• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Melalui KUPI, Ulama Perempuan Diakui Secara Spiritual, Intelektual, Kultural, dan Sosial

Begitu pun ulama KUPI, bersama para perempuan tersebut, otoritas mereka diakui dan pengetahuan mereka dijadikan arah keimanan, pengetahuan, dan kerja-kerja gerakan individu-individu yang hadir dalam Kongres ini

Redaksi Redaksi
30/05/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Perempuan

Perempuan

919
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jika merujuk pemikiran keagamaan yang masih berpijak pada paradigma fitnah perempuan, maka yang akan terjadi adalah banyak kasus-kasus kekerasan domestik yang disalahkan adalah perempuan. Yang disalahkan adalah pakaian perempuan, perilakunya, atau layanannya kepada suami dan kerabat yang dianggap tidak maksimal.

Dalam narasi seperti ini, perempuan tidak pernah menjadi subjek yang dilihat sebagai manusia utuh yang berhak hidup bermartabat, berkeadilan, dan terutama tanpa kekerasan.

Mereka tidak menjadi subjek yang didengar pengalaman hidupnya, lalu dilibatkan dalam merumuskan apa yang disebut sebagai baik dan maslahat dalam narasi keagamaan, atau yang disebut sebagai fatwa.

Para perempuan yang mengalami hal demikian banyak sekali. Mereka tidak menemukan jawaban dari para tokoh agama yang menggunakan narasi mainstream selama ini.

Akhirnya, mereka datang bertanya kepada para ulama perempuan yang kemudian tergabung dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).

Baca Juga:

Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

Tauhid secara Sosial

Prinsip Keadilan Sosial dalam Ajaran Islam

3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Tentu saja, para ulama KUPI ini telah melalui dinamika yang cukup intensif bersama para perempuan tersebut, jauh sebelum Kongres yang berlangsung di Pesantren Kebon Jambu pada April 2017.

Bahkan, secara historis bisa ditarik sejak awal 1990-an, ketika kegundahan mereka itu baru mulai disuarakan dan didiskusikan di lembaga-lembaga pendidikan Islam.

KUPI di Cirebon

Kongres KUPI di Pesantren Cirebon ini menjadi momentum pengakuan yang utuh terhadap para perempuan yang bertanya. Sekaligus para ulama mereka. Baik pengakuan secara spiritual, intelektual, kultural, dan sekaligus sosial.

Di Kongres ini, para perempuan yang mengalami kekerasan dan meminta fatwa sebagai subjek dan diajak bersama terlibat dalam merumuskan narasi fatwa keagamaan. Pengalaman hidup mereka terakui sebagai salah satu sumber pengetahuan yang otoritatif untuk rumusan narasi ini.

Begitu pun ulama KUPI, bersama para perempuan tersebut, otoritas mereka banyak yang mengakui dan pengetahuan mereka menjadi arah keimanan, pengetahuan, dan kerja-kerja gerakan individu-individu yang hadir dalam Kongres ini.

Karena itu, ciri khas KUPI di Pesantren Cirebon ini adalah kegiatan berfatwa secara kolektif yang kita sebut sebagai Musyawarah Keagamaan. Kegiatan berfatwa ini mempertemukan para perempuan dan para ulama mereka untuk merumuskan fatwa keagamaan.

Di samping itu banyak juga kegiatan lain yang bersifat spiritual, sosial, maupun intelektual. Musyawarah Keagamaan KUPI Cirebon ini telah memutuskan pandangan dan sikap keagamaan terkait tiga hal. Yaitu pengharaman kekerasan seksual, kewajiban perlindungan anak dari pernikahan, dan pengharaman perusakan lingkungan.

Musyawarah Keagamaan KUPI

Di samping fatwa keagamaan, Musyawarah ini juga mengeluarkan rekomendasi kepada para pihak yang ikut bertanggung jawab. Bahkan mampu menyelesaikan dampak dari pembiaran ketiga isu sosial tersebut, dalam kehidupan beragama dan berbangsa.

Musyawarah Keagamaan yang ada pada saat Kongres ini, sejatinya telah mengalami proses yang cukup panjang. Mulai dari halaqah-halaqah sebelum Kongres di berbagai daerah. Mulai dari Yogyakarta untuk Indonesia bagian tengah, Padang untuk Indonesia bagian barat, dan Makassar untuk Indonesia bagian timur.

Setelah itu, masih juga ada halaqah dan diskusi di Jakarta sebelum Kongres. Semua ini ia lakukan antara para perempuan yang bertanya tentang kehidupan mereka dan para ulama mereka. Termasuk pertemuan mengenai pokok-pokok pikiran terkait metodologi fatwa KUPI, yang menjadi basis tulisan dalam buku ini.

Bahkan, proses dialog antara para perempuan dan ulama mereka bisa kita telusuri dalam pendidikan-pendidikan kader yang berbagai lembaga lakukan. Sebutlah misalnya Rahima, Fahmina, Alimat, Fatayat NU, Aisyiyah Muhammadiyah, berbagai Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA). Serta perguruan tinggi Islam (terutama UIN Yogyakarta, UIN Jakarta, UIN Surabaya, UIN Semarang, dan banyak lagi).

Jika kita hitung sejak tahun 1990-an, akan lebih banyak lagi lembaga-lembaga lain yang sudah mengawali menanam benih-benih ijtihad, fatwa, dan pemikiran keagamaan. Kemudian mengadopsinya secara bersama dalam Musyawarah Keagamaan KUPI ini. []

Tags: intelektualkulturalKupisosialSpiritualulama perempuan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Gender

Islam dan Persoalan Gender

11 Juli 2025
Tauhid

Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

11 Juli 2025
Tauhid dalam Islam

Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

11 Juli 2025
Membebaskan Manusia

Islam: Membebaskan Manusia dari Gelapnya Jahiliyah

11 Juli 2025
Berkeluarga

Berkeluarga adalah Sarana Menjaga Martabat dan Kehormatan Manusia

10 Juli 2025
Perempuan sebagai Fitnah

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

10 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berhaji

    Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam dan Persoalan Gender
  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID