Mubadalah.id – Jika merujuk pemikiran keagamaan yang masih berpijak pada paradigma fitnah perempuan, maka yang akan terjadi adalah banyak kasus-kasus kekerasan domestik yang disalahkan adalah perempuan. Yang disalahkan adalah pakaian perempuan, perilakunya, atau layanannya kepada suami dan kerabat yang dianggap tidak maksimal.
Dalam narasi seperti ini, perempuan tidak pernah menjadi subjek yang dilihat sebagai manusia utuh yang berhak hidup bermartabat, berkeadilan, dan terutama tanpa kekerasan.
Mereka tidak menjadi subjek yang didengar pengalaman hidupnya, lalu dilibatkan dalam merumuskan apa yang disebut sebagai baik dan maslahat dalam narasi keagamaan, atau yang disebut sebagai fatwa.
Para perempuan yang mengalami hal demikian banyak sekali. Mereka tidak menemukan jawaban dari para tokoh agama yang menggunakan narasi mainstream selama ini.
Akhirnya, mereka datang bertanya kepada para ulama perempuan yang kemudian tergabung dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).
Tentu saja, para ulama KUPI ini telah melalui dinamika yang cukup intensif bersama para perempuan tersebut, jauh sebelum Kongres yang berlangsung di Pesantren Kebon Jambu pada April 2017.
Bahkan, secara historis bisa ditarik sejak awal 1990-an, ketika kegundahan mereka itu baru mulai disuarakan dan didiskusikan di lembaga-lembaga pendidikan Islam.
KUPI di Cirebon
Kongres KUPI di Pesantren Cirebon ini menjadi momentum pengakuan yang utuh terhadap para perempuan yang bertanya. Sekaligus para ulama mereka. Baik pengakuan secara spiritual, intelektual, kultural, dan sekaligus sosial.
Di Kongres ini, para perempuan yang mengalami kekerasan dan meminta fatwa sebagai subjek dan diajak bersama terlibat dalam merumuskan narasi fatwa keagamaan. Pengalaman hidup mereka terakui sebagai salah satu sumber pengetahuan yang otoritatif untuk rumusan narasi ini.
Begitu pun ulama KUPI, bersama para perempuan tersebut, otoritas mereka banyak yang mengakui dan pengetahuan mereka menjadi arah keimanan, pengetahuan, dan kerja-kerja gerakan individu-individu yang hadir dalam Kongres ini.
Karena itu, ciri khas KUPI di Pesantren Cirebon ini adalah kegiatan berfatwa secara kolektif yang kita sebut sebagai Musyawarah Keagamaan. Kegiatan berfatwa ini mempertemukan para perempuan dan para ulama mereka untuk merumuskan fatwa keagamaan.
Di samping itu banyak juga kegiatan lain yang bersifat spiritual, sosial, maupun intelektual. Musyawarah Keagamaan KUPI Cirebon ini telah memutuskan pandangan dan sikap keagamaan terkait tiga hal. Yaitu pengharaman kekerasan seksual, kewajiban perlindungan anak dari pernikahan, dan pengharaman perusakan lingkungan.
Musyawarah Keagamaan KUPI
Di samping fatwa keagamaan, Musyawarah ini juga mengeluarkan rekomendasi kepada para pihak yang ikut bertanggung jawab. Bahkan mampu menyelesaikan dampak dari pembiaran ketiga isu sosial tersebut, dalam kehidupan beragama dan berbangsa.
Musyawarah Keagamaan yang ada pada saat Kongres ini, sejatinya telah mengalami proses yang cukup panjang. Mulai dari halaqah-halaqah sebelum Kongres di berbagai daerah. Mulai dari Yogyakarta untuk Indonesia bagian tengah, Padang untuk Indonesia bagian barat, dan Makassar untuk Indonesia bagian timur.
Setelah itu, masih juga ada halaqah dan diskusi di Jakarta sebelum Kongres. Semua ini ia lakukan antara para perempuan yang bertanya tentang kehidupan mereka dan para ulama mereka. Termasuk pertemuan mengenai pokok-pokok pikiran terkait metodologi fatwa KUPI, yang menjadi basis tulisan dalam buku ini.
Bahkan, proses dialog antara para perempuan dan ulama mereka bisa kita telusuri dalam pendidikan-pendidikan kader yang berbagai lembaga lakukan. Sebutlah misalnya Rahima, Fahmina, Alimat, Fatayat NU, Aisyiyah Muhammadiyah, berbagai Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA). Serta perguruan tinggi Islam (terutama UIN Yogyakarta, UIN Jakarta, UIN Surabaya, UIN Semarang, dan banyak lagi).
Jika kita hitung sejak tahun 1990-an, akan lebih banyak lagi lembaga-lembaga lain yang sudah mengawali menanam benih-benih ijtihad, fatwa, dan pemikiran keagamaan. Kemudian mengadopsinya secara bersama dalam Musyawarah Keagamaan KUPI ini. []