• Login
  • Register
Selasa, 28 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan Bukan Sekadar Oposisi bagi Laki-Laki

Feminisme tidak bekerja dalam kerangka persaingan, melainkan untuk mewujudkan kesalingan antara laki-laki dan perempuan agar keduanya bisa hidup berdampingan secara adil.

Rizki Eka Kurniawan Rizki Eka Kurniawan
23/03/2021
in Personal
0
Perempuan

Perempuan

98
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perang antara laki-laki dan perempuan sama tuanya dengan perang antar kelas. Hampir di sepanjang sejarah peradaban manusia, isu-isu mengenai kesetaraan gender selalu menjadi topik panas yang pernah habis diperbincangkan. Dominasi kaum laki-laki terhadap peran sosial, politik, hukum, dan ekonomi membuat kaum laki-laki menjadi kaum superior yang memegang kunci pembangun peradaban dan menjadikan perempuan hanya sebagai korban dari setiap prodak yang diciptakan oleh laki-laki.

Perempuan hanya bisa menikmati, namun tidak bisa berkreasi menciptakan sesuatu sendiri. Hampir di semua aspek kehidupan, segala sesuatu merupakan produk dari laki-laki. Bahkan nilai-nilai hukum dan norma yang berlaku di masyarakat selalu dibuat berdasarkan sudut pandang laki-laki. Peran perempuan untuk mencipta sangat terbatas dan sedikit memegang peranan penting. Secara tidak langsung, patriarki memaksa perempuan untuk mengalah dan menyerahkan dirinya untuk diekploitasi.

Dominasi kaum laki-laki memberikan ancaman bagi kebebasan perempuan untuk berekspesi secara utuh sebagai manusia. Acaman tersebut memberikan tekanan psikis yang mengakibatkan ketidaknyamanan yang mendorong perempuan untuk melakukan perlawanan.

Perlawanan tersebut terlihat dari banyaknya aliran gerakan feminisme yang lahir di seluruh dunia, mulai dari: Ekofeminisme, Feminisme agama, Feminisme-anarki, Feminisme Cyborg, Feminisme faham pemisahan, Feminisme individualis, Feminisme liberal, Feminisme Marxisme, Feminisme psikoanalisis, Feminisme radikal, Feminisme sosialis dan masih banyak lagi aliran feminisme yang tak mungkin saya sebutkan satu per satu pada tulisan ini.

Dalam tulisan ini kita akan mencoba mengkaji gerakan feminisme menggunakan perspektif psikoanalisis, secara alamiah semenjak lahir manusia dibekali mekanisme pertahanan (deface mechanism) untuk melindungi pikiran, diri, dan ego dari kecemasan atau pun sangsi sosial. Anna Freud membagi deface mechanism menjadi lima mekanisme utama: represi, regresi, proyeksi, pembentukan reaksi, dan sublimasi.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?

Baca Juga:

Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan

Perempuan Juga Wajib Bekerja

Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?

Feminisme sendiri terlahir karena tekanan dan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan akibat sitem partiarki yang membudaya, membuat perempuan merasa tersisihkan dan hanya dijadikan sebagai subordinat. Ketidaknyamanan perempuan atas perlakuan masyarakat partriarki memunculkan refleks alami berupa perlawanan untuk merenggut kembali kebebasan. Refleks perlawanan tersebut terjadi akibat adanya mekanisme pertahanan yang tertanan dalam alam bawah sadar manusia, sehingga perlawanan perempuan melalui gerakan feminisme pun tak terhindarkan!

Namun yang dibicarakan oleh Anna Freud mengenai lima mekanisme utama adalah mekanisme yang berlaku secara personal, bukan mekanisme yang berlaku secara kolektif. Hal ini tidak bisa kita pakai untuk mengurai mekanisme pertahanan kaum perempuan secara kolektif yang selama bertahun-tahun hidup dalam ancaman superioritas laki-laki.

Pembentukan reaksi yang ditunjukkan kaum perempuan lebih rumit dari sekedar prilaku obsesif yang berlawanan, yang dicontohkan dengan cinta dialami sebagai formasi reaksi melawan kebencian. Ketidakterimaan perempuan terhadap superioritas laki-laki yang berlebihan memunculkan reaksi perlawanan yang agresif dan obsesif sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan pada nilai-nilai awal dari feminisme.

Feminisme yang seharusnya bersifat non-kompetitif dalam arti bukan persaingan untuk menjadi dominan antara laki-laki dan perempuan melainkan kolaborasi antara keduanya dalam masyarakat yang berkeadilan. Adanya miskonsepsi terhadap feminisme membuat dipandang sebagai gerakan yang menganggap laki-laki sebagai musuh yang harus dikalahkan. Laki-laki yang memiliki superioritas dilawan oleh perempuan yang membangun superioritasnya sendiri yang mencoba meruntuhkan supremasi laki-laki.

Menggunakan superioritas sebagai senjata untuk melawan superioritas tak akan menyelesaikan permasalahan malah hanya akan menambah permasalahan dan mengakibatkan persaingan ketat antara laki-laki dan perempuan—persaingan yang ketat membuat peperangan antar kedua jenis kelamin semakin brutal dan merusak keduanya.

Sebab di antara keduanya baik laki-laki maupun perempuan memiliki kebutuhan yang tak bisa mereka cukupi sendiri. Keduanya diciptakan untuk saling melengkapi dan memenuhi agar di antara keduanya bisa saling mewarnai satu sama lain. Sebagaimana al-Qur’an sebutkan dalam surah Q.S. Al-Baqarah ayat 187:

“…istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.”

Keduanya ibarat pakaian yang saling menutupi kelemahan satu sama lain dan saling memberikan kenyamanan, kehangatan dan perlindungan di kehidupan. Laki-laki dan perempuan sama-sama saling membutuhkan. Feminisme tidak bekerja dalam kerangka persaingan, melainkan untuk mewujudkan kesalingan antara laki-laki dan perempuan agar keduanya bisa hidup berdampingan secara adil. Untuk bisa mendapatkan kesamaan hak sebagaimana hak-hak yang diperoleh oleh laki-laki, perempuan tidak harus menjadi oposisi bagi laki-laki.

Feminisme harus bisa melampaui naturalisme dan esensialisme kehidupan. Tujuan feminisme tidak sebatas untuk membebaskan perempuan dari belenggu patriarki, lebih dari itu. Tujuan feminisme yang sebenarnya adalah untuk membuat laki-laki dan perempuan saling memanusiakan satu sama lain. Sebab Kemanusiaan lebih penting dari pada gender! []

 

Tags: feminismegerakan perempuankeadilanKemanusiaaKesetaraanlaki-laki
Rizki Eka Kurniawan

Rizki Eka Kurniawan

Lahir di Tegal. Seorang Pembelajar Psikoanalisis dan Filsafat Islam

Terkait Posts

Pengasuhan Anak

Jalan Tengah Pengasuhan Anak

28 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

27 Maret 2023
Profil Gender

Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

27 Maret 2023
Target Ibadah Ramadan

3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan

25 Maret 2023
Memilih Childfree

Salahkah Memilih Childfree?

24 Maret 2023
Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui Saat Ramadan

23 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tradisi di Bulan Ramadan

    Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Flexing Ibadah selama Ramadan, Bolehkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puasa Dalam Perspektif Psikologi dan Pentingnya Pengendalian Diri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jalan Tengah Pengasuhan Anak
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist