• Login
  • Register
Rabu, 29 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pemahaman Islam yang Ramah Perempuan: Sebuah Refleksi

Bagi saya yang terlahir di keluarga Jawa moderat yang mengutamakan budaya dibandingkan agama, apa yang dilakukan Kalis Mardiasih dan narasi Mubadalah.Id membuat saya menjadi lebih berdaya sebagai perempuan.

Retno Daru Dewi G. S. Putri Retno Daru Dewi G. S. Putri
02/03/2021
in Personal
0
Islam

Islam

240
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Layaknya generasi milenial pada umumnya, saya termasuk golongan yang langsung mengecek ponsel ketika bangun tidur. Tidak hanya pesan pribadi, unggahan-unggahan terbaru di media sosial menjadi sarapan saya setiap pagi. Namun tidak seperti biasanya, saya terpaku selama lebih dari 30 menit pada satu unggahan milik Kalis Mardiasih awal Desember lalu.

Kalis mengunggah tangkapan layar dari laman pengguna Instagram bernama @gadisturatea. Saya hampir tidak bisa beranjak dari respon para pengikut Gusdurian putri ini di kolom komentar. Tidak hanya unggahan Kalis saja yang ramai, kolom komentar pemilik akun yang dikonfrontasinya pun dipenuhi keheranan para warganet yang berpikir progresif dan membela kehormatan perempuan di mata agama.

Awalnya, pemilik akun @gadisturatea tersebut mengunggah opininya yang menyatakan bahwa perempuan adalah fitnah terbesar dari laki-laki beriman. Kalis Mardiasih sebagai salah satu garda terdepan dalam melawan unggahan-unggahan misoginis, terutama yang menyalahgunakan agama, tentu langsung mengekspos akun tersebut kepada para pengikutnya.

Hal ini bertujuan agar tidak ada yang mengikuti dan membenarkan akun-akun seperti itu. Tentunya disertai dengan penjelasan yang benar dengan menggunakan kacamata Islam bahwa perempuan bukanlah fitnah maupun aurat berjalan yang hina. Apalagi setelah diperhatikan, akun provokatif tersebut sebenarnya hanya bertujuan menjual buku yang mendoktrin perempuan untuk segera menikah.

Apa yang dilakukan oleh Kalis bukan yang pertama kalinya. Penulis buku Muslimah yang Diperdebatkan ini juga pernah mengkonfrontasi akun Instagram yang mengkampanyekan nikah muda atas nama agama dengan mengunggah tangkapan layar akun tersebut sebagai peringatan bagi pengikutnya. Kalis juga terang-terangan menunjuk ulama mana saja yang layak untuk diikuti ceramahnya dan mana yang tidak. Sejak mengikuti Kalis, saya juga semakin mantap belajar dari pemuka-pemuka agama Islam yang direkomendasikan olehnya baik secara langsung maupun tidak.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan

Baca Juga:

Islam Pada Awalnya Asing

Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan

Selain Kalis Mardiasih, saya juga mengikuti akun Instagram yang mendukung kesetaraan gender yaitu @mubadalah.id. Sejujurnya, baru kali ini saya mendengar istilah mubadalah dalam Islam. Berdasarkan buku Qira’ah Mubadalah karya Faqihuddin Abdul Kodir, mubadalah merupakan konsep kesalingan dan kerja sama antar dua pihak. Konsep tersebut didukung oleh surat-surat di dalam al-Qur’an seperti al-Hujuraat [49]:13, an-Nissa’ [4]:1, dan at-Taubah [9]: 71.

Hal ini membuka mata saya bahwa memang sudah dari dulu agama yang saya anut ini memiliki konsep kesetaraan di antara laki-laki dan perempuan. Saya hanya bisa maklum saja apabila selama ini pengetahuan tersebut tenggelam oleh mereka yang mengabaikan kesetaraan serta melanggengkan pemikiran sempit dan sikap misoginis atas nama Islam.

Representasi hijrah yang saya perhatikan pada orang-orang di sekeliling saya maupun yang dilanggengkan oleh media, cenderung mempromosikan perubahan dalam penampilan. Mereka yang dianggap sudah berhijrah mayoritas mengenakan busana-busana yang lebih Islami dibandingkan sebelumnya.

Sayangnya, orang-orang tersebut masih ada yang memaksakan perubahannya untuk diikuti orang lain. Makna hijrah yang saya pahami tidak seperti itu. Perubahan atau perpindahan seorang individu menjadi lebih baik adalah apa yang saya pahami secara garis besar dari hijrah. Tentunya proses menjadi seorang muslim yang lebih baik dapat direalisasikan melalui berbagai cara, tidak hanya semata-mata mengubah penampilan menjadi lebih syar’i saja.

Bagi saya yang terlahir di keluarga Jawa moderat yang mengutamakan budaya dibandingkan agama, apa yang dilakukan Kalis Mardiasih dan narasi Mubadalah.Id membuat saya menjadi lebih berdaya sebagai perempuan. Bagaimana tidak, beberapa tahun ini Islam radikal mulai menjamur di Nusantara dan mengecilkan mereka yang tidak sepaham. Padahal Islam yang saya kenal dari lahir tidak begitu.

Keruhnya percampuran agama Islam dan politik di Indonesia turut membuat rasa aman saya sebagai warga negara terancam. Agama yang seharusnya membawa perdamaian malah menjadi sumber konflik. Mereka yang secara radikal memahami Islam seringkali menyerang umat lainnya yang dianggap tidak sesuci mereka. Terlebih lagi sebagai perempuan, saya adalah yang paling rentan menjadi korban kekerasan atas nama agama.

Kemanapun kaki ini melangkah, mereka yang tidak menghormati pilihan orang lain pasti akan memandangi tubuh ini, menghujat, menghakimi, dan membungkam saya yang dianggap tidak pantas untuk berekspresi secara bebas. Tidak hanya sekali saya dipandang sebelah mata ketika masuk masjid tanpa mengenakan hijab yang menutupi kepala.

Selain itu, mungkin sudah ratusan kali prestasi akademik saya dianggap omong kosong tanpa adanya sikap mengalah dan santun layaknya akhwat yang sempurna di mata mereka. Sudah bosan juga rasanya ketika saya dan teman-teman perempuan lainnya dianggap belum layak di mata agama (yang mereka percaya) hanya karena kami belum menjalankan perintah sunnah dalam Islam untuk beribadah di dalam ikatan pernikahan.

Walaupun saya dan perempuan-perempuan terdekat lainnya sudah menjauhkan diri dari doktrin-doktrin tersebut, munculnya berbagai komunitas dan akun media sosial yang tidak bertanggungjawab dan mengatasnamakan Islam masih saja membuat cemas. Dengan mendengar langsung Kalis Mardiasih yang menyatakan ‘gak papa kok kalau mau mengaji gak pake kerudung’ ketika menjadi pembicara di Feminist Festival 2019, saya merasa aman dan jauh dari diskriminasi. []

Tags: islamkeadilanKesetaraanperempuan
Retno Daru Dewi G. S. Putri

Retno Daru Dewi G. S. Putri

Daru adalah staf redaksi Jurnal Perempuan dan seorang pengajar bahasa Inggris di Lembaga Bahasa Internasional, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Anggota Puan Menulis ini memiliki minat seputar topik gender, filsafat, linguistik, dan sastra.

Terkait Posts

Pengasuhan Anak

Jalan Tengah Pengasuhan Anak

28 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

27 Maret 2023
Profil Gender

Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

27 Maret 2023
Target Ibadah Ramadan

3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan

25 Maret 2023
Memilih Childfree

Salahkah Memilih Childfree?

24 Maret 2023
Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui Saat Ramadan

23 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sittin al-‘Adliyah

    Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Pada Awalnya Asing

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jalan Tengah Pengasuhan Anak
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist