafi’i Menurut Prof. Musdah Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri
  • Marital Rape itu Haram, Kok Bisa?
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist