Mubadalah.id – Nyai Khoiriyah Hasyim merupakan putri dari Kiai Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqah. Dia lahir di Tebuireng, Jombang, pada tahun 1908 M. Besar dalam lingkungan keluarga ulama pesantren.
Nyai Khoiriyah Hasyim, seorang perempuan Nusantara yang berpengaruh, membuka lebih luas gerbang pengetahuan bagi perempuan di Makkah pada masanya melalui progresivitas pemikiran dan gerakannya. Dengan kiprah keulamaannya, ia membawa perubahan signifikan dalam dunia pendidikan dan keagamaan bagi perempuan.
Di era itu, Nyai Khoriyah Hasyim berjuang melawan pandangan masyarakat yang menganggap pendidikan bagi perempuan tidak penting. Masyarakat masih menganut pandangan patriarkis yang menempatkan perempuan sebagai “konco wingking” (teman di belakang), bukan “konco samping” (teman di sebelah/sejajar), sehingga perempuan hanya identik dengan tugas-tugas domestik seperti dapur, sumur, dan kasur.
Pada zaman Nyai Khoiriyah Hasyim anggapan di masyarakat adalah perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi. Toh, nantinya ia juga akan ikut suami. Maka masyarakat bepadangan buat apa perempuan berpendidikan tinggi.
Namun, Nyai Khoiriyah Hasyim mampu membuktikan bahwa melalui pendidikan, perempuan juga bisa maju. Semua pandangan yang meremehkan perempuan ia patahkan lewat sepak terjangnya di dunia pendidikan. Dengan pendidikan yang memadai, menurutnya, perempuan juga bisa berprestasi seperti kaum adam.
Adanya pemikiran dan komitmen gerakan kesetaraan pendidikan, menjadikan Nyai Khoiriyah tampil sebagai ulama perempuan yang memperjuangkan ruang-ruang pendidikan yang layak bagi perempuan
Perempuan Pertama Pengasuh Pesantren
Nyai Khairiyah Hasyim memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk menyerap ilmu dari Kiai Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqah. Sehingga, dirinya pun tumbuh menjadi sosok ulama perempuan dengan keilmuan Islam yang mendalam.
Memiliki ilmu yang mendalam membuat Nyai Khoiriyah Hasyim mampu membaca realitas kehidupan perempuan secara kritis. Dalam hal ini, Nyai Koiriyah Hasyim sadar betul bahwa dalam masyarakat masih ada saja kesenjangan pendidikan bagi perempuan.
Adanya pemikiran dan komitmen gerakan kesetaraan pendidikan, menjadikan Nyai Khoiriyah tampil sebagai ulama perempuan yang memperjuangkan ruang-ruang pendidikan yang layak bagi perempuan.
Mendirikan Sekolah Perempuan Pertama di Makkah
Pada masa Nyai Khoiriyah ke Makkah, kondisi pendidikan bagi perempuan di Arab Saudi belum berjalan baik. Berbeda dengan pendidikan bagi laki-laki yang telah ada lembaganya, seperti Shaulatiyah dan Darul Ulum, pendidikan bagi perempuan masih berjalan seadanya tanpa ada lembaga yang sistematis.
Hal ini tentu membawa kerisauan tersendiri di hati Nyai Khoiriyah. Sebab, baginya perempuan juga berhak atas pendidikan yang baik. Sehingga, pada 1942 M, Nyai Khoiriyah mendirikan madrasah khusus perempuan yang berlokasi di Syamiah
Di Makkah, Nyai Khairiyah Hasyim juga tidak bisa lepas dari dunia pendidikan. Pada waktu itu, ia sangat prihatin dengan kondisi pendidikan perempuan di sana. ”Belum ada sekolah perempuan saat itu di Makkah. Banyak yang tidak bisa baca tulis bahkan tidak bisa berhitung sederhana.
Sebuah madrasah khusus perempuan pertama di Makkah akhirnya dibuka. Madrasah itu diberi nama Madrasah Banat, yang merupakan bagian dari Madrasah Darul Ulum tempat suaminya mengajar.
Nyai Khoiriyah hasyim memimpin madrasah yang didirikannya selama hampir satu dekade. Setelah suaminya, Kiai Abdul Muhaimin al-Lasemi, meninggal pada 1956 M, Nyai Khoiriyah Hasyim memutuskan untuk kembali ke Indonesia pada 1957 M.
Dengan tekad yang kuat, ia melanjutkan kiprahnya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Nyai Khoiriyah Hasyim kembali mengambil alih kepemimpinan Pesantren Seblak, Jombang, yang telah dirintisnya bersama Kiai Maksum Ali.[]