Mubadalah.id – Balai Diklat Industri (BDI) Padang memberikan pelatihan sulaman kepada perempuan usia produktif di Nagari Tiku V Jorong Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam. Kegiatan ini diikuti oleh 70 perempuaan usia produktif yang berumur 18 hingga 40 tahun (07/02/19).
BDI melaksanakan kegiatan ini selama 18 hari. Dengan lamanya waktu untuk peserta belajar dalam skema pelatihan dibandingkan pelatihan biasanya. Menurut saya, langkah BDI baik untuk memahami persoalan secara detail dan mendalam. Tidak hanya mengadakan pelatihan saja, BDI juga membantu peserta pelatihan untuk memasarkan produk ke pasaran.
Sulaman merupakan produk masyarakat lokal yang berpotensi digerus zaman. Sebagai kerajinan tradisional yang lahir di masyarakat. Sulaman merupakan suatu karya yang perlu mendapatkan perlindungan. Karena, budaya tradisional adalah identitas dan jati diri bangsa Indonesia yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Keagungan budaya Indonesia telah diakui oleh negara-negara dunia. Selain pelestarian kebudayaan, aset seni Indonesia merupakan suatu upaya peningkatan produktivitas ekonomi bangsa.
Menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki 1.340 suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah. Dengan jumlah bahasa daerah yang terdata oleh Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kebudayaan mencapai 652 bahasa. Selain itu terdapat ragam karya seni di masing-masing daerah, seperti tarian, musik, lagu tradisional, dan karya hasil kerajinan tangan.
Di tengah arus perkembangan globalisasi, perubahan kebudayaan di Indonesia ikut tergeser. Kebudayaan yang sangat variatif perlahan mulai menyempit dan ditinggalkan. Pengunaan adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari perlahan mulai hilang. Perbedaan cara pikir ala westernisasi pun menguat. Prilaku ini pun sampai kepada konsumsi sehari-hari, termasuk fashion pada kalangan perempuan.
Perempuan Indonesia dikenal sebagai perempuan yang mempunyai produktivitas yang tinggi, namun sayang saat ini sudah dipangkas oleh budaya westernisasi yang mengantarkan perempuan Indonesia ke ranah sosialita, dan tidak lagi dikenal dengan perempuan sulaman.
Apabila perempuan yang mengenal sulaman tidak melakukan inovasi dan kreatifitas. Sulaman akan hilang sebagai produk lokal masyarakat dan fashion kaum perempan. Strategi-strategi harus digerakan, agar masyarakat tidak kehilangan profesinya akibat disrupsi yang dilakukan oleh kemajuan teknologi atau biasa disebut eranya industri 4.0.
Apabila kita lihat sejarahnya, revolusi industri pertama terjadi pada tahun 1764. Sejarahnya dimulai dengan adanya penemuan mesin uap oleh James Watt. Pada masa itu Benua Eropa menjadi titik awal industri dunia. Selanjutnya, pada tahun 1870 terjadi revolusi industri 2.0 dengan adanya penemuan listrik. Dan tahun 1969 terjadi revolusi industri ketiga yang di sebut dengan revolusi industri 3.0. Sekarang, dengan sudah adanya penggunaan komputer yang tinggi, revolusi industri mengalami perubahan produksi yang jauh lebih masif.
Setelah itu, dalam waktu yang tidak terlalu lama—pada tahun 2016 world economy forum menetapkan tahun ini sebagai industri 4.0. Revolusi industri 4.0 terjadinya pengembangan lebih lanjut dari revolusi industri ke tiga menggunakan teknologi, namun jauh lebih dominatif, yaitu penggunaan teknologi digital. Semua itu dilihat dari perkembangan ecommerce. Sebagai negara besar yang dikenal dengan “gemah ripah loh jinawi”. Indonesia harus dapat memanfaatkan perkembangan industri digital ini sebagai pelestarian kebudayaan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang kuat akan nilai-nilai kebudayaan. Inovasi dan kreatifitas tidak akan menghilangkan akar budaya, asalkan siap secara sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur.
Sebagai bangsa yang besar, kolaborasi produktivitas dapat dikembangkan kembali dengan gaya baru. Karena, bangsa yang visoner pandai membaca kemajuan zaman. Oleh karena itu, pengembangan kerajinan tangan bagi perempuan dapat menjadi aset daerah yang menjanjijkan. Namun, kesalahan Indonesia mengabaikan hak paten produksi kendala pemasaran produk lokal dalam skala nasional dan internasional.
Kementerian perindustrian mengatakan ada beberapa strategi Indonesia menghadapi Industri 4.0. Diantaranya, memperkuat rantai suplai, membangun kawasan industri, menerapkan pembangunan berkelanjutan, mengembangkan industri kecil dan menengah, menyiapkan infrastruktur digital, menyiapkan ekosistem inovasi, menyiapkan insentif fiskal untuk inovasi, mengembangkan kemampuan SDM industri, menyiapkan kebijakan industri, mendorong peningkatan investasi.
Industri 4.0 yang didorong oleh Kementerian Perindustrian hendaknya sensitif produk lokal. Keberadaan infrastruktur pendukung industri 4.0 memberikan ruang yang adil bagi produk-produk yang dihasilkan masyarakat. Jalur industri yang dibuat dengan tujuan awal untuk masyarakat. Ketika sarana pendukung sudah selesai, masyarakat harus mendapatkan haknya sesuai dengan tujuan tersebut. Harapannya semua pihak yang terlibat berada di jalur yang benar.
Teknologi pada suatu sisi memberikan dampak kemajuan terhadap umat manusia. Namun, pada sisi lain teknologi juga bisa menghilangkan pekerjaan masyarakat. Pekerjaan yang selama ini dikerjakan secara manual kehilangan ruhnya ketika era industrialisasi ukut campur.
Perempuan adalah pekerja yang paling merasakan dampak dari era industriliasi. Kerajinan-kerajinan tradisional di masyarakat umumnya dikerjakan oleh kaum perempuan. Pekerjaan itu adalah sambilan dari tugas sebagai ibu rumah tangga. Dengan adanya kerajinan lokal, misalnya, sulaman dapat membantu perekenomoan keluarga.
Singkat kata, ketika budaya dan kerajinan lokal mulai di disrupsi industrilisasi. Namun pada sisi lain, masyarakat tidak siap dengan datangnya era ini. Budaya dan kerajinan lokal kita akan berpindah secara utuh dari tangan-tangan terampil perempuan ke pola mesin.[]
Pertama kali dimuat di Padang Ekspres, 14 Februari 2019.