• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Membaca Pengalaman Perempuan Singapura

Tia Isti'anah Tia Isti'anah
23/06/2020
in Sastra
0
pengalaman perempuan

Buku "Perempuan" membahas cerita-cerita pengalaman perempuan di Singapura

22
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Apa yang kamu bayangkan ketika mendengar kata Singapura? Saya dahulu membayangkannya sebagai kota modern, yang tidak ada permasalahan semacam negeri kita. Apalagi masalah keperempuanannya, saya kira disana tidak ada masalah sunat perempuan atau hijab.

Saya lalu membaca buku Perempuan : Muslim Women In Singapura Speak Out. Buku itu saya ambil ketika konferensi di Malaysia tahun lalu. Di musim pandemi ini kemudian saya membacanya.

Bukunya berbahasa Inggris. Kita semua tahu Singapura adalah bekas jajahan Inggris, seperti Malaysia. Sementara Indonesia jajahan Belanda. Sehingga tidak aneh jika banyak orang Malaysia dan Singapura lancar bahasa Inggris. Mungkin itu juga dipengaruhi faktor bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional.

Sementara orang Indonesia tidak banyak yang bisa menggunakan bahasa Belanda. Selain karena bahasa Belanda bukan bahasa internasional sehingga tidak banyak yang mempelajarinya lagi saat ini, bahasa Belanda dahulu juga digunakan di Indonesia hanya untuk kalangan priyayi.

Saya harus bercerita tentang bahasa terlebih dahulu. Karena saya kira ini penting, saya dahulu sangat insecure karena tidak berbahasa Inggris dengan baik apalagi jika disandingkan dengan teman-teman dari Singapura atau Malaysia. Tapi kemudian, ketika saya memahami masalah sosial budaya dan tentu privilege, saya jadi tidak begitu minder.

Baca Juga:

Awet Muda di Era Media Sosial: Perspektif dan Strategi Perempuan

Beda Qiyas dari Metode Mubadalah: Menjembatani Nalar Hukum dan Kesalingan Kemanusiaan

Pentingnya Dakwah Islam Perlu Berbasis Pengalaman Perempuan

Perempuan di Persimpangan Jalan

Kembali ke buku, ini adalah kumpulan cerita pendek, opini, puisi yang berpijak pada pengalaman perempuan Singapura. Saya pun jadi memahami bahwa patriarki ada dimana pun bahkan di negara modern Asia seperti Singapura ini.

Permasalahannya hampir sama dengan negara kita. Disana ada sunat perempuan, di mana hal tersebut membuat seorang perempuan yang menuliskannya trauma. Ia bercerita bahwa itu sering menjadi mimpi buruk. Ia terbangun karena menganggap ada tusukan tajam di klitorisnya.

Disana hampir semua perempuan Malay (Melayu) dianggap wajib melakukan sunat perempuan. Padahal tidak ada manfaat medis sama sekali dari sunat perempuan. Hukumnya pun masih diperdebatkan, bahkan ada Ulama yang mengatakan bahwa sunat perempuan makruh (lebih baik ditinggalkan).

Saya suka buku ini karena ia berangkat dari pengalaman-pengalaman perempuan yang beragam. Di bagian lain, diceritakan pula tentang bagaimana orang-orang disana memiliki streotype.

Orang India dianggap beragama Hindu. Sehingga ketika ada perempuan India menggunakan kerudung, secara otomatis terdapat shock culture. Bagaimana bisa perempuan berkulit gelap menggunakan kerudung? Apakah dia India, atau Malay? Mengapa banyak bulu di tangannya? Perempuan Malay tidak memiliki banyak bulu.

Berbeda dengan di Indonesia, di Singapura dan Malaysia memang banyak orang India. Mereka dahulu didatangkan oleh Inggris untuk bekerja di perkebunan sawit, dijadikan tentara, juga pekerja.

Selain stereotype terhadap perempuan India, stereotype perempuan secara umum juga diceritakan dalam buku ini. Mereka tidak diperbolehkan menggunakan pakaian pendek. Dalam sebuah cerita, ada yang sampai berkali-kali ganti pakaian karena dilarang oleh orang tuanya menggunakan pakaian tertentu.

Nafsu seseorang menjadi tanggung jawab perempuan. Ada yang bahkan pada akhirnya tidak berani menari karena mengetahui keluarganya akan menonton. Ya, karena dia menggunakan pakaian yang dianggap “seksi” oleh keluarganya. Ia lalu memilih minggat dari acara.

Diceritakan pula, bagaimana perempuan selalu dipaksa untuk menurunkan berat badan. Dia sudah tumbuh sehat, lari 5 KM perminggu. Namun tetap dianggap tidak ideal karena gendut. Update foto gendut tidak pernah dipuji. Namun jika sedikit lebih kurus, pujian langsung datang dari banyak pihak.

Yang saya suka, pengalaman-pengalaman yang tidak lazim juga diceritakan. Terdapat cerita dari LGBTQ+. Dia bercerita bahwa dia (perempuan) yang berpenampilan seperti laki-laki. Suatu hari ketika dia belajar mobil, instruktur mengatakan padanya:

“Untunglah saya tidak seperti dulu. Kalau saja saya masih muda, saya akan membawamu ke kamar dan tidak akan membiarkan kamu keluar sebelum kamu kembali menyukai laki-laki”

Hal itu membuat saya merinding. Bagaimana jika saya berada di posisi dia?

Buku tentang pengalaman-pengalaman perempuan begitu sedikit. Ini adalah salah satu dari buku yang sedikit itu. Pengalaman perempuan di dunia modern yang ternyata masih patriarki perlu diceritakan. Saya mengapresiasi buku ini.

Saya tidak tau apakah buku ini diperjual belikan atau tidak. Karena saya mendapatkan privilege untuk membaca buku ini, maka saya kira saya juga memiliki tanggung jawab untuk membagikan reviewnya. Your privilege is you responsibility. []

Tags: pengalaman perempuanrekomendasi bukuSingapura
Tia Isti'anah

Tia Isti'anah

Tia Isti'anah, kadang membaca, menulis dan meneliti.  Saat ini menjadi asisten peneliti di DASPR dan membuat konten di Mubadalah. Tia juga mendirikan @umah_ayu, sebuah akun yang fokus pada isu gender, keberagaman dan psikologi.

Terkait Posts

Pekerja Rumah Tangga

Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga

11 Mei 2025
Tidak Ada Cinta

Tidak Ada Cinta bagi Arivia

11 Mei 2025
Tak Ada Cinta

Tidak Ada Cinta Bagi Ali

4 Mei 2025
Kartini Tanpa Kebaya

Kartini Tanpa Kebaya

27 April 2025
Hujan

Laki-laki yang Menjelma Hujan

13 April 2025
Negara tanpa Ibu

Negara tanpa Ibu

23 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version