Mubadalah.id – Belakangan ini, netizen Indonesia dihebohkan dengan pernikahan Maudy Ayunda dengan Jesse Choi pada tanggal 22 Mei 2022. Berita mengejutkan ini bukan kali pertama aktris sekaligus penyanyi berpengaruh di Indonesia ini menjadi sorotan publik tanah air.
Deretan karya dan penghargaan yang diraih Maudy menjadikannya tokoh panutan anak muda di Indonesia. Terlebih, ia juga unggul di bidang pendidikan. Sehingga pernikahan Maudy Ayunda menyita perhatian sangat besar. Pastinya netizen masih ingat dengan fenomena dilema yang dirasakan Maudy Ayunda memilih antara 2 kampus ternama dunia. Pada Akhirnya, ia berhasil menamatkan pendidikan magister di Universitas Stanford, dengan 2 gelar dari jurusan bisnis (M.B.A) dan pendidikan (M.A) di tahun 2021.
3 Stigma Netizen terhadap Pernikahan Maudy Ayunda
Sepulangnya dari negeri Adidaya, Maudy Ayunda menjadi kebanggaan Indonesia. Namun, pencapaiannya ini tidak lepas dari stigma yang dilabeli oleh masyarakat patriarkis. Bahwasannya perempuan berpendidikan tinggi akan kesulitan mendapat pasangan, atau percuma mendapat gelar magister karena perempuan akan berakhir di kasur, dapur dan sumur. Meski ia kemudian ia bisa membuktikan dengan mewujudkan pernikahan Maudy Ayunda.
Kedua hal tersebut merupakan bentuk stigmatisasi dan domestikasi terhadap perempuan yang sangat merugikan. Ruang gerak perempuan di ranah publik serta kesempatan meraih pendidikan setinggi-tingginya dibatasi. Jika merujuk pada sebuah ungkapan bahwa “perempuan adalah tiangnya negara”, maka membutuhkan banyak perempuan cerdas, kuat dan berdaya agar bisa memajukan suatu negara.
Maka dengan masifnya berita pernikahan Maudy Ayunda ini, harus kita rayakan bersama dengan penuh suka cita karena telah mematahkan stigma dari budaya patriarki. Hal ini menjadi angin segar, mengobarkan semangat perempuan untuk tidak takut meraih mimpi setinggi langit. Toh, terkait pasangan bukankah ia termasuk cerminan diri?
Pasangan muda pernikahan Maudy Ayunda dan Jesse Choi saat ini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat, dikarenakan keduanya sangat serasi dan sama-sama berprestasi. Mereka adalah teman satu angkatan di Universitas Stanford. Seperti halnya Maudy, suaminya juga lulusan S1 di universitas ternama dunia, Columbia University. Bahkan mereka berdua sudah unggul sejak remaja.
Tercatat di Wikipedia, Maudy Ayunda awal memulai karirnya di tahun 2005 dalam film “Untuk Rena”, di usianya yang baru 11 tahun. Terhitung sudah 17 tahun lamanya Maudy Ayunda merintis karir di dunia hiburan. Tak ayal jika Maudy mendapat penghargaan Forbes 30 Under 30 Asia di tahun 2021.
Berangkat dari dunia hiburan yang telah membesarkan nama Maudy Ayunda, ia juga memiliki tekad yang besar untuk dapat berkontribusi pada negara Indonesia. Pada tanggal 31 Maret 2022, ia terpilih menjadi juru bicara pemerintah untuk Presidensi G20.
Dilansir dari artikel bisnis.tempo.co, Juru Bicara Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Dedy Permadi mengatakan bahwa “Pemilihan Maudy sebagai juru bicara ini berdasarkan pertimbangan. Salah satunya latar belakang pendidikan dan penguasaan bahasa” ujarnya.
Keterlibatan Maudy Ayunda baik di industri film, hiburan maupun hubungan diplomasi Indonesia dengan negara lainnya, tentu melegitimasi bahwa peran perempuan berpendidikan sangat berpengaruh di tengah masyarakat, bahkan lingkup negara.
Keunggulan yang dimiliki Maudy ini tidak membuatnya sulit menemukan pasangan, justru memikat hati Jesse Choi, laki-laki keturunan Korea Selatan yang menetap lama di Amerika. Bahkan sampai berhasil mewujdukan pernikahan Maudy Ayunda. Tertulis dalam blognya, Jesse Choi menuliskan kekagumannya terhadap Maudy Ayunda.
On my first day at the GSB, I met a wonderful Indonesian girl. She has a huge heart for her country and, to this day, regularly encourages me to be “more global”.
Artinya, aku bertemu perempuan Indonesia yang luar biasa saat hari pertama saya di sekolah bisnis. Dia sangat mencintai negaranya, hingga saat ini, mendorong saya untuk menjadi “lebih mendunia”.
Penggalan kalimat tersebut merupakan tanda cinta seorang laki-laki kepada perempuan yang menginspirasinya. Jesse Choi sebagai laki-laki tidak merasa tersaingi, ia menunjukkan sikap suportif terhadap pasangan. Hubungan yang suportif ini didasari oleh karakter individu yang progresif.
Di samping itu, merawat komunikasi juga sangat diperlukan agar mewujudkan relasi yang sehat dan setara. Seperti halnya yang diterapkan Maudy Ayunda dan Jesse Choi. Tertulis dalam laman blog Jesse, ia menceritakan perjalanan hubungannya dengan Maudy. Banyak keputusan yang mereka pertimbangkan sebelum bersama dalam ikatan pernikahan Maudy Ayunda itu, salah satunya adalah tempat tinggal.
Bagi pasangan lintas negara, tentunya tidak mudah untuk memutuskan pilihan ini. Berkaitan dengan orang-orang terdekat yang setia mendampingi, adaptasi budaya dan lingkungan sekitar, bahkan karir yang telah dibangun dengan segala daya upaya. Belum lagi stigma yang dilontarkan masyarakat sekitar.
Perempuan dianggap wajib mengikuti suami. Sebaliknya, laki-laki yang ikut tinggal bersama istri rentan direndahkan. Kalis Mardiasih, seorang aktivis gender, menuliskan dalam caption postingannya bahwa fenomena ini disebut norma gender tradisional.
Jesse Choi mematahkan norma tersebut. Ia menegaskan dalam tulisannya bahwa menentukan masa depan dengan pasangan tidak berfokus pada siapa ikut siapa, tetapi aspirasi hidup masing-masing dan dengan cara apa yang paling mungkin untuk memperjuangkannya. Menjadi pasangan untuk berkolaborasi, bukan berkompetisi.
Dari pernikahan Maudy Ayunda dan Jesse Choi, tiga stigma yang telah dijelaskan di atas berhasil dipatahkan. Tentunya, lahir dari pola pikir individu yang terbuka, sehingga tidak memberatkan bahkan merugikan salah satu pihak. Menjadi adil sejak dalam pikiran.
Pernikahan Maudy Ayunda dan Jesse Choi mari kita rayakan dengan gembira. Karena akan menyambut lebih banyak perempuan, dan pasangan yang berdaya serta merdeka. Turut bahagia atas pernikahan Maudy Ayunda dan Jesse Choi! Semoga mawaddah, rahmah, sakinah wa mubadalah! []