• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Yusan Yeblo, Perempuan Gigih dari Tanah Migani

Dwi Putri Dwi Putri
22/10/2020
in Figur, Profil
0
278
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Kisah ini bermula dari seorang perempuan dari Tanah Migani. Ia yang berani menentang cara berpikir masyarakat di sekitarnya yang tidak melihat keberadaan perempuan sebagai bagian dari penentu keputusan dan seorang guru. Di dunia aktivis perempuan, ia akrab disapa “Mama Yusan.”

Yusan Yeblo, sosok perempuan yang lahir di tengah-tengah suku Migani. Sebuah suku yang bermukim di Timur Papua yang berada di perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini. Menurut Kleopas Sondegau, dosen Universitas Parahyangan Bandung dalam Jurnal Studi dan Budaya Nusantara menyebutkan jika Suku Migani adalah sebutan bagi penduduk asli yang bertempat di Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Menurut sejarah, orang ras Migani berasal dari Mbugubumbaba yang terletak di selatan Kabupatan Intan Jaya tepatnya di Tambangpura. Nenek moyang mereka datang ke Intan Jaya dan menetap di sana. Karena rasa persaudaraan yang tinggi, tiap keluarga yang datang dari Tambangpura ke Intan Jaya, mereka menggunakan nama klan sesuai dengan nama keluarga yang bersangkutan. Tiap klan-klan tersebut akhirnya menyatu dan terbentuklah sebuah suku yang dikenal dengan suku Migani.

Contoh adalah nama adat di Migani adalah Peaga Bega,dikenal sebagai nama adat yang mengandung makna mendalam sebagai sosok pribadi peramal ulung yang mengetahui segala kejadian. Selain itu juga, masih menurut Kleopas Kelly Sondegau, Peaga Bega secara harfiah mempunyai arti burung yang luput atau terhindar dari serangan musuh

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat suku Migani memandang tanah adalah “ibu” yang selalu menyediakan sumber kehidupan bagi mereka. Dengan menerima dan menikmati sumber yang disediakan oleh alam, suku Migani kemudian menyadari akan adanya zat yang menciptakan alam semesta. Pengalaman spiritual ini menghantar suku Migani pada sebuah refleksi kepercayaan terhadap sosok yang menciptakan alam dan seisinya. Mereka menyebutnya dengan istilah “Emo.”

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

Baca Juga:

Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

Yusan kecil, menempuh jenjang sekolah menengah pertama (SMP) dengan melewati hutan belantara yang jauh. Maka alternatif yang diambil ketika siswa yang ingin menempuh jenjang SMP diharuskan untuk tinggal di sekitar lokasi sekolah. Entah bagaimana caranya. Hal ini juga disebabkan karena kontur tanah Kabupatan Intan Jaya adalah bukut-bukit batu yang diselingi gunung-gunung yang menjulang tinggi.

Sangat jarang kita menemukan dataran tanah yang luas. Selain itu juga, daerah Kabupaten Intan Jaya tidak mempunyai daerah pantai sebagaimana daerah lainnya yang berada di Provinsi Papua. Jadi tidak heran jika sebagian besar masyarakat Migani mendirikan rumah di lereng-lereng bukit yang curam. Apalagi akses untuk mencapai sekolah, tentu sangat sulit.

Kisah Yusan diperburuk dengan paksaan orangtuanya kepada Yusan untuk segera menikah saja. Untuk ukuran perempuan seperti Yusan, lulus SD adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Ia sudah bisa dianggap orang yang sangat pintar dan mempunyai mental yang kuat.

Akan tetapi, karena ia sudah bertekad dalam hatinya untuk menyelesaikan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, lambat laun orang tuanya pun luluh. Lebih beruntungnya ia mempunyai guru yang juga berharap tinggi kepada Yusan kecil untuk menyelesaikan sekolahnya sampai ke perguruan tinggi.

Melewati hutan belantara yang masih gelap dan suram di ujung pemukiman, Yusan diantar oleh orang tua, guru serta teman-temannya. Kisah penuh haru Yusan dari tanah Migani. Dalam acara pelatihan dan sarasehan tersebut bahkan ia bercerita sembari menitikkan air mata. Ia masih lekat mengingat bagaimana perjuangannya menaklukkan pendidikan dan pandangan suku Migani dan Papua.

Yusan bercerita betapa susahnya ia memperjuangkan haknya sebagai perempuan untuk meraih pendidikan tinggi. Migani sangat bias dengan gerakan perempuan yang ingin meraih pendidikan tinggi. Karena masyarakat Migani pada saat itu hanya menempatkan posisi perempuan sebagai pengurus rumah tangga dan melahirkan. Anak perempuan yang sudah haid, walaupun masih menduduki usia 15 tahun ke bawah sudah bisa dikatakan wanita dewasa dan sangat siap untuk dinikahkan.

Perlahan stereootip itu mulai luntur dengan banyak munculnya aktivis perempuan di Papua. Termasuk Yusan Yeblo, perjuangannya dari tanah Migani yang kemudian merantau sampai ke Jakarta membuahkan hasil yang cukup baik untuk membuka pikiran Suku Migani. Dalam penyampaiannya bersama dengan Kelompok Kerja Wanita (KKW) Yusan Yeblo menyerukan meminta masalah mas kawin yang tinggi dan ada jangan sampai menghambat kemajuan wanita-wanita Papua.

Yusan Yeblo adalah salah satu perempuan dari Tanah Migani yang meraih penghargaan sebagai perempuan pegiat perdamaian pada tahun 2017. Penghargaan tersebut diberikan langsung oleh Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta.

Dalam pidato singkatnya, Yusan berpesan kepada seluruh perempuan pegiat perdamaian untuk kembali ke tanah kelahirannya masing-masing. Masih banyak PR yang harus diselesaikan di rumah kita masing-masing, dan kita akan bertemu dalam forum persatuan seperti ini. []

 

Tags: keadilankemanusiaanKesetaraanPerdamaiantokoh perempuan
Dwi Putri

Dwi Putri

Dwi Putri sedang menyelesaikan studinya di UNUSIA Jakarta. Dia juga merupakan alumni women Jakarta yang sempat diadakan oleh AMAN Indonesia yang bekerjasama dengan Mubadalah.

Terkait Posts

Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim

Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

1 April 2023
Ulama Perempuan Perekat Kerukunan

Nyai Pinatih: Sosok Ulama Perempuan Perekat Kerukunan Antarumat di Gresik

27 Maret 2023
Asy-Syifa Binti Abdullah

Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

24 Maret 2023
Peminggiran Peran Perempuan

Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

21 Maret 2023
Warisan Gusdur

3 Warisan Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafi’i Menurut Prof. Musdah Mulia

20 Maret 2023
Fundamentalisme Islam

Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan

17 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pekerjaan rumah tangga suami istri

    Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist