Mubadalah.id – Banyak kalangan masyarakat mengartikan kata Nafsun wahidah adalah Adam. Hal tersebut berimbas pada munculnya sterotipe bahwa perempuan adalah makhluk kedua.
Bahkan, dunia melihat perempuan sebagai makhluk yang lemah. Hal tersebut menjadikan perempuan tersingkirkan di ruang publik.
Padahal, dalam al-Qur’an tidak pernah membedakan manusia berdasarkan jenis kelaminnya. Akan tetapi Allah SWT melihat dari bagaimana hatinya mampu tertaut untuk selalu beribadah kepada Allah SWT.
Begitu pula seharusnya manusia memandang antar perempuan dan laki-laki setara dalam kehidupan bermasyarakat.
Penciptaan Perempuan
Perempuan selalu identik dengan kedudukannya sebagai makhluk yang tercipta dari tulang rusuk laki-laki. Akan tetapi, sebenarnya al-Qur’an tidak pernah mengatakan demikian.
Al-Qur’an hanya menceritakan tentang bagaimana Iblis bertinggi hati merasa sombong akan keberadaannya. Sehingga menumbuhkan rasa iri yang menghantarkan Adam dan Hawa keluar dari surga.
Cerita yang masyhur dari proses penciptaan manusia kiranya ada empat bagian: Pertama, penciptaan Adam dari tanah. Kedua, penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam.
Ketiga, penciptaan Isa tanpa adanya seorang ayah baik secara hukum maupun biologis. Keempat, penciptaan manusia secara menyeluruh, terbentuknya manusia secara biologis dari ayah dan ibunya.
Dalam keempat peristiwa tentang penciptaan manusia, hal yang paling kontroversial adalah tentang penciptaan hawa. Diskusi tentang apakah Hawa diciptakan dari adam atau diciptakan dari tanah sama seperti Adam itu sendiri.
Nafsun Wahidah Bukanlah Adam
Muhammad Abduh salah satu mufasir penulis kitab Tafsir Al-manar menafsirkan bagaimana penciptaan hawa dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 1:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. an-Nisa ayat 1).
Menurut pendapat Abduh, makna lafadz “nafsun wahidah” bukanlah Adam. Hal ini dapat dilihat dari kalimat berikutnya, yaitu “wa bathth minhumâ rijâl kathîr wa nisâa”, yang tidak memberikan arti yang spesifik (nakirah).
Jika “nafsun wahidah” adalah Adam. Maka seharusnya kalimat berikutnya ialah “wa bathth minhumâ jâmi‘ al-rijâl wa al-nisâ'”, yang memberikan arti yang spesifik (ma‘rifah). Menurut pendapatnya, arti dari ayat tersebut tidak menyebutkan jenis yang spesifik.
Karena panggilan (khitâb) yang ada dalam ayat tersebut ditujukan kepada semua manusia yang tidak semuanya mengetahui Adam.
Ide yang menyatakan bahwa perempuan berasal dari tulang rusuk laki-laki muncul dari konsep yang terdapat dalam “Perjanjian Lama”, yang kemudian terdampar dalam hadis-hadis dan mempengaruhi pemahaman umat Islam.
Nafsun Wahidah Menurut Faqihuddin Abdul Kodir
Banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang penciptaan manusia. Penciptaan manusia yang tidak membeda-bedakan antara laki-laki maupun perempuan. Apalagi menyatakan bahwa perempuan berasal dari tulang rusuk laki-laki. Serta tidak menunjukan bahwa Nafsun Wahidah adalah laki-laki.
Seperti contoh, Ayat yang menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dari air. Penjelasan tersebut salah satunya terdapat dalam Qur’an Surat al-Anbiya ayat 30:
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Allah SWT menciptakan manusia dari unsur tanah dalam Qur’an surat al-Hijr ayat 26:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”
Serta ayat yang menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan perempuan dari hasil proses biologis reproduksi manusia. Penjelasan tersebut terdapat dalam Qur’an surat al-Mu’minum ayat 14:
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ
الْخَالِقِينَ
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
Ayat-ayat tersebut, tidak ada satupun yang menjelaskan bahwa Hawa berasal dari tulang rusuk Adam.
Kata nafsun wahidah adalah sebuah kiasan atau majaz. Sehingga terciptanya Ma’ruf dalam hubungan relasi antara laki-laki dan perempuan karena keduanya setara. Keduanya berperan sebagai Subjek.
Makna Kata Nafs wâhidah
Nafsun wahidah adalah wujud nyata awal mula penciptaan perempuan dari jiwa yang satu, bukan laki-laki maupun perempuan.
Baik laki-laki maupun perempuan esensi mereka sama, sama-sama berasal dari sari pati tanah dan air. Oleh karena itu, Nafsun wahidah bukanlah Adam, karena baik al-Qur’an maupun Hadits, keduanya tidak memuat pemaknaan Nafsun wahidah adalah Adam.
Abduh juga banyak mengutip riwayat-riwayat lain yang berkaitan dengan Adam-Adam itu dalam al-Manâr, tapi itu tidak berarti bahwa ia setuju dengan pendapat itu. Semua riwayat itu diungkap dalam rangka mendukung pendapatnya bahwa nafsun wahidah bukanlah Adam. []