• Login
  • Register
Senin, 15 Agustus 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Yu Marni

Ghufron Ibnu Masud Ghufron Ibnu Masud
10/04/2020
in Sastra
0
Yu, Marni

(sumber foto piqsels.com)

13
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Sudah menjadi semacam rutinitas bagi warga kampung Kajen, tiap Jum’at sore mendengarkan pengajian keagamaan di kediaman Kyai Shadiq. Rumah joglo yang hampir seluruh dindingnya terbuat dari kayu dengan ruangan yang cukup luas di tambah teras yang lumayan lebar akan senantiasa dijejali jemaah ibu-ibu.

Mereka sangat antusias mengikuti ceramah Kyai Shadiq karena ia satu-satunya tokoh agama di desa itu. Tak heran bila warga sangat menyanjung dan menghormatinya.

Namun sore itu lain. Sebagian jamaah yang masih ngobrol di teras dikejutkan kehadiran sesosok perempuan. Yu Marni namanya. Mereka mempelototi Yu Marni yang mengenakan pakaian kebaya muslimah lengkap. Salah seorang, Bu Karti menghampirinya.

“Sepertinya Yu Marni salah alamat, atau sampean sudah tidak punya malu lagi, lebih baik cepat angkat kaki dari sini!”

“Benar, jangan paksa kami mengusirmu…..,” seorang lagi menimpali.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Tetaplah Shalat Meskipun Saat Jadi Mempelai (1)
  • Beri Sanksi Tegas Bagi Pelaku Nikah Sirri
  • Makna Kemerdekaan bagi Para Penyintas Kesehatan Mental
  • Masalah Ketimpangan Gender dalam Dunia Pendidikan

Baca Juga:

Tetaplah Shalat Meskipun Saat Jadi Mempelai (1)

Beri Sanksi Tegas Bagi Pelaku Nikah Sirri

Makna Kemerdekaan bagi Para Penyintas Kesehatan Mental

Masalah Ketimpangan Gender dalam Dunia Pendidikan

“Dasar pelacur…”

“Dasar wanita murahan…”

“Dasar najis….’

“Dasar wanita tak tahu diri…..”

“Dasar laknat, perusak rumah tangga orang lain….”

Segala cibiran yang menyakitkan itu kontan muntah dari mulut mereka. Belum lagi mereka yang ada di dalam, mendengar ada keributan di luar, tak pelak mereka langsung terkejut dan mengeluarkan berbagai cibiran pedas lainnya.

Yu Marni hanya menunduk. Segala caci maki terhadapnya terpaksa diterima, meskipun hati kecilnya meronta sakit. Dengan gugup, ia beranikan diri untuk bicara.

“Biarkan aku bertemu Kyai…”

“Heh, asal tahu saja ya, Kyai kita itu orang suci, bukan lelaki hidung belang yang mudah kau rayu untuk tidur denganmu, “ hardik Bu Harti saking sewotnya.

‘Masyaallah, bukan, bukan itu maksudku, aku…”, sela Yu Marni yang kemudian di potong.

“…Halah pakai nama Tuhan segala pelacur ini. Bagaimana kalau kita usir aja perempuan laknat ini.’

“Ya usir saja…,” gemuruh jamaah menyetujui.

Kini Yu Marni benar-benar terjepit.Tubuhnya gemetar. Keringatnya mulai mengucur. Matanya terlihat mulai menitikkan kristal bening. Dan perlahan mengalir membasahi pipinya yang sepi dari jerawat. Mendengar ada keributan Kyai Shodiq bergegas keluar, memecah keramaian dan sebentar menyulapnya suasana menjadi tenang.

“Tenang ibu-ibu, tenang,” ucapnya penuh karisma seraya mengangkat jari telunjuknya ke arah bibir, isyarat agar semua jamaah diam. Melihat Kyai Shodiq, Yu Marni langsung menghampirinya.

“Assalamu’alaikum, Kyai.”

“Wa’alaikumsalam,” jawab Kyai Shodiq terkejut melihat Yu Marni.

“Saya minta ijin ikut ngaji disini, Kyai,” ucapnya memelas sambil menyeka air matanya yang belum juga mengering. Mendengar hal itu jamaah terheran-heran, saling pandang tak percaya, sambil memonyong-monyongkan bibir mereka.

“Sudah tobat, sudah tobat,” bisik-bisik kecil jamaah. “Kalau Yu Marni punya tekad bulat, ya rumah ini masih terbuka untukmu Yu,” kata Kyai Shodiq meyakinkan.

Para jamaah saling berbisik. Ada nada kecewa dari mereka atas keputuan Kyai. Tempat ini akan tercemari oleh kehadiran pelacur. Jangan-jangan ia hanya ingin buat keributan. Semua hal negatif keluar dari bisik-bisik jamaah.

“Maaf pak Kyai, bukan kami lancang terhadap Kyai, tapi kalau Yu Marni ikut ngaji di sini jelas kami tidak terima,” tegaas Bu Harti memprotes.

“Iya, tapi dia kan sudah bertobat. Apa salahnya jika memberi kesempatan baginya untuk memperbaiki jalannya yang keliru,” sahut Kyai.

“Sudahlah Kyai, saya memang kotor, tak pantas di tempat ini.”

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Yu Marni bergegas pergi dengan air mata berlinang dan sesenggukan. Kesedihan seorang yang tak berdaya di tengah hinaan dan cercaan. Kyai Shodiq pun hanya menghela nafaas.

Kyai Shodiq jadi serba salah. Krentek hatinya ingin menuntun seorang pelacur pada jalan yang lurus, tapi desakan dari jamaahnya yang menolak Yu Marni terpaksa disetujui.

Kejadian sore itu langsung menjadi buah bibir warga. Di rumah-rumah, warung-warung, masjid maupun musholla. Seperti berita aktual di media massa. Yu Marni ada dalam setiap obrolan mereka. Dan yang pasti, kata-kata tak sedap juga terlontar dari mulut-mulut mereka.

******

Yu Marni,adalah seorang dari sekian banyak perempuan yang terjerembab dalam lereng kegelapan pelampiasan nafsu laki-laki yang hanya sekedar iseng-iseng saja, atau pelarian dari suami yang sudah bosan terhadap istrinya. Ya.. barangkali dianggap tidak cantik lagi, gembrot atau kurang puas dengan pelayanan sang isteri.

Keadaan ekonomilah yang memaksa Yu Marni menyandang status seperti itu. Status yang membawa aib dan luka bagi ia dan anak-anaknya. Memang, semenjak kematian suaminya, ia yang menanggung kebutuhan keluarga sehari-hari. Ia buka warung kecil-kecilan. Tapi Yu Marni tetap tercekik dalam memenuhi kebutuhan ketiga anaknya yang masih kecil-kecil. Ya maklum di desa.

“Lalu siapa yang aku mintai pertolongan. Apa hanya dengan doa semuanya akan terselesaikan?” keluhnya dalam hati setiap setiap menjelang tutup warung. Kedua orang tuannya sudah meninggal sejak ia masih kecil, sedangkan sanak familinya kebanyakan mencari nafkah di daerah lainnya.

Katanya ikut transmigrasi. Ada yang menjadi buruh migran di luar negerilah. Tapi entah dimana sekarang mereka. Yang ada hanya ia sendiri dan tanggungan ketiga anaknya. Kemiskinan memang sangat menyakitkan, mempermainkan nasib seorang kapan saja. Dan manusia hanya bisa meratapinya.

Lalu ia mengambil jalan pintas, jalan penuh kegelapan dan bertabur kemaksiatan. Ya, ia serahkan tubuhnya untuk ditukar dengan rupiah. Sebuah perjalanan pahit dalam mengarungi kehidupan.

Senja baru saja berlalu. Kini giliran malam menggelar selimut kegelapan. Perlahan kerlip bintang-gemintang muncul bersamaan dengan bulan merah. Kyai Shodiq terlihat berjalan menyibak keremangan malam. Ia menuju rumah Yu Marni.

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikum salam,” jawab Yu Marni dari dalam sambil bergegas meraih pintu. “Kyai!,” ia terkejut. Tak mengira kalau temunya Kyai Shodiq. Lalu ia mempersilakan Kyai masuk.

“Ada apa Kyai, kok sepertinya penting?,” tanya Yu Marni.

“Ah kebetulan saya tadi dari rumah kang Trimo, mau saya suruh memperbaiki pagar belakang, nggak ada salahnya kan Yu, kalau saya mampir ke sini?.”

“Terima kasih Kyai, ternyata Kyai masih peduli dengan kami.”

“Dalam menjaga silaturohmi kita mesti saling mengasihi, tidak perlu mempersoalkan status, kedudukan, pangkat, bahkan agama sekalipun. Karena pada hakekatnya Islam itu mengajarkan perdamaian, silaturohmi, persaudaraan dan kasih sayang .” tandas Kyai.

“Begini Yu, mengenai sikap warga kemarin sore itu, saya juga memakluminya, tapi sampeyan jangan patah semangat dulu. Yakinlah bahwa Allah mengetahui perbuatan setiap hamba-Nya, jika niat kita tulus, pasti Allah akan menunjukkan hidayah-Nya.”

“Saya mengerti, Kyai,” sela Yu Marni seraya mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Syukurlah kalau begitu, tapi maaf lho Yu, bukan maksud saya mengingatkan masa lalu Yu Marni, apa sih sebenarnya yang membuat Yu Marni kembali kepada jalan Agama?” selidik Kyai.

“Eee…begini ceritanya Kyai, ketika pergi ke pasar saya bertemu bekas langganan saya, namanya pak Bronto. Ia seorang duda yang lumayan kaya. Tapi sekarang sudah beristri wanita yang solikhah. Bahkan tahun lalu dia dan istrinya sudah sempat naik Haji.

Dia berusaha menyadarkan saya akan hidup yang terhormat, tidak menjadi sampah masyarakat. Nasihatnya itu yang mengingatkan saya akan masa depan keluarga, maksud saya nasib anak-anak saya. Kemarin ia menawari saya pekerjaan sebagai penjaga tokonya di pasar tersebut.

Dan sekarang malah tokonya itu diserahkan saya. Dari situ, setelah sampai di rumah saya memikirkan kembali ucapannya. Saya pikir mungkin inilah waktu yang tepat untuk merubah kehidupan saya dan keluarga, mencoba kembali hidup layak di masyarakat,” papar Yu Marni.

Kyai Shodiq merasa terharu dengan kisah Yu Marni. Ia berpikir bahwa Yu Marni adalah seorang yang sangat tabah dan berhasil melawan kesesatan yang selama ini menyelimutinya.

“Maha besar Allah atas kuasa-Nya,telah membuka hati hamba-Nya untuk kembali ke jalan-Nya, jalannya orang-orang yang bertaubat dan berserah diri,” ucap Kyai Shodiq lega.

*****

Hati Yu Marni semakin mantap. Meskipun banyak suara sumbang, ia tetap mengikuti pengajian Jum’at sore itu dan pada setiap kesempatan pengajian itu Kyai Shodiq selalu menceramahi jamaahnya agar mau menerima seorang yang sudah taubat . Tapi sikap jamaah tetap sama, menolak kehadiran bekas pelacur.

Sebulan kemudian warga kampung Kajen dikejutkan dengan adanya berita bahwa Jum’at depan Kyai Shadiq, duda tanpa anak itu hendak memperistri Yu Marni. []

Ghufron Ibnu Masud

Ghufron Ibnu Masud

Terkait Posts

Cinta tak Harus Memiliki

Pe(R)sona 2; Cinta tak Harus Memiliki

7 Agustus 2022
Berharap pada Manusia

Jika tak Siap Kecewa Jangan Pernah Berharap pada Manusia

24 Juli 2022
Dongeng Fabel

Dongeng Fabel Kisah Siput yang Bijaksana

17 Juli 2022
Pesona Perempuan

PE[R]SONA, Pesona Perempuan dan Cinta yang tak Pernah Salah

10 Juli 2022
Puisi Ibu Khofifah

Puisi Ibu Khofifah di Mata Jaringan Muda KUPI

5 Juni 2022
Anting-anting aksesoris perempuan

Putriku dan Anting-anting Aksesoris Perempuan

5 Juni 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Makna Kemerdekaan

    Makna Kemerdekaan bagi Para Penyintas Kesehatan Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masalah Ketimpangan Gender dalam Dunia Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Beri Sanksi Tegas Bagi Pelaku Nikah Sirri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tetaplah Shalat Meskipun Saat Jadi Mempelai (1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Stop Hate Comment Dari Perempuan Untuk Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tetaplah Shalat Meskipun Saat Jadi Mempelai (1)
  • Beri Sanksi Tegas Bagi Pelaku Nikah Sirri
  • Makna Kemerdekaan bagi Para Penyintas Kesehatan Mental
  • Masalah Ketimpangan Gender dalam Dunia Pendidikan
  • Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (4)

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist