• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Stop Silent Treatment! Mari Bangun Pertemanan yang Lebih Baik

Kita harus sadar, bahwa tiap individu mempunyai posisi yang sama (equal), sehingga berlakulah konsep mubadalah, yaitu kesalingan. Dengan saling menghormati, saling menolong, dan saling melindungi, hubungan pertemanan dapat menjadi lebih erat dan lebih baik.

Ade Rosi Siti Zakiah Ade Rosi Siti Zakiah
07/09/2023
in Personal
0
Silent Treatment

Silent Treatment

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kalian pasti sudah tidak asing dengan istilah silent treatment. Sikap ini memiliki makna yang berbeda dengan menunda pembicaraan. Silent treatment justru bisa jadi akar dari sebuah hubungan yang tidak lagi sehat. Namun, masih banyak orang yang belum menyadari jika dirinya telah mengalami silent treatment.

Silent treatment adalah sikap di mana seseorang memilih untuk diam atau mengabaikan lawan bicaranya dengan menolak berbicara atau berkomunikasi. Sikap ini biasanya terjadi karena adanya konflik dalam sebuah hubungan. Entah itu hubungan suami istri, orang tua dan anak, persaudaraan, pertemanan, pacar, dan lainnya.

Tidak ada satu pun jenis hubungan yang berjalan mulus dan baik-baik saja. Pasti akan ada konflik yang mengakibatkan hubungan tersebut menjadi renggang, bahkan terputus begitu saja.

Konflik dalam sebuah hubungan memang lumrah terjadi. Biasanya karena pola pikir yang berbeda, kesalahpahaman, ataupun kurangnya komunikasi. Ketika kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah, maka konflik yang terjadi tentu akan semakin memanas. Keduanya berusaha untuk saling mempertahankan pendapat dan egonya masing-masing.

Sebagian orang juga ada yang memilih diam agar konflik tidak berkelanjutan. Hal ini termasuk wajar. Apalagi sebagai reaksi spontan saat terjadi pertengkaran. Tentunya dengan maksud meredakan. Sehingga tidak keluar perkataan yang berakibat penyesalan.

Namun, diam yang terlalu lama tanpa adanya konfirmasi dari kedua belah pihak, dapat memicu perdebatan batin yang lebih hebat. Sering kali membuat korbannya merasa rendah diri, terpuruk, terasingkan, tertolak, bahkan ia merasa lebih bejad daripada seorang penjahat. Tindakan ini berpotensi merusak harga diri korban, bahkan jika terjadi secara terus-menerus bisa membunuh karakter si korban.

Baca Juga:

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Oleh karena itu, silent trearment merupakan salah satu bentuk pelecehan emosional yang bertujuan untuk menghukum salah satu pihak. Sehingga, salah ataupun tidak, si korban akhirnya dituntut untuk meminta maaf terlebih dahulu pada pelaku.

Silent Treatment dalam Hubungan Pertemanan

“Teh, aku capek banget, dia terus-terusan ngediemin aku. Aku bingung sebenernya salahku apa. Tiap kali ketemu dia, aku selalu coba buat senyum dan nyapa dia. Tapi, dia gak pernah ngasih respon apapun. Meskipun sebelumnya dia tertawa lepas dengan teman-temannya yang lain. Ketika aku datang, dia selalu buang muka dan terkadang langsung pergi”. Ungkap salah seorang santri putri di pondok pesantren tempat saya mengabdi.

Santri putri bernama Ayya pernah curhat ke saya. Yaitu tentang perlakuan temannya, Fifi. Ayya dan Fifi sudah berteman dekat sejak mereka belum berada di pondok pesantren. Keduanya sering beradu argumen, tetapi selalu berhasil menyelesiakan masalah dengan cara yang baik. Namun, suatu hari, setelah mereka berdebat tentang masalah kecil. Fifi mulai mengabaikan Ayya, bahkan tidak lagi berbicara dengannya.

Ayya merasa bingung dengan apa yang sedang terjadi. Awalnya, Ayya ikut abai seperti halnya sikap Fifi kepadanya. Tidak ada satupun yang mau mengklarifikasi pokok permasalahan yang terjadi. Setiap kali bertemu, keduanya spontan bersikap seperti orang asing, sok jual mahal, gengsi, dan merasa benar. Mereka bersikap seolah-olah tidak lagi saling kenal. Tidak ada lagi tegur sapa, namun yang ada hanya diam seribu bahasa.

Setelah beberapa bulan, Ayya mulai merasa bahwa hubungan mereka sudah tidak lagi sehat. Dia mulai menyadari bahwa perlu ada salah satu pihak yang mengalah. Dia mencoba untuk mendekati Fifi, mulai sering tersenyum dan menyapa saat bertemu, memberikan like pada tiap story di media sosial, menghubunginya lewat telepon dan pesan. Namun, Fifi tetap diam dan tidak merespon.

Namun, semua usaha yang dilakukan Ayya, seolah sia-sia. Ayya merasa sangat sedih, kesepian, terpuruk, dan terisolasi. Fifi tidak sedikit pun menghargai dan mengakui usahanya. Ayya merasa bahwa dia tidak melakukan kesalahan apa pun dan tidak tahu mengapa Fifi memperlakukannya seperti itu.

Dampak Silent Treatment

Melansir dari situs alodokter.com, bahwa orang yang mendapatkan perlakuan silent treatment dapat merasakan beberapa dampak. Di antaranya, kebingungan atau ketakutan, marah, selalu merasakan penolakan dan pengucilan, putus asa, self-esteem yang rendah, serta frustasi.

Jika perlakuan ini terjadi secara terus menerus, maka dampak tersebut dapat berkembang menjadi berbagai masalah kesehatan. Seperti fibromyalgia, gangguan makan, sindrom kelelahan kronis, kecemasan, hingga depresi.

Selain itu, masalah yang terus berlarut tanpa adanya penyelesaian, juga dapat menciptakan toxic relationship, kurangnya keintiman, komunikasi menjadi buruk, bahkan dapat berujung perpisahan. Akhirnya terjadilah gosthing.

Cara Mengatasi Perlakuan Silent Treatment ala Mubadalah

Cerita Ayya dan Fifi menunjukkan hubungan pertemanan yang tidak lagi sehat. Sikap mendiamkan yang telah Fifi lakukan, tentu mengganggu kesehatan emosional Ayya. Komunikasi dari pihak Ayya sebagai korban, tidak dapat menyelesaikan masalah. Fifi sebagai pelaku pun seharusnya menyadari dan segera menghentikan sikap yang ia berikan.

Ajaran Islam menekankan pentingnya kebaikan, komunikasi, dan menyelesaikan konflik dengan cara terhormat. Bukan dengan cara menyakiti atau bersikap mendiamkan yang pada akhirnya membawa dampak buruk bagi salah satu pihak.

Kita harus sadar, bahwa tiap individu mempunyai posisi yang sama (equal), sehingga berlakulah konsep mubadalah, yaitu kesalingan. Dengan saling menghormati, saling menolong, dan saling melindungi, hubungan pertemanan dapat menjadi lebih erat dan lebih baik.

Selain itu, kita juga akan lebih memahami dan menghormati adanya perbedaan satu sama lain. Kita dapat menciptakan lingkungan yang damai dan harmonis, mengurangi kemungkinan terjadinya konflik, dan meningkatkan toleransi dalam hubungan pertemanan. []

Tags: KesalinganMubadalahpersahabatanRelasiSilent Treatment
Ade Rosi Siti Zakiah

Ade Rosi Siti Zakiah

Mahasiswi Magister Studi Islam, Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Saat ini, sedang mengabdi di Pondok Pesantren Imam Ad-Damanhuri, Kota Malang.

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID