Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan Ulama KUPI, Nyai Badriyah Fayumi tentang pendekatan konsep makruf, maka konsep ini bisa bekerja pada tiga ranah.
Tiga ranah dalam konsep makruf ini menurut Nyai Badriyah dapat menjadi dasar dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, dan bernegara.
Berikut tiga ranah konsep makruf :
Pertama, relasi sosial antar manusia, baik dalam keluarga maupun kemasyarakatan secara umum. Terlebih, hal ini berdasarkan pada etika hubungan berdasarkan kepantasan umum yang bersifat lokal-temporal.
Hal ini penting untuk menciptakan dan memelihara suasana sosial yang harmonis. Di mana aspek opini, rasa, dan kesan kepantasan, dapat terjaga dengan baik.
Kedua, ranah otoritas pada tradisi dan semua rujukan kebaikan yang dapat masyarakat terima dan amalkan. Ulama fikih menyebutnya sebagai ‘urf, adah, atau adat kebiasaan.
Ketiga, ranah implementasi nilai-nilai universal Islam pada tataran konkret, seperti keharusan untuk saling rela dan saling bermusyawarah ke dalam sistem aplikasi sosial yang bersifat partikular dan kasuistik, di mana nilai-nilai kepantasan lokal menjadi unsur pertimbangan utama.
Di samping juga kondisi riil orang-orang yang sedang mengalami persoalan serta kemungkinan-kemungkinan yang ada secara kontekstual.
Pendekatan Makruf dalam Maqashid Al-Syari’ah
Kerangka maqashid al-syari’ah terkait hak-hak anak, dengan pendekatan makruf, berarti mencari dan menemukan perspektif terbaik bagi anak dengan merujuk pada berbagai otoritas, mulai dari teks-teks wahyu, tradisi klasik, adat kebiasaan.
Kemudian, kepatutan umum, akal publik, aspek perasaan, dan yang lain, termasuk undang-undang yang berlaku.
Sebagai pihak yang berelasi, baik dengan sebaya maupun dengan orang dewasa dan kemaslahatan anak, maka pendekatan makruf harus benar-benar dikeluarkan secara induktif dari kebutuhan mereka sesuai dengan fase-fase perkembangan fisik dan psikis mereka. (Rul)