• Login
  • Register
Jumat, 13 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Sesama Perempuan kok Merasa Tersaingi? Katanya Kesetaraan Gender!

Kita perlu menghilangkan pemikiran seksis dan standar-standar akan bagaimana seharusnya perempuan bersikap dan berperilaku

Hilda Rizqi Elzahra Hilda Rizqi Elzahra
27/06/2022
in Personal
0
Kesetaraan Gender

Kesetaraan Gender

500
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Eksistensi narasi kesetaraan gender telah menginspirasi banyak perempuan untuk berani berekspresi dan memecahkan batas-batas kaca primitif. Namun kita tak dapat menutup mata, karena masih banyak di antara kita yang menganggap sesama perempuan sebagai ancaman yang perlu kita lawan. Ada yang merasa harus saling sikut menyikut, bisakah kita saling berpegangan tangan untuk menuju puncak impian bersama?

Berdasarkan pendapatnya Shera Rindra Mayangputri, aktivis perempuan yang aktif menginisiasi program edukasi kesetaraan gender, bahwa pertemanan yang positif antara perempuan (sisterhood) di Indonesia belum terbangun secara baik. Hal ini terlihat secara mayoritas, pertemanan antar perempuan masih terpahami dalam bentuk ‘geng-gengan’, berkumpul untuk seru-seruan, dan banyaknya tuntutan untuk saling sama.

Suatu kebiasaan yang sudah dianggap maklum adalah jika ada salah satu dari mereka (anggota geng) yang tidak suka pada seseorang. Maka yang lain merasa harus ikut memusuhi orang tersebut. Jika tidak, maka akan terkucilkan. Yang lebih miris, jenis pertemanan seperti ini sudah terbentuk bahkan sejak di bangku sekolah, yang mana masih sering terjadi penindasan oleh sekelompok siswi terhadap siswi lainnya.

Kesetaraan Gender, Masihkah Ada?

Menilik kasus di atas yang lebih parahnya lagi, seseorang perempuan bisa menjadi tidak suka terhadap pencapaian perempuan lainnya, ataupun sesuatu yang melekat pada diri perempuan yang kemudian menjadi bahan untuk tidak mereka sukai, dan terkadang tidak memiliki alasan. Alih-alih ingin terlihat lebih baik, lebih spesial dan lebih segalanya. Sayangnya hal itu mereka lakukan dengan cara merendahkan perempuan lain.

Secara tidak sadar, bahwa mereka mengidap internalized misoginy. Menurut seorang sosiolog asal Amerika, Allan G. Johnson berpendapat bahwa misoginis adalah sikap budaya kebencian terhadap kaum perempuan karena mereka adalah perempuan.

Baca Juga:

Tauhid sebagai Dasar Kesetaraan

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Sikap benci ini paling umum oleh pria meskipun, menurut Michael Flood yang merupakan sosiolog dari Universitas Wollongong, sikap dan perilaku kebencian ini dapat juga perempuan lakukan terhadap perempuan lain, atau bahkan pada diri mereka sendiri. Sikap misoginis yang termiliki oleh perempuan inilah yang tersebut dengan internalized misogyny.

Mereka yang mengalami hal tersebut, biasanya memiliki definisi standar yang sempit dan hanya berdasarkan standar mereka. “Perempuan itu harus anggun, kamu kok banyak tingkah banget sih?” Inferioritas inilah yang membuat perempuan saling menyerang dan merendahkan untuk merasa berharga.

Di lain contoh, diceritakan dengan adanya sesama Mahasiswi (A dan B). Si A menyukai gaya style yang tidak biasa dan selalu menggunakan make-up ketika hendak berangkat kuliah. Sedangkan si B, hanya berpenampilan apa adanya dan tanpa make-up.

Kemudian Si B mengatakan kepada si A “A, kamu kok ke kampus selalu dandan dan bajunya selalu fashionable Kalau aku sih sukanya yang alami dan apa adanya. Kamu tidak percaya diri tampil apa adanya ya? Semakin orang itu ingin terlihat mencolok dari aslinya, maka semakin minder dengan diri aslinya.” Tanpa sadar, Si B telah mengalami internalyzed misoginy.

Berikut adalah contoh dari paparan Internalized misoginy

1. Membuat komentar yang meremehkan tubuh dan penampilan fisik diri sendiri dan perempuan lain (Body Shaming) atau sebaliknya, bisa juga terjadi tidak pada fisik, namun pada keberhasilan atau kesenangan yang terasa.

2. Menggunakan ungkapan-ungkapan seperti, “Aku nggak seperti perempuan lain,” atau “Aku lebih senang berteman dengan laki-laki daripada perempuan,” atau “Aku lebih suka warna hitam, tidak seperti perempuan lain yang menyukai warna-warna cerah” hal ini yang dapat mendukung stereotip gender.

3. Memandang perempuan lain sebagai saingan atau musuh dalam situasi sosial dan profesional untuk mendapatkan perhatian dan persetujuan laki-laki.

4. Menghalangi perempuan lain mewujudkan impian mereka dan memenuhi potensi mereka yang lebih tinggi.

5.  Bahkan dalam bentuk pembelaan sekalipun, dengan membela, membenarkan, dan memaafkan tindakan misogyny atau pelecehan. Baik terhadap diri sendiri maupun perempuan lain. Misalnya dengan berkata, “Ya wajar lah kalau perempuan itu terlecehkan jika berpakaian seperti itu”  Dan masih banyak lagi paparan tentang internalized misoginy.

Dampak negatif internalized misoginy

Dampak negatif dari internalized misoginy adalah seseorang yang direndahkan bisa kehilangan kepercayaan diri atau mengalami stress. Sementara sang pelaku lambat laun bisa dipastikan mengalami gangguan kesehatan mental. Ini adalah sebuah keterkaitan yang saling merugikan.

Kita perlu menghilangkan paparan internalized misogyny ini dengan mengubah cara pandang kita terhadap suatu gender. Kita perlu memahami bahwa setiap orang berhak menjadi apapun yang mereka inginkan. Lalu abaikan pemikiran seksis dan standar-standar akan bagaimana seharusnya perempuan bersikap dan berperilaku. Dengan mengubah ini, kita dapat berhenti menjustifikasi dan merendahkan terhadap sesama perempuan. Lalu kita bisa memulai untuk saling memberikan dukungan satu sama lain.

Sudah sepantasnya kita menyadari bahwa kita (perempuan) berada dalam masalah yang sama. Jangan saling menghina dan merendahkan, sudah seharusnya kita terus saling menghargai individualitas dan keunikan masing-masing. Yuk, sama-sama saling dukung satu sama lain untuk mencapai kesetaraan gender yang sesungguhnya. []

 

 

 

 

Tags: GenderKesetaraanMental HealthSelf HealingSelf LoveSupport Systemwoman supporting womanWomen Support Women
Hilda Rizqi Elzahra

Hilda Rizqi Elzahra

Mahasiswi jelata dari Universitas Islam Negeri Abdurrahman Wahid, pegiat literasi

Terkait Posts

Perempuan Berolahraga

Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga

13 Juni 2025
Humor

Humor yang Tak Lagi Layak Ditertawakan: Refleksi atas Martabat dan Ruang

13 Juni 2025
Menyulam Spiritualitas

Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

12 Juni 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah Tokoh Perempuan (Part 3)

11 Juni 2025
Devotee

Mengenal Devotee: Ketika Disabilitas Dijadikan Fetish

10 Juni 2025
Tragedi Sejarah

Menolak Lupa, Tragedi Sejarah Kekerasan terhadap Perempuan

9 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Difabel

    Senyum dari Jok Motor : Interaksi Difabel Dengan Dunia Kerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Ketauhidan dalam Relasi Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Utama Rumah Tangga Menurut Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Humor yang Tak Lagi Layak Ditertawakan: Refleksi atas Martabat dan Ruang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Senyum dari Jok Motor : Interaksi Difabel Dengan Dunia Kerja
  • Tujuan Utama Rumah Tangga Menurut Al-Qur’an
  • Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga
  • Prinsip Ketauhidan dalam Relasi Suami Istri
  • Menyemarakkan Ajaran Ekoteologi ala Prof KH Nasaruddin Umar

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID