Mubadalah.id – Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam Buku Qiraah Mubadalah merumuskan tiga prinsip utama agar kemaslahatan publik benar-benar inklusif dan berkeadilan.
Pertama, prinsip perlindungan terhadap kelompok yang lemah, miskin, rentan, dan minoritas. Dalam konteks ini, perempuan dan anak-anak sering kali termasuk di dalamnya.
Karena itu, Islam mendorong lahirnya kebijakan yang berpihak melalui langkah afirmatif (affirmative action) untuk memastikan mereka memperoleh kesempatan lebih besar dalam pembangunan. Kebijakan afirmatif ini menjadi langkah untuk mengejar ketertinggalan dalam menegakkan kesetaraan yang bersifat substantif.
Kedua, prinsip keadilan yang mempertimbangkan biologis perempuan. Misalnya, penyediaan cuti melahirkan, ruang laktasi, perlindungan tenaga kerja perempuan, serta sistem kesehatan reproduksi yang aman. Semua kebijakan ini bagian dari penegakan keadilan.
Ketiga, prinsip partisipasi. Perempuan harus dilibatkan secara aktif dalam proses perumusan, pelaksanaan, dan pemantauan kebijakan publik.
Sebab, kebijakan yang tidak melibatkan pengalaman perempuan sering kali gagal memahami realitas kebutuhan masyarakat. Partisipasi ini menjadi kunci agar manfaat kemaslahatan benar-benar terwujud di dalam kehidupan.
Lebih lanjut, Kiai Faqih menyederhanakan ketiga prinsip tersebut ke dalam satu kaidah umum mubadalah yang bersifat universal:
“Sesuatu yang maslahat (baik) bagi salah satu jenis kelamin harus didatangkan untuk keduanya, dan sesuatu yang mudarat (buruk) bagi salah satunya juga harus dijauhkan dari keduanya.”
Kaidah ini menegaskan bahwa Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam hak memperoleh kemaslahatan dan perlindungan dari kemudaratan. Dengan begitu, kebijakan publik, dalam pandangan mubadalah, harus kita ukur dari sejauh mana ia membawa kebaikan bagi laki-laki dan perempuan.