Dalam logika fatwa KUPI, pernikahan anak bertentangan dengan prinsip hifzh al-nasl. Oleh karena itu, fatwa KUPI mewajibkan semua pihak. Terutama orang tua dan negara, untuk melindungi mereka yang masih di usia anak agar tidak menikah terlebih dahulu.
Mubadalah.id – Pada tahun 2019, pemerintah telah resmi menetapkan batas usia minimal pernikahan anak laki-laki dan perempuan, yaitu pada usia 19 tahun.
Penetapan ini mengacu pada pasal Pasal 7 Ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2019, tentang “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.”
Meskipun demikian, regulasi tersebut, saya kira masih belum terdengar di sebagian kalangan masyarakat kita. Akibatnya, masih banyak anak-anak di Indonesia yang lebih memilih untuk menikah di usia dini.
Merujuk data Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Agama RI menyebutkan bahwa secara nasional ada 52 ribu perkara dispensasi pernikahan anak yang masuk ke peradilan agama.
Dari data tersebut artinya masih sangat besar anak-anak di Indonesia memutuskan hidupnya untuk menikah di usia yang masih dini. Akibatnya banyak anak yang mengalami putus sekolah, masa bermain, mengancam kesehatan reproduksi dan tentunya mereka akan kehilangan masa depan.
Bahkan dalam buku “Fikih Kawin Anak: Membaca Ulang Teks Keagamaan Perkawinan Usia Anak-Anak” (Mukti Ali dkk, 2015), menyebutkan bahwa pihak yang terdampak langsung dari pernikahan anak adalah anak perempuan.
Permasalahan Kompleks
Anak perempuan yang memutuskan untuk menikah di usia dini, ia akan menghadapi permasalahan yang sangat kompleks. Di antaranya, rentannya kesehatan karena mereka harus mengalami proses reproduksi sebelum alat reproduksi berkembang secara maksimal, permasalahan ekonomi, dan pendidikan.
Di sisi lain, Alimah Fauzan dalam tulisan di mubadalah.id yang berjudul Cara Menghentikan Pernikahan Anak, menyebutkan bahwa pernikahan anak akan berdampak juga secara sosial, dan rentan terjadinya perceraian pada pengantin anak. Alimah mengatakan ada sekitar 80% perkawinan anak berakhir perceraian.
Dari data tersebut, artinya anak perempuan harus hidup di dua dunia yang membingungkan anak-anak bukan, dewasa pun belum tetapi harus berstatus janda.
Oleh sebab itu, pernikahan anak jika kita lihat dari berbagai sisi sama sekali tidak mendatangkan kemaslahatan. Justru yang ada adalah berbagai kemadharatan yang akan terjadi. Terlebih kemadharatan itu akan sangat berdampak kepada anak perempuan.
Pandangan Ulama KUPI
Jika merujuk argumentasi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) tentang pernikahan anak. Maka secara faktual, ulama KUPI memiliki pandangan bahwa pernikahan anak telah melanggar prinsip hifzh al-nasl (perlindungan keluarga).
Pasalnya, dalam pernikahan anak, baik secara fisik, maupun psikis, anak laki-laki dan perempuan belum cukup matang untuk membangun sebuah keluarga.
Seseorang yang menikah di usia anak, sebagaimana berbagai data, besar kemungkinan akan sulit berkomunikasi secara baik, susah mengelola konflik suami-istri di antara mereka.
Jika anak perempuan hamil, maka ia akan beresiko tinggi pada kesehatan dan kematian. Jika ia melahirkan, maka ia tidak akan mampu menjadi orang tua yang arif dalam mengurus dan mendidik anak.
Segala kondisi ini, dalam logika fatwa KUPI, bertentangan dengan prinsip hifzh al-nasl. Oleh karena itu, fatwa KUPI mewajibkan semua pihak. Terutama orang tua dan negara, untuk melindungi mereka yang masih di usia anak agar tidak menikah terlebih dahulu.
Oleh sebab itu, dengan merujuk dengan menggunakan pendekatan fatwa KUPI ini, saya kira menjadi cara bagi para orang tua untuk melindungi anak-anaknya dari bahaya pernikahan anak.
Dengan begitu, pemerintah dengan menggunakan regulasinya, kemudian didorong dengan fatwa KUPI, saya kira hal ini perlu terus untuk disosialisasikan kepada seluruh masyarakat di Indonesia.
Keduanya bisa saling bekerjasama untuk memberikan edukasi kepada masyarakat untuk melindungi anak-anaknya dari bahaya tersebut. Dengan demikian, anak-anak kita, terutama anak perempuan, hidup mereka akan terlindungi, dan bisa mendapatkan hak-haknya sebagai anak. []