• Login
  • Register
Sabtu, 4 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Nabi Adam dan Siti Hawa, Pasangan Monogami Pertama di Muka Bumi

Winarno Winarno
18/12/2022
in Kolom
0
Adam dan Hawa

Ilustrasi: pixabay[dot]com

398
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id– Artikel ini akan menjelaskan tentang Nabi Adam dan Siti Hawa merupakan pasangan monogami pertama di muka bumi. Dari berbagai literatur sejarah kitab-kitab agama samawi menyebutkan bahwa Tuhan (Allah) menciptakan manusia pertama dari unsur tanah yang diberikan akal dan hawa nafsu sebagai khalifah fil ardh atau wakil Allah di muka bumi. Siapakah dia?

Mayoritas orang pasti mengetahui bahwa penciptaan nafs al-wahidah (jiwa atau nyawa pertama) oleh Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Nabi Adam dan Siti Hawa. Inilah pasangan monogami pertama yang diciptakan Tuhan untuk mengisi, memelihara dan menjaga planet ketiga dalam tata surya ini.

Dalam tulisan ini, saya tidak memaparkan kisah-kisah atau cerita asal muasal Tuhan menciptakan Nabi Adam dan Siti Hawa. Namun melalui tulisan ini, saya ingin mengungkapkan sedikit bahwa Tuhan memberikan tanda (sign: menurut teori semiotika Charles Sander Peirce) kepada kita semua tentang penciptaan pasangan monogami pertama, yaitu Nabi Adam dan Siti Hawa.

Kenapa Tuhan tidak menciptakan satu pria dan perempuan lebih dari satu? Entah itu dua, tiga, atau empat, bahkan lebih. Sehingga dari beberapa perempuan itu bisa melahirkan keturunan-keturunan dengan cepat dan banyak.

Padahal, Tuhan dengan segala Kuasa-NYA tentu bisa menciptakan perempuan lebih dari satu. Itupun kalau Tuhan mau mengajarkan kita untuk berpasangan lebih dari satu (poligami). Nyatanya tidak kan, dan Tuhan sangat tegas melalui penciptaan manusia pertama.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga
  • Fenomena Fatherless dan Peran Ayah bagi Anak Perempuannya
  • Salingers, Yuk Normalisasi Nikah di KUA
  • 7 Prinsip Dalam Berkeluarga Ala Islam

Baca Juga:

Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

Fenomena Fatherless dan Peran Ayah bagi Anak Perempuannya

Salingers, Yuk Normalisasi Nikah di KUA

7 Prinsip Dalam Berkeluarga Ala Islam

Menurut teori semiotika, Charles Sander Peirce, semiotika didasarkan pada logika, karena logika mempelajari bagaimana orang bernalar, sedangkan penalaran menurut filsuf dari Negeri Paman Sam ini dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda ini memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.

Secara tak langsung, tanda pertama yang ingin disampaikan adalah Tuhan memberi pesan agar kita memiliki satu pasangan hidup dalam ikatan pernikahan atau monogami dengan melihat fakta sejarah pasangan pertama di muka bumi.

Tanda kedua adalah melalui keluarga monogami itu, Tuhan ingin menyampaikan bahwa melalui monogami dapat tercipta keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah (Samara). Memiliki keluarga yang harmonis, sehat dan saling menjaga satu sama lain.

Sebab, jika Nabi Adam memiliki lebih dari satu istri dikhawatirkan akan timbul perpecahan dan perpisahan. Dan hal ini tentu Tuhan tidak menginginkannya, karena terciptanya keluarga pertama justru ingin menanamkan kepada kita tentang keutuhan keluarga melalui hubungan yang seimbang antara satu pria dan satu perempuan, sehingga menghasilkan mahabah (cinta) yang utuh.

Sebab, satu itu melambangkan ketauhidan. Menurut Jalaluddin ar-Rumi bahwa dalam metafisika sufi disebutkan bahwa Yang Satu sebagai wujud transenden, yang penampakan-Nya berupa cinta, yaitu sifat  al-rahman dan al-rahim-Nya. Dia menempati hirarki tertinggi dalam kehidupan.

Dari satu cinta (monogami) ini, Nabi Adam dan Siti Hawa pun menikahkan anak-anaknya secara monogami. Secara tak langsung, mereka mencontohkan kepada manusia selanjutnya tentang kehidupan rumah tangga monogami. Jadi tak pantas menyebutkan poligami merupakan dari ajaran Tuhan, karena manusia pertama dan anak-anaknya tidak diajarkan demikian.

Poligami sumber ketidakadilan

Berbicara poligami tentu debatable, kelompok pro selalu mengatakan poligami merupakan ajaran Islam. Mereka selalu keukeuh berargumen dengan mengutip dan menafsirkan al-Quran surat An-Nisa ayat 3 secara tekstual. Mereka tidak melihat asbabun nuzul atau sabab musababnya turunnya ayat tersebut, sehingga makna inti yang terkandung dalam ayat itu tidak terungkap.

Al-Quran Surat An-Nisa ayat 3 dapat ditafsiri sebagai revolusi Islam terhadap budaya poligami Jahiliyah. Datangnya Islam justru menekankan pernikahan itu monogami, karena dengan bermonogami akan lebih memungkinkan untuk berlaku adil.

Sebab, sebelum datangnya Islam, orang Arab sudah terbiasa berpoligami, tanpa batas jumlah istri yang boleh dinikahi dan tanpa ada aturan harus berbuat adil. Islam hadir di zaman yang gersang (jahiliyah) bukan untuk menindas, tapi merangkul dan berlaku adil seperti yang dituturkan Husein Muhammad dalam tulisan “Poligami Bukan Tradisi Islam” di Mubaadalahnews.com.

Menurut saya, perilaku poligami merupakan sumber dari ketidakadilan terhadap perempuan. Sebab, perempuan rentan sekali mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga, baik fisik ataupun psikis. Tak hanya itu, perempuan juga bisa tidak dinafkahi secara adil baik lahir maupun batin, dan terakhir bisa saja poligami berujung pada penelantaran anak dan perempuan.

Karena watak manusia secara fitrah tentu memiliki rasa cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Sehingga poligami dapat menjadi sumber konflik dalam keluarga yang mungkin terjadi antara suami-istri, istri satu dengan istri yang lain, dan anak-anak dari masing-masing istri.

Oleh sebab itu, alangkah indahnya jika kita melakukan monogami pernikahan. Karena, dengan monogami kita bisa saling berbagi kebahagiaan, cinta, dan kasih sayang dengan seimbang antara istri dan suami. Bahkan kita bisa fokus berbagi peran mengurus anak-anak kita.

Kalau dilihat makna terdalam ajaran Islam yang menjunjung asas keadilan, maka perkawinan dalam Islam tentu bersifat monogami. Karena keluarga monogami merupakan fondasi keluarga samara.

Mengakhiri tulisan ini, poligami jelas banyak menimbulkan kerugian bagi perempuan, baik fisik, pisikis atau mental. Jadi mari kita kampanyekan hidup monogami dalam pernikahan. Sebab hidup memiliki satu pasangan itu indah, karena kita saling melengkapi kekurangan dengan kelebihan satu sama lain. Wallahu A’lam Bishawab.[]

Tags: AdambumiHawakeluargamanusiamawaddahMonogamipasanganrahmahrumah tanggasakinahSAMARA
Winarno

Winarno

Winarno, Alumni Pondok An-Nasucha, dan ISIF Cirebon Fakultas Usuluddin

Terkait Posts

Mitos Sisyphus

Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

4 Februari 2023
Industri Halal

Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

4 Februari 2023
Hari Kanker Sedunia

Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker

4 Februari 2023
Kehidupan Rumah Tangga

Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

4 Februari 2023
Gaya Hidup Minimalis

Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

3 Februari 2023
Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perempuan Miskin

    Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam
  • Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan
  • Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik

Komentar Terbaru

  • Indonesia Meloloskan Resolusi PBB tentang Perlindungan Pekerja Migran Perempuan - Mubadalah pada Dinamika RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang Tak Kunjung Disahkan
  • Lemahnya Gender Mainstreaming dalam Ekstremisme Kekerasan - Mubadalah pada Lebih Dekat Mengenal Ruby Kholifah
  • Jihad Santri di Era Revolusi Industri 4.0 - Mubadalah pada Kepedulian KH. Hasyim Asy’ari terhadap Pendidikan Perempuan
  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist