Mubadalah.id – Jika merujuk buku Parenting With Love, yang ditulis oleh Maria Ulfah Anshor, tentang pola pendidikan anak, maka dapat disimpulkan bahwa dalam mendidik anak sebaiknya jangan membedakan antara anak yang satu dan lainnya.
Pola Pendidikan Anak yang Adil
Anak perempuan dan laki-laki harus mendapatkan kesempatan untuk tumbuh sesuai dengan bakat dan potensinya masing-masing secara adil.
Berikut empat pola pendidikan yang adil terhadap anak, yang wajib para orang tua ketahui.
1. Tegas tapi Tidak Kaku
Orangtua sebaiknya memiliki sifat fleksibel, tegas tetapi tidak kaku, dan membiasakan dialog dengan anak.
Banyak orangtua bersikukuh untuk tidak mendengarkan apa yang sedang melanda anaknya, sehingga cenderung untuk memaksakan kehendaknya.
Fleksibilitas dalam arti bukan menjadi tidak disiplin dan lemah, tetapi sikap memahami perbuatan yang sesuai dengan situasi yang tepat, selagi masih dalam koridor yang benar.
Kelenturan sikap orangtua dalam menghadapi anak akan memudahkan orangtua melihat kepribadian dan karakter anak, serta menggali potensi, bakat, dan kreativitas anak.
Sebaliknya, anak pun menjadi terbuka, tidak merasa canggung atau takut mengemukakan pelbagai hal yang ingin tersampaikan pada orangtuanya.
Rasulullah Saw bersabda, “Maukah kuberitahukan, kepada siapakah api neraka itu diharamkan atau siapakah yang diharamkan dari neraka?” Beliau bersabda, “Neraka itu diharamkan terhadap orang yang dekat, sedang, fleksibel, dan mudah.”
2. Bijaksana
Sifat-sifat bijaksana sangat penting dalam pendidikan anak, sedangkan sifat pemarah dan emosional seyogianya terlarang.
Hal ini sebagaimana dalam Sabda Nabi Saw, ketika ada orang yang meminta kepadanya agar mendapatkan pesan secara khusus, maka tiga kali beliau memintanya agar tidak suka marah. (HR Al-Bukhari dari Abu Hurairah r.a.)
Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. bersabda, “Orang kuat itu bukan karena kekuatannya dalam berkelahi, tetapi karena kemampuannya mengendalikan diri ketika sedang marah.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
3. Moderat
Sifat moderat menjadi sangat penting, terutama jika anak menginjak masa remaja dan mulai dewasa.
Artinya, orangtua tidak bisa memaksakan kehendak dan keinginannya hanya karena menurut penilaiannya tidak pantas untuk si anak. Akan tetapi, orangtua hendaknya menanyakan terlebih dahulu.
Dengan dialog yang intensif dapat menggali apa yang menjadi keinginan anak. Sikap moderat bukan berarti sikap mengalah dan pasrah mengikuti apa saja yang diinginkan oleh anak, tetapi sebagai pembuka jalan untuk memahami emosi, perasaan, dan situasi yang dihadapi anak.
Contohnya, dalam memilih sekolah atau tempat pendidikan yang bagus dan berkualitas, orangtua tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anak sesuai dengan pilihan orangtua.
Akan tetapi, dialogkan dengan anak untuk mencari sekolah yang sesuai dengan seleranya dan memenuhi keinginan orangtua.
Tentu saja, sikap tegas dari orangtua juga perlu untuk mengarahkan anak dalam melihat risiko-risiko yang dihadapinya kelak. Akan tetapi, sikap tegas sebaiknya diikuti dengan sikap terbuka yang dapat memberikan peluang kepada anak untuk dapat mengemukakan sikap dan keinginannya.
Rasulullah Saw sebagaimana layaknya manusia lain, juga bisa marah. Akan tetapi, beliau marah karena sesuatu yang benar. Ka. limat yang terucap pun tetap tidak pernah menyimpang dari kebenaran.
Ada seorang laki-laki mengadu kepada Nabi Saw bahwa ia akan datang terlambat ketika shalat Subuh, karena si fulan yang jadi imamnya suka memanjangkan shalatnya. Ketika berkhutbah menyinggung masalah itu, beliau marah sekali hingga tidak seperti biasanya.
Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai sekalian manusia, ada di antara kalian yang menyebabkan orang lari (dari Islam), maka siapa saja yang menjadi imam, hendaklah mempersingkat shalatnya. Karena di belakang kalian ada orang tua, anak kecil, dan orang yang punya keperluan.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
4. Bertahap dalam Memberi Nasihat
Dalam meluruskan sikap dan perilaku seorang anak, sebaiknya orangtua memberikan nasihat melalui sebuah tindakan, bukan dengan nasihat atau ucapan yang panjang lebar sehingga anak tidak dapat menangkap maksudnya.
Nasihat secara beruntun apalagi bertubi-tubi, membuat anak cenderung mengabaikannya. Biasanya, anak lebih mudah mengikuti nasihat dari contoh-contoh yang tersampaikan oleh orangtuanya. Dan sebaliknya, anak bisa saja membantah nasihat kepadanya, jika orangtua juga tidak melakukannya.
Dalam memberikan nasihat kepada anak, perlu strategi yang cermat dan butuh kesabaran serta memperhatikan situasi dan kondisi atau keadaan si anak.
Nasihat sebaiknya dengan menggunakan cara-cara yang arif, santun, dan penuh kasih, sehingga mudah peroleh oleh anak.
Pesan Imam Ibnu Hanifah tentang Pola Pendidikan Anak
Alkisah bahwa Imam Ibn Hanifah berpesan kepada para muridnya, “Janganlah kalian mengajarkan figih kalian kepada orang yang sudah tidak berminat.” (Mukadimah Hasyiyah Ibn “Abidin)
Ibn Mas’ud r.a hanya memberi nasihat kepada para sahabat setiap hari Kamis. Lalu, ada seseorang berkata kepadanya, “Wahai Abu Abdurrahman, alangkah baiknya jika Anda memberi nasihat kepada kami setiap hari.”
Beliau menjawab, “Saya tidak mau karena saya tidak ingin membuat kalian merasa bosan. Saya memberi jeda waktu dalam menyampaikan nasihat, sebagaimana Rasulullah Saw. lakukan terhadap kami dulu karena khawatir kami bosan.” (HR AlBukhari dan Muslim)’
Kisah ini menunjukkan bahwa pesan atau nasihat, apa pun isinya, harus berangsur-ansur tersampaikan secara bertahap agar dapat terima secara efektif. (Rul)