Mubadalah.id – Zainab binti Jahsy merupakan anak perempuan Umaimah binti Abdul Muththalib, bibi Rasulullah SAW. Ia memiliki nasab yang sangat mulia, baik dari jalur ayah maupun ibu. Seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa ibunya masih memiliki hubungan nasab dengan Rasulullah SAW. Sedangkan ayahnya yang bernama Jahsy bin Ri’ab bin Ya’mar al-Asdiyah juga termasuk keturunan Bani Asad bin Khuzaimah al-Mudhariyyin, cucu Abdul Muththalib bin Hasyim. Zainab termasuk salah satu perempuan elit dari suku Quraish.
Nabi Muhammad SAW menyadari bahwa tradisi jahiliyah waktu itu belum terhapus dengan sepenuhnya dari jiwa kaum muslimin. Seperti halnya sikap fanatisme, primodalisme, tribalisme jahiliyah, dan diskriminasi kelas sosial. Oleh karena itu, beliau ingin mengajarkan kepada umatnya perihal perbedaan antar umat muslim hanya diukur dari ketakwaan terhadap Allah SWT serta amal kebajikannya. Pelajaran berharga tersebut telah beliau berikan melalui kisah pernikahan Zainab binti Jahsy dengan Zaid bin Haritsah.
Pada suatu kesempatan, Rasulullah SAW mengatakan kepada Zainab, “Aku meridhai Zaid bin Haritsah untukmu.” Namun Zainab menolaknya dengan menjawab, “Wahai Rasulullah, tetapi aku tidak mau menikah dengannya, aku pilihan kaummu dan putri dari bibimu. Jadi, aku tidak akan melakukan pernikahan dengannya.”
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah SAW meminang Zainab binti Jahsy untuk Zaid bin Haritsah, lalu Zainab binti Jahsy menolaknya dan berkata, ‘saya lebih terhormat darinya’.” Penolakan Zainab binti Jahsy atas ketetapan dari Rasulullah SAW tersebut, membuat Allah SWT menurunkan sebuah ayat sebagai berikut.
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Surah Al-Ahzaab ayat 36).
Kisah Zaid bin Haritsah
Zaid bin Haritsah sebelumnya merupakan seorang budak yang Khadijah beli. Kemudian memberikannya kepada Rasulullah SAW. Setelah itu dimerdekakan dan menjadi anak angkat oleh Rasulullah SAW sendiri. Atas didikan langsung dari Rasulullah SAW, Zaid bin Haritsah tumbuh menjadi seorang pemuda yang haus akan ilmu dan hikmah. Ia telah mengambil sebuah keilmuan langsung dari sumber yang paling jernih, yaitu Nabi Muhammad SAW. Tidak ada pemuda yang lebih baik daripada Zaid dalam hal agama. Bahkan ia menjadi satu-satunya sahabat Nabi Muhammad SAW yang namanya tersebut secara eksplisit di dalam Al-Qur’an.
Dengan demikian, Zaid memang sekufu (sebanding) dengan sepupu Rasulullah SAW. Secara agama (ketakwaan), keilmuan, serta amal shaleh, Zaid bin Haritsah memiliki keunggulan tersendiri. Hanya saja statusnya adalah sebagai bekas budak, menjadi anak angkat Rasulullah SAW. Artinya secara nasab maupun status sosial, Zaid bin Haritsah berbeda jauh dengan Zainab binti Jahsy. Wajar jika Zainab menolak untuk menikah dengan Zaid. Sebab bagi Zainab, ia memiliki kedudukan yang mulai, baik dari hal agama, nasab maupun status sosial.
Di hadapan keputusan Ilahi yang sudah final, serta adanya peringatan agar jangan berbuat durhaka atau membangkang itu, membuat Zainab binti Jahsy langsung mematuhi perintah Rasulullah SAW. Ia pun menerima untuk dinikahkan dengan Zaid bin Haritsah yang merupakan bekas budak Rasulullah SAW yang dimerdekakan. Sedangkan Zainab bin Jahsy seperti yang kita ketahui merupakan salah satu perempuan elit kaum Quraish (perempuan terkemuka), memiliki paras yang cantik, serta menjadi putri Umaimah bin Abdul Muththalib, bibi Rasulullah SAW.
Meskipun pernikahan ini tidak bisa bertahan lama yang berujung pada perceraian. Namun di dalamnya terdapat hikmah yang dapat dipetik sebagai pelajaran hidup. Seperti contoh bahwa setiap manusia memiliki kedudukan sama di hadapan Allah SWT, terlebih ketika ingin membangun sebuah rumah tangga.
Hikmah Pernikahan Zainab dan Zaid
Pernikahan Zainab binti Jahsy dengan Zaid bin Haritsah mengandung hikmah yang agung, yaitu pendeklarasikan persamaan dan kesetaraan di antara setiap manusia, baik itu laki-laki maupun perempuan. Serta dapat mengikis diskriminasi berdasarkan nasab dan kedudukan (status sosial) di masyarakat. Di dalam ajaran agama Islam semua orang sama dan setara, bahwa perbedaan keutamaan dalam Islam hanyalah berdasarkan standar ketakwaan dan amal saleh.
Rasulullah SAW sebenarnya sudah mengetahui bahwa pernikahan Zainab binti Jahsy dengan Zaid bin Haritsah akan berujung pada perceraian. Namun dengan kemuliaan akhlak baginda Nabi Muhammad SAW, beliau berusaha menyembunyikan. Dalam artian ada suatu hikmah besar yang hendak ingin disampaikan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Supaya umat muslim tidak memandang nasab, dan status sosial kepada orang lain. Sebab hal tersebut bukan untuk kita bangga-banggakan atau unggul-unggulkan. Sejatinya hanya ketakwaan serta amal shaleh-lah yang dapat membedakan setiap umat muslim di hadapan Allah SWT. Wallahu’alam Bishawab. []