Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa kelebihan yang Allah berikan bagi suami yang bertanggung jawab sama sekali bukan pembenar untuk berbuat ketidakadilan, kekerasaan, dan kesewenang-wenangan.
Jika kita menyimak apa yang dilakukan Rasulullah Saw, maka, Nyai Badriyah menyebutkan, kita akan mendapati hal sebaliknya. Nabi Saw justru sering mengalah saat Ummahatul Mukminin merasa cemburu.
Saat situasi tidak menentu, Nabi Saw sebagai suami memilih diam menunggu wahyu Allah. Itu yang beliau lakukan saat Aisyah dituduh berselingkuh dengan Shafwan bin Mu’attal.
Setelah Allah menurunkan wahyu tentang bebasnya Aisyah dari segala tuduhan, sebagaimana dalam al-Qur’an surat Nur ayat 11:
ان الدْين جا ءوا بالافك عصبة منكم لا تحسبوه شرا لكم بل هو خيرا لكم لكل امرئ منهم ما اكتسب من الاثم والدْي تولى كبره منهم له عدْاب عظيم
Artinya : “Sesungguhnya yang membawa berita bohong itu adalah sekelompok orang dari kamu. Kamu tidak menyangka buruk bagi kamu, tapi ia baik pada kamu. Bagi setiap orang dari mereka akan mendapatkan dosa. Dan orang yang menanggung (dosa) beratnya dari mereka baginya siksaan yang besar.”
Maka dengan adanya ayat ini Nabi Saw sebagai suami kembali menjalani hidup dengan Aisyah seperti sediakala.
Beliau juga bersedia mendengarkan saran istri yang solutif misalnya, Rasulullah Saw mengikuti saran Ummu Salamah ra agar mencukur rambut dan menyembelih binatang (hadyu) tanpa bicara apapun saat terjadi ketegangan dalam peristiwa Hudaibiyah.
Saat itu para sahabat dari Madinah menuju Makkah untuk Umrah, namun terhalang oleh kafir Makkah di Hudaibiyah.
Nabi memerintahkan sahabat untuk mencukur rambut dan memotong hadyu, namun para sahabat yang sedih dan masih berharap sampai ke Makkah tidak melakukannya.
Setelah Nabi mengikuti saran istrinya, para sahabat langsung mencukur satu sama lain. (Rul)