• Login
  • Register
Minggu, 5 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu dalam Perspektif Mubadalah

Makna mubadalah dapat kita munculkan ketika kedua subyek (anak dan ibu) kita posisikan dalam posisi yang sejajar dan saling melakukan hubungan baik secara timbal balik.

Kholifah Rahmawati Kholifah Rahmawati
10/12/2022
in Keluarga, Rekomendasi
0
Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu

Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu

447
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Istilah “Surga ada di bawah telapak kaki ibu” memang sudah tidak asing kita dengar. Istilah tersebut merupakan sebuah istilah yang saya ambil dari potongan matan sebuah hadis. Periwayatan hadis tersebut oleh Ibnu ‘Adi dalam Kitab Al-Kamil fi Dhu’afa’ir Rijal yang berbunyi:

من طريق موسى بن محمد بن عطاء: حدثنا أبو المليح، حدثنا ميمون، عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «الْجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الأمَّهَات؛ مَن شِئن أدخلن، ومَنْ شِئن أخْرَجن-.

Artinya: “Dari jalur Musa bin Muhammad bin ‘Atha, dari Abu Al-Malih, dari Maimun, dari Ibnu ‘Abbas R.A., ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Surga di bawah telapak kaki ibu. Siapa yang dikehendaki (diridhai) para ibu, mereka bisa memasukkannya (ke surga) ; Siapa yang dikehendaki (tidak diridhoi), mereka bisa mengeluarkannya (dari surga).”

Daftar Isi

    • Asal Istilah dan Validitasnya
    • Makna yang dipahami dan beberapa pendukungnya
  • Baca Juga:
  • Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga
  • Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad
  • Relasi Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah
  • Terminologi Mubadalah Berguna Untuk Gagasan Relasi Kerjasama
    • Makna Mubadalah
    • Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu Perspektif Mubadalah
    • Hubungan Timbal Balik Ibu dan Anak

Asal Istilah dan Validitasnya

Namun siapa sangka matan hadis yang popular tersebut ternyata bukanlah hadis yang shahih, melainkan sebuah hadis yang dhaif. Bahkan sebagian ulama ada yang menganggapnya hadis palsu. Hadis tersebut dianggap lemah karena  dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama Musa bin Muhammad Al-Maqdisi yang terkenal sebagai munkir al-hadits. Munkir al-hadits adalah perawi yang riwayat hadisnya banyak menyelisih riwayat hadis dari perawi-perawi lain yang kuat hafalannya.

Makna yang dipahami dan beberapa pendukungnya

Meskipun berstatus dhaif dalam sanadnya, matan hadis tersebut didukung oleh hadis lain yang statusnya lebih kuat, sebagai berikut:

Baca Juga:

Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad

Relasi Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

Terminologi Mubadalah Berguna Untuk Gagasan Relasi Kerjasama

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ السَّلَمِيِّ ، أَنَّ جَاهِمَةَ رضي الله عنه جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ . فَقَالَ : هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ ؟ قَالَ نَعَمْ . قَالَ: فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا

Selain hadis di atas, dalam riwayat riwayat versi Ibn Majah,Muawiyah bin Jahimah menemui Rasulullah SAW  sampai tiga kali agar mendapa izin mengikuti perang dan berjihad. Namun Rasuluallah selalu menyuruhnya untuk kembali saja dan berbakti kepada ibunya yang masih hidup. Karena di sanalah terdapat surga.

Hadis tentang “surga di bawah telapak kaki ibu” biasa kita pahami sebagai perumpamaan bahwa surga seorang anak berada di bawah kaki ibunya. Oleh karena itu, jika ingin mendapatkan surga maka seorang anak harus berbakti dan mencari keridhaan ibunya. Kedua hal tersebutlah yang akan mengantarkannya ke surga.

Makna tersebut memang tidak salah dan sesuai dengan kedua hadis yang mendukung hadis tersebut. Semua hadis di atas memang mengarahkan pada makna untuk berbakti dan memuliakan ibu. Hal ini juga sejalan dengan perintah dalam Al-Qur’an Surat  Al- Ahqaf ayat 15 yang secara tegas memerintahkan seorang anak untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Trkhusus kepada ibunya.

Seorang ibu memang mendapat keistimewaan karena ia telah melalui 3 tahap yang tidak seorang ayah lalui dalam proses membesarkan anak. Yaitu mengandung,melahirkan dan menyusui. Oleh karena itu dalam sebuah riwayat yang shahih Rasulullah juga memberikan apresiasi kepada seorang ibu degan menyebutnya sebanyak tiga kali sebelum ayah.

Makna Mubadalah

Memahami makna hadis “surga di bawah telapak kaki ibu” sebagai keharusan seorang anak untuk berbakti dan mencari keridhaan ibunya. Adalah merupakan sebuah makna yang memandang hadis tersebut dari satu sisi. Dalam pemaknaan tersebut seorang ibu diposisikan sebagai subyek.

Sedangkan seorang anak berperan sebagai obyek. Oleh karena itu, hadis tersebut hanya menuntut kewajiban bagi seorang anak kepada ibunya. Namun hal sebaliknya yaitu kewajiban ibu kepada anaknya luput dalam pembahasan teks hadis.

Dalam hal ini perlu adanya interpretasi mubadalah yang memandang teks agama secara seimbang dalam memposisikan subyek-subyeknya. Interpretasi mubadalah, atau yang lebih kita kenal dengan istilah Qira’ah Mubadalah merupakan sebuah metode Interpretasi yang Faqihuddin Abdul Kodir perkenalkan.

Qira’ah Mubadalah menuntut adanya hubungan yang seimbang dan resiprokal dalam sebuah relasi. Meskipun pada awalnya Qira’ah Mubadalah tercetuskan untuk mengatasi ketimpangan interpretasi pada ayat-ayat gender. Namun secara prinsip mubadalah bersifat universal dan dapat kita terapkan dalam berbagai jenis dan level relasi.

Kaitannya dengan hadis “surga di bawah telapak kaki ibu” Qiraah Mubadalah dapat kita gunakan sebagai metode reinterpretasi untuk melahirkan pemahaman yang resiprokal dalam relasi ibu dan anak.

Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu Perspektif Mubadalah

Surga yang berada di bawah telapak kaki ibu, menuntut anak untuk berbakti dan mencari keridhaan ibunya. Sehingga dengan bakti tersebut dapat menghantarkan anak pada surga. Sebaliknya tanpa adanya bakti tersebut seorang anak tidak akan mendapatkan surga yang dijanjikan Allah SWT.

Bahkan ada ulama yang memaknai bahwa bakti dan pengabdian seorang anak jika dibandingkan dengan pengorbanan seorang ibu, tidak lebih dari butiran debu yang ada di bawah telapak kakinya. Hal tersebut berarti sebesar apapun bakti seorang anak tidak akan ada apa-apanya jika dibandingkan dengan pengorbanan seorang ibu untuknya.

Pemaknaan semacam ini memang tidak bisa kita salahkan. Namun  akan menciptakan posisi yang menyudutkan anak dan mendewakan orang tua. Akibatnya akan muncul superioritas orang tua terhadap anaknya.

Relasi superior-inferior sangat berseberangan dengan konsep mubadalah. Bentuk relasi semacam ini sangat berpotensi memunculkan ketimpangan di dalamnya. Di mana salah satu pihak dapat mendiskriminasi pihak yang lain. Oleh karena itu, mubadalah yang berlandaskan asas kesalingan berupaya memposisikan setiap pihak sebagai subjek yang setara dalam pemaknaan sebuah teks.

Kaitannya dengan hadis surga di bawah telapak kaki ibu, makna mubadalah dapat kita munculkan ketika kedua subyek (anak dan ibu) kita posisikan dalam posisi yang sejajar dan saling melakukan hubungan baik secara timbal balik.

Hubungan Timbal Balik Ibu dan Anak

Hadis tentang surga di bawah telapak kaki ibu, merupakan sebuah hadis yang bersifat metafora (bukan arti sebenarnya). Perumpamaan kaki kita gunakan untuk melambangkan ketundukan dan bakti seorang anak. Surga dapat kita peroleh dengan melakukan bakti tersebut.

Secara tidak langsung hal tersebut juga melambangkan keharusan mengikuti kemanapun langkah kaki itu berjalan. Sehingga jalan yang seorang anak lalui tergantung langkah yang diambil oleh ibunya. Begitulah kira-kira makna metafora yang dapat kita pahami dari hadits tersebut.

Jika makna metafora tersebut kita bawa ke makna asli, artinya seorang anak haruslah berbakti kepada ibunya. Karena ibu yang akan menuntunnya menuju surga. Ketika kita tarik pada konsep mubadalah, maka makna yang muncul adalah, pada saat seorang anak dituntut berbakti serta mencari keridhaan ibunya untuk mendapatkan surga, maka pada saat yang sama seorang ibu harus membimbing anaknya menuju surga.

Pemaknaan semacam ini merupakan makna yang lebih resiprokal karena melibatkan peran aktif dan kesalingan dari kedua subjeknya. Jadi kesimpulanya adalah, seorang anak wajib berbakti pada ibunya dan seorang ibu wajib menuntun anaknya ke jalan yang benar menuju surga.

Seandainya ada pertanyaan, Bagaimana jika seorang ibu justru menyesatkan anaknya, apakah surga masih ada di bawah telapak kakinya? Menurut saya jika realita yang terjadi demikian, maka salah satu komponen makna telah gugur, yang menyebabkan rusaknya makna tersebut. Jadi surga tidak berada di bawah telapak kaki sang ibu lagi.

Namun hal tersebut tidak membuat kewajiban bakti dan menghormati ibu menjadi gugur. Karena penjelasan kewajiban berbakti dan menghormati orang tua secara terpisah dalam hadis lain. Selain itu diperintahkan secara tegas dalam Al-Qur’an. Sehingga kewajiban berbakti dan menghormati ibu terlepas dari makna resiprokal hadis ini, namun bersandarkan pada sumber teks yang lain. Wallahu’alam. []

 

 

 

Tags: Hari IbuIbuMubadalahQira'ah Mubadalahsurga
Kholifah Rahmawati

Kholifah Rahmawati

Mahasiswa UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan Jawa Tengah

Terkait Posts

Hari Kanker Sedunia

Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker

4 Februari 2023
Kehidupan Rumah Tangga

Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

4 Februari 2023
Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Peran Ayah bagi Anak Perempuan

Fenomena Fatherless dan Peran Ayah bagi Anak Perempuannya

2 Februari 2023
Nikah di KUA

Salingers, Yuk Normalisasi Nikah di KUA

2 Februari 2023
Akhlak Manusia

Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

1 Februari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perempuan Miskin

    Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam
  • Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan
  • Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik

Komentar Terbaru

  • Indonesia Meloloskan Resolusi PBB tentang Perlindungan Pekerja Migran Perempuan - Mubadalah pada Dinamika RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang Tak Kunjung Disahkan
  • Lemahnya Gender Mainstreaming dalam Ekstremisme Kekerasan - Mubadalah pada Lebih Dekat Mengenal Ruby Kholifah
  • Jihad Santri di Era Revolusi Industri 4.0 - Mubadalah pada Kepedulian KH. Hasyim Asy’ari terhadap Pendidikan Perempuan
  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist