• Login
  • Register
Sabtu, 4 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Perempuan Melawan Stigma: Ada Apa dengan Layangan Putus?

Perempuan selalu mengalami reviktimasi. Menjadi korban berulang-ulang. Sedangkan laki-laki sering kali terbebas dari hukuman sosial masyarakat, meskipun dia sebagai subjek aktif dalam kasus perselingkuhan

Laila Fajrin Rauf Laila Fajrin Rauf
06/01/2022
in Film
0
Belajar Dari Sosok Kinan Dalam Serial “Layangan Putus”

Belajar Dari Sosok Kinan Dalam Serial “Layangan Putus”

557
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dunia perfilman sedang ramai dengan hadirnya serial yang tayang di WeTV berjudul Layangan Putus. Serial film yang diangkat dari novel kisah nyata karya Mommy ASF mencuri banyak perhatian publik. Berita-berita mulai banyak berseliweran di media online. Cuplikan adengan film juga bertebaran di TikTok, Instagram, Facebook dan media lainnya. Film ini sukses membuat emosi para penontonnya pecah. Sampai temanku pernah berkata “Nonton film layangan putus bikin darah rendahku jadi darah tinggi, emosi sekali saat menontonnya”.

Ternyata, tanpa kita sadari, ada hal-hal yang luput dari perhatian. Kian hari, berita yang ditayangkan lebih pada stigma pelakor yang dilekatkan kepada sosok Lidya Danira yang diperankan oleh Anya Geraldine. Di satu berita, ada yang memuat judulnya seperti ini “5 Pose Seksi Anya Geraldine, Si Lidya Danira Pelakor Layangan Putus Yang Menggoda”. Ada juga artikel lain dengan judul “Curhat Pelakor Layangan putus Versi Novel: Kita Enak Dapat Banyak Pahala”. Sejujurnya, merinding bulu kudukku saat membacanya.

Stigma pelakor atau perebut laki orang memang kerap kali dilekatkan kepada perempuan. Tentu saja, pelekatan ini dibarengi dengan stigma negatif seperti perempuan penggoda, perempuan yang enggak baik atau perempuan jahat perebut hak milik orang lain. Stigma pelakor ini seolah mengajak sesama perempuan untuk duel atau bersaing. Sehingga perempuan menjadi luput melihat permasalahan dan musuh sesungguhnya sebenarnya berakar pada kultur patriarki dan relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan.

Sebagai bahan membaca fenomena, aku juga mencari berita atau artikel dengan keyword “Aris tukang selingkuh” melalui google search. Artikel yang muncul diantaranya berjudul “Mas Aris tolong hentikan sebelum rumah tangga yang lain berantakan”, selain itu juga ada artikel berjudul “Komentar Sinis Reza Rahadian Untuk Karakternya di Serial Layangan Putus”.

Fenomena ini membuatku teringat kalimat Mas Nur Hasyim dari Aliansi Laki-laki Baru yang berbunyi seperti ini, “Ketika terjadi perselingkuhan perempuan disebut pelakor. Ketika terjadi kekerasan seksual perempuan disebut penggoda. Ketika terjadi kekerasan dalam rumah tangga perempuan disebut enggak becus ngurus rumah tangga. Laki-laki selalu invisible (tak terlihat) dan invisibilitas laki-laki adalah privilese”.

Perempuan selalu mengalami reviktimasi. Menjadi korban berulang-ulang. Sedangkan laki-laki sering kali terbebas dari hukuman sosial masyarakat, meskipun dia sebagai subjek aktif dalam kasus perselingkuhan. Kerap kali, yang disalahkan dan mendapat stereotip negatif hanya perempuan saja. Padahal di dalam kasus perselingkuhan pelakunya beragam, tidak tunggal seragam. Kedua belah pihak memiliki peranan yang akhirnya menyebabkan ada di situasi tersebut. Tidak bijak rasanya jika label negatif sebagai aktor atau penyebab perselingkuhan hanya disematkan kepada perempuan saja.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik
  • Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker

Baca Juga:

Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik

Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker

Situasi ini juga menggiring masyarakat untuk memiliki pola pikir bahwa perempuan dianggap selalu salah. Bagi perempuan yang menjadi selingkuhan akan menanggung hukuman sosial sendirian dengan berbagai hujatan seperti penggoda laki-laki, perebut suami orang, atau perusak rumah tangga orang lain. Sedangkan perempuan yang diselingkuhi terkadang merasakan bahwa dia memiliki banyak kekurangan di mata suami atau laki-laki yang bersamanya. Merasa kurang di bagian ini dan itu sehingga menganggap bahwa dialah pihak yang bersalah atas perselingkuhan suaminya. Padahal itu sama sekali bukan kesalahannya.

Tentu saja, kondisi ini akan menyerang keberhargaan diri perempuan. Dalam diskusi bersama Komunitas Perempuan Berkisah yang disampaikan oleh Kak Yuliana Martha dijelaskan bahwa kasus perselingkuhan memunculkan luka batin yang dalam sehingga perempuan memiliki sikap rendah diri dan sulit meninggalkan hubungan beracun dan terjebak pada hubungan toxic yang menyakitkan.

Kondisi ini tidak hanya dialami oleh perempuan yang diselingkuhi tetapi juga perempuan selingkuhan. Bisa jadi dia merasa rendah diri karena telah melakukan perbuatan tidak baik. Disinilah titik dimana kita perlu percaya bahwa perempuan korban kekerasan akibat perselingkuhan memiliki daya untuk menyintas dan keluar dari luka batin yang dialaminya. Perempuan mampu dan berdaya untuk keluar dari hubungan toxic yang tidak mendukungnya untuk bertumbuh sebagai manusia.

Pertanyaan besar yang mungkin muncul saat membaca tulisan ini adalah kenapa kita harus melawan stigma pelakor?

Stigma pelakor tidak hanya menjebak perempuan selingkuhan tetapi juga perempuan yang diselingkuhi. Pertama, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada reviktimisasi perempuan, laki-laki jadi luput dari hukuman sosial masyarakat sebagai subjek aktif perselingkuhan. Narasi perebut laki orang (pelakor) menghilangkan tokoh laki-laki sebagai pelaku perselingkuhan, sebab tidak ada istilah yang sama setara dengan pelakor bagi laki-laki.

Belum lagi fenomena ini tidak bisa di pukul sama rata. Memang pada kenyataanya ada perempuan yang memilih sebagai selingkuhan. Tetapi ada juga perempuan yang tidak tahu bahwa sedang menjalin relasi di tengah perselingkuhan. Sehingga perempuan selingkuhan itu juga bisa menjadi korban didalam relasi ini.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melawan stigma pelakor

Yang pertama, mulai saat ini, mari kita berhenti memakai istilah pelakor. Sebab tidak ada juga istilah tandingan bagi laki-laki peselingkuh . Memang kelihatan sepele tetapi kita bisa ikut serta membentuk kultur budaya di masyarakat. Kedua, mari kita berhenti untuk mendukung konten online tentang pelakor. Berhenti membantu mengampanyekan istilah pelakor. Sebab banyak konten yang menggambarkan bahwa laki-laki di antara dua perempuan seolah diperebutkan dan dia (laki-laki) tidak bersalah. Konten semacam ini kembali menduelkan perempuan dan termasuk pada konten toxic. Jadi, mari berhenti menaikkan traffic content seperti ini.

Terakhir, mari jadi agen transformasi yang berani speak up untuk melawan stigma pelakor. Bukan untuk membela si “pelaku” tetapi untuk membela sesama perempuan. Sebab, ikut melawan stigma pelakor bukan berarti kita mendukung atau menormalisasi perselingkuhan. Kita tetap harus meng-highlight perselingkuhan sebagai bentuk kekerasan, apalagi jika dilakukan dalam komitmen rumah tangga atau pernikahan. Ikut melawan stigma pelakor berarti melawan kultur patriarkis yang senang menyalahkan perempuan saja. Itu artinya, kita ikut berdiri sendiri sebagai perempuan dan perempuan lain di Indonesia! []

 

 

Tags: FilmLayangan Putusperempuanstigma
Laila Fajrin Rauf

Laila Fajrin Rauf

Penulis asal Jepara. Founder Komunitas Gerakan Kolektif Perempuan Feministic.id. Aktif di GUSDURian dan Duta Damai Yogyakarta. Bisa dihubungi via email ke [email protected] atau instagram @ubai_rauf

Terkait Posts

Film Troll

Pertemuan Mitologi, Ekologi, dan Phallotechnology dalam Film Troll

1 Februari 2023
Film Gangubai Kathiawadi

Film Gangubai Kathiawadi: Siapapun Bisa Menjadi Pembela Hak Perempuan

17 Januari 2023
Cek Toko Sebelah 2

Review Film Cek Toko Sebelah 2: Makna Hubungan Orangtua-Anak

12 Januari 2023
Relasi Mubadalah

3 Potret Relasi Mubadalah dalam Film Enola Holmes 2

26 Desember 2022
Film Dokumenter

Film Dokumenter Muda Buka Suara: Upaya Mendokumentasikan Rahim Alam Melalui Suara Marginal

22 Desember 2022
Peran Ibu

Pentingnya Peran Ibu dalam Membentuk Karakter Anak dalam Film Laal Singh Chadda

14 Desember 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perempuan Miskin

    Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam
  • Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan
  • Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik

Komentar Terbaru

  • Indonesia Meloloskan Resolusi PBB tentang Perlindungan Pekerja Migran Perempuan - Mubadalah pada Dinamika RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang Tak Kunjung Disahkan
  • Lemahnya Gender Mainstreaming dalam Ekstremisme Kekerasan - Mubadalah pada Lebih Dekat Mengenal Ruby Kholifah
  • Jihad Santri di Era Revolusi Industri 4.0 - Mubadalah pada Kepedulian KH. Hasyim Asy’ari terhadap Pendidikan Perempuan
  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist