• Login
  • Register
Selasa, 21 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Teror Taliban dan Ketakutan Perempuan Afghanistan

Afghanistan menjadi negara yang paling disorot belakangan ini. Setelah Taliban berhasil menguasai negara tersebut, berbagai kegentingan, teror, dan ketakutan lama muncul dalam benak masyarakat

Muallifah Muallifah
28/08/2021
in Publik
0
Taliban

Taliban

122
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Afghanistan menjadi negara yang paling disorot belakangan ini. Setelah Taliban berhasil menguasai negara tersebut, berbagai kegentingan, teror, dan ketakutan lama muncul dalam benak masyarakat. Ketakutan tersebut berkandaskan pada kisah 20 tahun silam ketika Taliban pernah menguasai Afghanistan tahun 1996-2001.

Penerapan syari’at Islam pada 20 tahun silam, nyatanya diaplikasikan dengan sangat buruk dan begitu kejam. Perempuan waktu itu tidak diberikan kesempatan untuk membebaskan dirinya. Perempuan tidak diberikan ruang untuk berkarir, belajar. Pakain burkak menjadi wajib, hukuman rajam, pemenggalan serta berbagai ruang yang sempit untuk perempuan Afghanistan.

Tentu kita masih ingat tentang perempuan peraih nobel perdamaian paling muda yang menjadi korban Taliban. Suaranya menggema untuk memperjuangkan kesempatan yang sama bagi perempuan memperoleh pendidikan. Kondisinya sempat kritis, bahkan ia sudah melewati mautnya dan menjadi kekuatan baru untuk terus menyuarakan pendidikan bagi anak perempuan.

Kisah Malala Yosafzai membuktikan bahwa Taliban kelompok kejam, diksriminatif terhadap perempuan dan tidak memberikan ruang aman untuk perempuan hidup dengan berbagai hak hidup selayaknya manusia. Setelah fenomena kejam yang dilakukan Taliban itu selesai, sekembalinya Taliban menguasai Afghanistan, mereka justru membuat janji untuk memberikan kesempatan bagi perempuan untuk berpendidikan, bekerja, dan berkarir di ruang publik selayaknya manusia.

Nyatanya, janji manis tersebut belum selaras dengan implementasi yang dijalankan. Hal ini dalam sebuah video singkat yang dirangkum oleh CNN Indonesia, bahwa Taliban melarang perempuan untuk bekerja. Shabnam Dawram, seorang jurnalis mengaku dilarang bekerja oleh Taliban. Ketakutan yang sama juga terjadi kepada Khalida Popal, mantan kapten Timnas perempuan Afghanistan.  Taliban juga menangkap Salimah Mazary, seorang gubernur perempuan yang menentang Taliban.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Poligami Banyak Merugikan Kaum Perempuan
  • Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam

Baca Juga:

Perempuan Juga Wajib Bekerja

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Poligami Banyak Merugikan Kaum Perempuan

Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam

Perempuan dan kesempatan di ruang publik

Beberapa cerita lain datang dari Behesta Arghand, jurnalis TV perempuan. Keberadaan Taliban tidak seperti masa lalu, musik, tv dan radio yang dulunya haram serta ditutup, untuk pertama kalinya, Arghand melakukan wawancara dengan Taliban dan disiarkan melalui televisi.

Kisah ini adalah pengalaman baru, berhadapan dengan Taliban yang sangat berbeda dengan 20 tahun silam. Kisah lain juga datang dari profesi kedokteran. Para perempuan justru didukung penuh oleh Taliban. Pada wilayah-wilayah yang minim bidang dan tenaga kesehatan, para dokter perempuan ditugaskan untuk mengisi daerah tersebut. Hal ini sebagai upaya mengurangi kematian dini pada ibu yang melahirkan.

Kesempatan semacam ini selaras dengan komitmen PBB untuk memberikan akses layanan kesehatan kepada perempuan, khususnya ibu hamil dan melahirkan. Perempuan menjadi agenda penting dalam kekuasaan Taliban dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya kesehatan yang diberikan secara utuh dengan berbagai kesempatan yang sama untuk perempuan.

Phobia dan gelisah menghadapi Taliban

Dari 250 kursi di parlemen Afghanistan, 27% disisihkan untuk perempuan, dan saat ini ada 69 perempuan yang menjadi anggota parlemen. Hal itu merupakan porsi kekuasaan yang dimiliki oleh Afghanistan. Akan tetapi, dalam kekuasaan Taliban, tidak satupun ditemukan anggota parlemen perempuan yang dibawa oleh Taliban sebagaimana janji Taliban yang selama ini ingin memberikan kebebasan perempuan selayaknya sesuai hukum Islam.

Beberapa tokoh perempuan menyatakan dengan tegas ketidakpercayaannya terhadap Taliban. Farzana Khocai, anggota parlemen perempuan di Afghanistan menyatakan tegas, ketidakpercayaannya terhadap Taliban yang saat ini berkuasa. Pasthana Durrani, aktifis pegiat HAM juga menyatakan hal yang sama.

Selayaknya alibi, kesempatan yang diberikan oleh Taliban kini hanyalah pemanis yang pada dasarnya perempuan Afghanistan menyerukan untuk tidak terlena. Sebab hal itu hanyalah sebuah janji yang belum tentu dilaksanakan dengan baik. Sikap demikian juga berdasar pada kejadian masa lalu, luka yang belum selesai akibat banyak berbagai kekerasan dan kejadian buruk yang dialami oleh perempuan di masa silam.

Kegentingan menjadi perempuan yang hidup di Afghanistan di bawah kekuasaan Taliban tidak lain adalah perolehan hak hidup yang setara dengan laki-laki. Kegalauan juga dipikirkan oleh mereka bagaimana kelak kehidupan anak-anak perempuan di masa yang akan datang, hidup di bawah kekuasaan Taliban yang penuh dengan diskriminasi dan kekerasan.

Hidup di tengah ketakutan, dan kekhawatiran berlebihan menjadi bagian dari perjalanan hidup para perempuan Afghanistan. Apa yang terjadi pada mereka, ini tidak lain adalah cerminan bagi seluruh perempuan dunia untuk memaksimalkan kesempatan hidup dibawah kekuasaan yang aman dan tentram serta ramah terhadap perempuan. []

 

Tags: AfghanistanGenderislamkeadilanKesetaraanPeradaban DuniaperempuanPolitik GlobalTaliban
Muallifah

Muallifah

Penulis asal Sampang, sedang menyelesaikan studi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tinggal di Yogyakarta

Terkait Posts

Travel Haji dan Umroh

Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

20 Maret 2023
Perempuan Harus Berpolitik

Ini Alasan, Mengapa Perempuan Harus Berpolitik

19 Maret 2023
Pembahasan Childfree

Polemik Pembahasan Childfree Hingga Hari Ini

18 Maret 2023
Bimbingan Skripsi, Kekerasan Seksual

Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual

17 Maret 2023
Kekerasan Simbolik

Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan

16 Maret 2023
Berbuat Baik pada Non Muslim

Meneladani Akhlak Nabi dengan Berbuat Baik pada Non Muslim

16 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rethink Sampah

    Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri
  • Marital Rape itu Haram, Kok Bisa?
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist