• Login
  • Register
Kamis, 30 November 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Moderat dalam Memandang Konflik di Gaza: Netral atau Berpihak?

Salah kaprah jika moderasi beragama kita artikan tinggal diam menghadapi kasus yang terjadi di Gaza

Yulinar Aini Rahmah Yulinar Aini Rahmah
06/11/2023
in Publik
0
Konflik di Gaza

Konflik di Gaza

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tulisan peneliti Amin mudzakir dalam alif.id berjudul “Genosida di Gaza dan Salah Kaprah Moderatisme Beragama” menyadarkan saya. Artikel tersebut menarasikan bagaimana Amin menyinggung dinamika masyarakat Indonesia bersikap tenang-tenang saja dan memilih netral melihat konflik di Gaza. Yakni tidak berada di pihak Israel maupun di pihak Palestina.

Amin dalam artikelnya tersebut menegaskan bahwa Moderasi beragama jelas menaruh keberpihakan pada Palestina sebagaimana prinsip-prinsip dasar moderasi Beragama.

Konflik di Gaza menegaskan kembali kepada kita bagaimana posisi moderasi beragama seharusnya. Moderasi beragama tidak secara letter lijk kita maknai berdiri di tengah-tengah. Pemaknaan ini menjerumuskan kita pada sikap netral yang sangat merugikan. Mengapa sikap netral dalam konflik Israel-Palestina merugikan?

Mengutip dari video akun @ajengkamaratih, ada dua alasan kesalahan bersikap netral dalam kasus Israel-Palestina. Pertama, dukungan yang tidak sebanding dari negara internasional menyebabkan Israel dengan mudah meluluhlantahkan Palestina.

Sikap netral berarti menolak menjadi mediator sebagai syarat penting menciptakan perdamaian di dunia internasional. Kedua, fakta menyebutkan bahwa dalam 5 menit ada 1 anak meninggal. Sikap netral berarti merelakan penderitaan tersebut terus berlangsung. Di mana artinya mendukung pelanggaran hak asasi manusia.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Melihat Lebih Dekat Nasib Perempuan dan Anak di Gaza Palestina
  • Melahirkan Tanpa Anestesi di Gaza, KUPI Serukan Perdamaian Dunia
  • Membela Palestina, Apakah Mengingkari NKRI?
  • 11 Pernyataan Sikap Jaringan KUPI atas Krisis Kemanusiaan di Gaza Palestina
    • Memaknai Moderasi Beragama
    • Berdiri di Belakang Palestina

Baca Juga:

Melihat Lebih Dekat Nasib Perempuan dan Anak di Gaza Palestina

Melahirkan Tanpa Anestesi di Gaza, KUPI Serukan Perdamaian Dunia

Membela Palestina, Apakah Mengingkari NKRI?

11 Pernyataan Sikap Jaringan KUPI atas Krisis Kemanusiaan di Gaza Palestina

Memaknai Moderasi Beragama

Kekeliruan moderasi beragama yang kita maknai bersikap netral perlu kita luruskan. Moderasi beragama berdiri di atas prinsip-prinsip tegas, tidak leda-lede, tidak diam dan tidak tanpa keberpihakan. Salah kaprah jika moderasi beragama kita artikan tinggal diam menghadapi kasus yang terjadi di Gaza.

Prinsip moderasi beragama mengandung 4 hal yang terdiri dari komitmen kebangsaan, anti kekerasan, toleransi dan penerimaan terhadap tradisi yang ada di tengah masyarakat. Jika salah satu prinsip ini ternodai, maka sikap moderat yang kita tunjukkan adalah berdiri di pihak mereka yang mendapatkan penodaan atas prinsip tersebut dalam hal ini tentu Palestina.

Israel dan negara pendukungnya hingga saat ini tidak mengakui Palestina sebagai bangsa yang merdeka. Karena adanya perebutan wilayah antara Israel dan Palestina di Gaza. Hal ini jelas melanggar komitmen kebangsaan yang Palestina bangun untuk menjadi negara yang merdeka. Konflik yang berkepanjangan kemudian menjadi legitimasi untuk melakukan tindakan kekerasan senjata hingga menumpahkan banyak nyawa.

Ketakutan Israel dan negara pendukungnya kepada Hamas jika genjatan sengaja seolah menganggap sepele warga sipil yang terus berguguran. Bagi mereka, ancaman Hamas lebih menimbulkan madharat dibanding bergugurnya nyawa warga sipil Palestina.

Berdiri di Belakang Palestina

Fakta ini semakin kuat dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken yang menyebutkan bahwa gencatan senjata hanya akan membuat Hamas tetap bertahan, mampu berkumpul kembali dan mengulangi apa yang mereka lakukan pada 7 Oktober lalu (dikutip dari akun instagram @narasi.tv).

Tidak hanya prinsip dalam moderasi beragama yang ternodai. Dalam kasus ini, hifdzun nafs (hak menyelamatkan jiwa) dalam maqasidus syari’ah Islam ternodai. Prinsip kaidah fiqhiyyah “Apabila ada dua mafsadat bertentangan, maka yang harus kita tinggalkan adalah mafsadat yang mudharatnya lebih besar. Yakni dengan melakukan mudharat yang lebih ringan” tidak berlaku. Lebih universal, prinsip HAM yang dunia anut pun tidak mereka indahkan.

Seruan ini tentu tidak akan pernah berlaku dan diindahkan oleh Israel serta negara pendukungnya. Seruan dalam tulisan ini hanyalah ajakan berdialektika dengan sederhana. Bagaimana kita sebagai warga yang jauh dari Palestina tetap waras. Yakni berani menyatakan sikap dan tetap berdiri di belakang Palestina, tidak termakan oleh isu-isu yang membelokkan fakta-fakta yang akhirnya justru mendukung Israel. []

Tags: GazaHamasIsrael-PalestinaKonflik di GazaModerasi BeragamaPBB
Yulinar Aini Rahmah

Yulinar Aini Rahmah

Terkait Posts

Kekerasan Israel

Menguak Dalih Kekerasan Israel lewat Topeng Agama

30 November 2023
Kekerasan Seksual

Bukan Hanya Perempuan, Laki-laki juga Rentan Menjadi Korban Kekerasan Seksual

29 November 2023
Hari Guru

Memperingati Hari Guru dan Peran Penting Masing-masing Individu dalam Memajukan Pendidikan

29 November 2023
Sari Narulita

Mengenal Lebih Dekat dengan Sari Narulita: Sosok Aktivis Ulama Perempuan Muda

29 November 2023
Kekerasan

Pentingkah Laki-laki Terlibat dalam Penghapusan Kekerasan Seksual?

29 November 2023
Tragedi Kanjuruhan

Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan: Air Mata Ibu Tak Akan Pernah Reda

29 November 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anxiety

    Menyikapi Anxiety dengan Romanticizing Life ala Stoicisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan: Air Mata Ibu Tak Akan Pernah Reda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingkah Laki-laki Terlibat dalam Penghapusan Kekerasan Seksual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hanan Al-Hroub, Sosok Guru Pejuang untuk Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperingati Hari Guru dan Peran Penting Masing-masing Individu dalam Memajukan Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menguak Dalih Kekerasan Israel lewat Topeng Agama
  • Pernikahan Bukan Solusi untuk Meminimalisir Kekerasan Seksual
  • Hanan Al-Hroub, Sosok Guru Pejuang untuk Palestina
  • Bukan Hanya Perempuan, Laki-laki juga Rentan Menjadi Korban Kekerasan Seksual
  • Memperingati Hari Guru dan Peran Penting Masing-masing Individu dalam Memajukan Pendidikan

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist