• Login
  • Register
Kamis, 17 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Yusan Yeblo, Perempuan Gigih dari Tanah Migani

Dwi Putri Dwi Putri
22/10/2020
in Figur, Profil
0
332
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Kisah ini bermula dari seorang perempuan dari Tanah Migani. Ia yang berani menentang cara berpikir masyarakat di sekitarnya yang tidak melihat keberadaan perempuan sebagai bagian dari penentu keputusan dan seorang guru. Di dunia aktivis perempuan, ia akrab disapa “Mama Yusan.”

Yusan Yeblo, sosok perempuan yang lahir di tengah-tengah suku Migani. Sebuah suku yang bermukim di Timur Papua yang berada di perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini. Menurut Kleopas Sondegau, dosen Universitas Parahyangan Bandung dalam Jurnal Studi dan Budaya Nusantara menyebutkan jika Suku Migani adalah sebutan bagi penduduk asli yang bertempat di Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Menurut sejarah, orang ras Migani berasal dari Mbugubumbaba yang terletak di selatan Kabupatan Intan Jaya tepatnya di Tambangpura. Nenek moyang mereka datang ke Intan Jaya dan menetap di sana. Karena rasa persaudaraan yang tinggi, tiap keluarga yang datang dari Tambangpura ke Intan Jaya, mereka menggunakan nama klan sesuai dengan nama keluarga yang bersangkutan. Tiap klan-klan tersebut akhirnya menyatu dan terbentuklah sebuah suku yang dikenal dengan suku Migani.

Contoh adalah nama adat di Migani adalah Peaga Bega,dikenal sebagai nama adat yang mengandung makna mendalam sebagai sosok pribadi peramal ulung yang mengetahui segala kejadian. Selain itu juga, masih menurut Kleopas Kelly Sondegau, Peaga Bega secara harfiah mempunyai arti burung yang luput atau terhindar dari serangan musuh

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat suku Migani memandang tanah adalah “ibu” yang selalu menyediakan sumber kehidupan bagi mereka. Dengan menerima dan menikmati sumber yang disediakan oleh alam, suku Migani kemudian menyadari akan adanya zat yang menciptakan alam semesta. Pengalaman spiritual ini menghantar suku Migani pada sebuah refleksi kepercayaan terhadap sosok yang menciptakan alam dan seisinya. Mereka menyebutnya dengan istilah “Emo.”

Baca Juga:

Trafficking dan Dosa Kemanusiaan

Perkosaan: Kekerasan Seksual yang Merendahkan Martabat Kemanusiaan

Pentingnya Menempatkan Ayat Kesetaraan sebagai Prinsip Utama

Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

Yusan kecil, menempuh jenjang sekolah menengah pertama (SMP) dengan melewati hutan belantara yang jauh. Maka alternatif yang diambil ketika siswa yang ingin menempuh jenjang SMP diharuskan untuk tinggal di sekitar lokasi sekolah. Entah bagaimana caranya. Hal ini juga disebabkan karena kontur tanah Kabupatan Intan Jaya adalah bukut-bukit batu yang diselingi gunung-gunung yang menjulang tinggi.

Sangat jarang kita menemukan dataran tanah yang luas. Selain itu juga, daerah Kabupaten Intan Jaya tidak mempunyai daerah pantai sebagaimana daerah lainnya yang berada di Provinsi Papua. Jadi tidak heran jika sebagian besar masyarakat Migani mendirikan rumah di lereng-lereng bukit yang curam. Apalagi akses untuk mencapai sekolah, tentu sangat sulit.

Kisah Yusan diperburuk dengan paksaan orangtuanya kepada Yusan untuk segera menikah saja. Untuk ukuran perempuan seperti Yusan, lulus SD adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Ia sudah bisa dianggap orang yang sangat pintar dan mempunyai mental yang kuat.

Akan tetapi, karena ia sudah bertekad dalam hatinya untuk menyelesaikan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, lambat laun orang tuanya pun luluh. Lebih beruntungnya ia mempunyai guru yang juga berharap tinggi kepada Yusan kecil untuk menyelesaikan sekolahnya sampai ke perguruan tinggi.

Melewati hutan belantara yang masih gelap dan suram di ujung pemukiman, Yusan diantar oleh orang tua, guru serta teman-temannya. Kisah penuh haru Yusan dari tanah Migani. Dalam acara pelatihan dan sarasehan tersebut bahkan ia bercerita sembari menitikkan air mata. Ia masih lekat mengingat bagaimana perjuangannya menaklukkan pendidikan dan pandangan suku Migani dan Papua.

Yusan bercerita betapa susahnya ia memperjuangkan haknya sebagai perempuan untuk meraih pendidikan tinggi. Migani sangat bias dengan gerakan perempuan yang ingin meraih pendidikan tinggi. Karena masyarakat Migani pada saat itu hanya menempatkan posisi perempuan sebagai pengurus rumah tangga dan melahirkan. Anak perempuan yang sudah haid, walaupun masih menduduki usia 15 tahun ke bawah sudah bisa dikatakan wanita dewasa dan sangat siap untuk dinikahkan.

Perlahan stereootip itu mulai luntur dengan banyak munculnya aktivis perempuan di Papua. Termasuk Yusan Yeblo, perjuangannya dari tanah Migani yang kemudian merantau sampai ke Jakarta membuahkan hasil yang cukup baik untuk membuka pikiran Suku Migani. Dalam penyampaiannya bersama dengan Kelompok Kerja Wanita (KKW) Yusan Yeblo menyerukan meminta masalah mas kawin yang tinggi dan ada jangan sampai menghambat kemajuan wanita-wanita Papua.

Yusan Yeblo adalah salah satu perempuan dari Tanah Migani yang meraih penghargaan sebagai perempuan pegiat perdamaian pada tahun 2017. Penghargaan tersebut diberikan langsung oleh Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta.

Dalam pidato singkatnya, Yusan berpesan kepada seluruh perempuan pegiat perdamaian untuk kembali ke tanah kelahirannya masing-masing. Masih banyak PR yang harus diselesaikan di rumah kita masing-masing, dan kita akan bertemu dalam forum persatuan seperti ini. []

 

Tags: keadilankemanusiaanKesetaraanPerdamaiantokoh perempuan
Dwi Putri

Dwi Putri

Dwi Putri sedang menyelesaikan studinya di UNUSIA Jakarta. Dia juga merupakan alumni women Jakarta yang sempat diadakan oleh AMAN Indonesia yang bekerjasama dengan Mubadalah.

Terkait Posts

Ekoteologi

Menyemarakkan Ajaran Ekoteologi ala Prof KH Nasaruddin Umar

13 Juni 2025
Hj. Biyati Ahwarumi

Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

23 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Representasi Difabel

    Dari Layar Kaca ke Layar Sentuh: Representasi Difabel dalam Pergeseran Teknologi Media

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sound Horeg: Antara Fatwa Haram Ulama’ dan Hiburan Masyarakat Kelas Bawah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Love Bombing: Bentuk Nyata Ketimpangan dalam Sebuah Hubungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Zakat Profesi Dipotong Otomatis, Apakah Ini Sudah Adil?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siapa Sebenarnya Sumber Fitnah: Perempuan atau Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Merendahkan Perempuan adalah Tanda Pikiran yang Sempit
  • Ketika Zakat Profesi Dipotong Otomatis, Apakah Ini Sudah Adil?
  • Siapa Sebenarnya Sumber Fitnah: Perempuan atau Laki-laki?
  • Love Bombing: Bentuk Nyata Ketimpangan dalam Sebuah Hubungan
  • Trafficking adalah Wajah Baru dari Perbudakan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID