• Login
  • Register
Rabu, 22 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Tidak Wajar Jika Perempuan Tidak Bisa Memasak, Benarkah?

Hadirnya standar “perempuan wajar (baik)” ini di tengah masyarakat, lalu masyarakat mengamininya akan menghambat perempuan untuk berekspresi

Hoerunnisa Hoerunnisa
13/08/2022
in Personal
0
Perempuan Tidak Bisa Memasak

Perempuan Tidak Bisa Memasak

293
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia ramai dengan statement ibu Megawati Soekarno Putri, yang merupakan mantan presiden Republik Indonesia sekaligus putri dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Ia menyebutkan bahwa tidak wajar jika perempuan tidak bisa memasak, karena pada saat ia menjabat sebagai presiden ataupun wakil presiden, ia tetap memasak untuk keluarga.

Kehadiran statement tersebut tentunya membelah masyarakat Indonesia menjadi dua kubu, yaitu kubu pro dan kontra. Kubu pro menganggap bahwa statement tersebut sudah tepat, karena tempat perempuan itu memang di sumur, kasur dan dapur. Sedangkan kubu kontra menganggap bahwa statement tersebut keliru, karena memasak adalah bagian dari skill yang tidak semua orang memilikinya, termasuk perempuan. Guys kalian tim mana nih?

Daftar Isi

    • Pro Kontra Statement Ibu Mega
  • Baca Juga:
  • Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?
    • Memasak, Kodrat Perempuan atau Konstruk Sosial?
    • Stop Menyamakan Perempuan, yang Jelas Berbeda
    • Pembagian Kerja Ideal Suami Istri Ala Pak Quraish Shihab

Pro Kontra Statement Ibu Mega

Pertama, perempuan tidak wajar jika tidak bisa memasak. Padahal memasak adalah salah satu basic skill yang bisa dimiliki oleh semua orang tanpa melihat gender laki-laki atau perempuan. Banyak sekali nilai positif dari memasak, misalnya anak rantau yang jauh dari keluarga, memasak bisa menjadi nilai lebih, karena bisa menghemat budget pengeluaran. Tapi karena itu skill, bisa dimiliki ataupun tidak baik oleh laki-laki maupun perempuan.

Contoh lain adalah saya sendiri, memasak merupakan salah satu kegiatan yang sering saya lakukan saat waktu-waktu senggang, apa lagi di hari weekend. Saya memasak bukan karena mengamini bahwa “perempuan harus bisa masak.” Tapi karena saya senang memasak dan dengan memasak terkadang bisa menjadi penenang diri ketika punya masalah.

Kedua, di tengah kesibukan bekerja, perempuan harus tetap memasak untuk keluarga. Statement yang seperti ini adalah salah satu alasan mengapa banyak perempuan yang “double burden”. Ketika perempuan memutuskan untuk bekerja di ruang publik, dia masih terbebani penuh oleh kerja-kerja domestik salah satunya memasak, hal tersebut karena ada anggapan bahwa urusan domestik adalah kodrat perempuan.

Baca Juga:

Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan

Perempuan Juga Wajib Bekerja

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

Memasak, Kodrat Perempuan atau Konstruk Sosial?

Kata kodrat dalam KBBI dimaknai sebagai Kekuasaan Tuhan, artinya kodrat perempuan merupakan sesuatu yang melekat pada diri perempuan yang tidak bisa dipertukarkan dengan laki-laki karena mutlak pemberian dari Tuhan. Pertanyaannya, apakah memasak bisa juga laki-laki lakukan?

Ibu Dr. Nur Rofiah, Bil.Uzm. dalam bukunya yang berjudul Nalar Kritis Muslimah menyebutkan bahwa pengalaman biologis (kodrat) perempuan hanya ada 5 yaitu menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui, maka selain dari itu adalah konstruk sosial, termasuk memasak.

Jika masih ada yang beranggapan bahwa memasak adalah kodrat perempuan, berarti dia tidak paham secara konsep kodrat itu sendiri. Jelas-jelas memasak adalah konstruk sosial yang tidak melekat dengan salah satu gender, termasuk perempuan. Jadi saya tekankan bisa memasak bagi perempuan adalah pilihan.

Stop Menyamakan Perempuan, yang Jelas Berbeda

Statement Ibu Mega ini, seolah menghadirkan narasi bahwa perempuan yang tidak bisa memasak adalah “perempuan tidak wajar”, artinya “perempuan wajar” adalah perempuan yang bisa memasak dan menyempatkan waktu memasak untuk keluarga di tengah kesibukannya. Bukannya ini tindakan penyeragaman perempuan yang jelas-jelas berbeda?

Tindakan penyeragaman tersebut merupakan dasar dari timbulnya diskriminasi, mengapa? Hadirnya standar “perempuan wajar (baik)” ini di tengah masyarakat, lalu masyarakat mengamininya akan menghambat perempuan untuk berekspresi. Karena dia akan terus terbatasi oleh standar “kewajaran” tersebut, dan demi sebuah pengakuan masyarakat perempuan akan terpaksa melakukannya.

Pembagian Kerja Ideal Suami Istri Ala Pak Quraish Shihab

Dalam sebuah ungguhan Youtube media Panrita ID, Pak Quraish Shihab menyebutkan pembagian kerja ideal suami istri adalah dengan dilandasi kerja sama. Hal tersebut sebetulnya sudah Nabi Muhammad Saw praktikkan. Misalnya ketika Nabi menyiapkan sendiri sarapan, dan menjahit pakaiannya yang sobek.

“Tetap dasarnya kerja sama, jangan terlalu kaku dengan aturan istri harus begini dan suami harus begitu. Sesekali saat bangun tidur suami membereskan tempat tidur, tidak perlu menunggu istri. Atau pada saat istri memasak, suami datanglah ke dapur untuk membantunya.” begitu ungkapnya.

Jadi baik itu urusan domestik ataupun publik suami dan istri sama-sama bertanggung jawab. Tentu tanggung jawab bersama tersebut kita implementasikan lewat kerja sama, kesalingan dan keadilan. Tidak masalah jika perempuan memasak dan laki-laki bekerja. Ataupun keduanya saling bergantian untuk bekerja dan mengurus domestik, asalkan keputusan tersebut kita landasi pada musyawah dan kesepakatan.

Karena kehadiran kesepakatan tersebut menggambarkan bahwa posisi suami dan istri setara. Keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk menggambil peran apapun dalam membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah. []

Tags: GenderkeadilanKesetaranMegawatimemasakperempuanrumah tangga
Hoerunnisa

Hoerunnisa

Perempuan asal garut selatan dan sekarang tergabung dalam komunitas Puan menulis

Terkait Posts

Menjadi Minoritas

Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

21 Maret 2023
Rethink Sampah

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

20 Maret 2023
Perempuan Bukan Sumber Fitnah

Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah

18 Maret 2023
Pembuktian Perempuan

Cerita tentang Raisa; Mimpi, Ambisi, dan Pembuktian Perempuan

18 Maret 2023
Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga: Benarkah Pengangguran?

17 Maret 2023
Patah Hati

Patah Hati? Begini 7 Cara Stoikisme dalam Menyikapinya, Yuk Simak!

16 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil

    Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023
  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas
  • Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist