Selasa, 23 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Dakwah Advokasi

    Dakwah Advokasi sebagai Jalan Ulama Perempuan Mengawal Kebijakan yang Berpihak pada Perempuan

    Meruwat Bumi

    Dari Merawat ke Meruwat Bumi: Jalan Spiritualitas Ekoteologis

    Konflik Agraria

    Penguasaan Lahan oleh Korporasi Perparah Konflik Agraria

    Negara

    Negara, Keadilan, dan Kepercayaan yang Hilang

    Sawit

    Dampak Ekspansi Tambang dan Sawit terhadap Lingkungan

    Bahasa Masih Membatasi Disabilitas

    Ketika Bahasa Masih Membatasi Disabilitas

    Perempuan Mollo

    Perempuan Adat Mollo Pimpin Perlawanan terhadap Tambang Marmer

    Mitokondria

    Mitokondria: Kerja Sunyi Perempuan yang Menghidupkan

    Masyarakat Mollo

    Kosmologi Masyarakat Adat Mollo dalam Melawan Tambang

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Dakwah Advokasi

    Dakwah Advokasi sebagai Jalan Ulama Perempuan Mengawal Kebijakan yang Berpihak pada Perempuan

    Meruwat Bumi

    Dari Merawat ke Meruwat Bumi: Jalan Spiritualitas Ekoteologis

    Konflik Agraria

    Penguasaan Lahan oleh Korporasi Perparah Konflik Agraria

    Negara

    Negara, Keadilan, dan Kepercayaan yang Hilang

    Sawit

    Dampak Ekspansi Tambang dan Sawit terhadap Lingkungan

    Bahasa Masih Membatasi Disabilitas

    Ketika Bahasa Masih Membatasi Disabilitas

    Perempuan Mollo

    Perempuan Adat Mollo Pimpin Perlawanan terhadap Tambang Marmer

    Mitokondria

    Mitokondria: Kerja Sunyi Perempuan yang Menghidupkan

    Masyarakat Mollo

    Kosmologi Masyarakat Adat Mollo dalam Melawan Tambang

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Negara, Keadilan, dan Kepercayaan yang Hilang

Kita tidak lagi berbicara soal surga dan neraka. Karena ketimpangan yang dibiarkan tumbuh sudah cukup menghukum semua orang di dunia ini.

Nadhira Yahya Nadhira Yahya
23 Desember 2025
in Publik
2
Negara

Negara

631
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jujur, negara akhir-akhir ini memasuki fase kepercayaan yang punah. Mereka tidak mengurangi atau mencicilnya, tetapi menghabiskannya sampai tak tersisa. Yang runtuh bukan hanya rasa percaya rakyat, melainkan juga keyakinan sederhana bahwa keadilan masih hidup, bukan sekadar dipajang di baliho kebijakan, itu juga kalau masih ingat.

Mungkin pemerintah kini merasa selalu salah langkah. Setiap pernyataan terdengar keliru, semua penjelasan terkesan defensif, dan tindakan apapun memicu masalah baru. Salah melulu, katanya. Pada titik ini, pemerintah menilai kritik sebagai kebisingan, mereka terus memproduksi klarifikasi, namun walhasil justru memperlebar jarak. Pertanyaannya: kenapa? kenapa semuanya bisa sampai sejauh ini?

Mari kita akui, pemerintah tidak sedang menghadapi rakyat yang hobi nyinyir. Negara justru memanen ingatan kolektif yang terus menerima luka. Di negeri ini, pemerintah membabat hutan atas nama pembangunan. Bencana pun datang. Dan ketika rakyat bergerak, mengumpulkan bantuan, membuka donasi, dan menyelamatkan sesama, pemerintah datang belakangan sambil berdehem: negara menuntut izin, ketertiban, dan prosedur.

Hah? Solidaritas disuruh antri?

Untuk Siapa Aturan Itu?

Pada titik ini, wajar kalau kening berkerut. Orang-orang kaget dong. Untuk siapa negara memasang prosedur ini? Untuk mereka yang kehilangan rumah, atau untuk kewenangan agar tetap rapi?

Masalahnya memang bukan donasi. Bukan juga izin. Yang jadi taruhannya adalah urutan empati. Mengapa pemerintah bergerak cepat mengatur kepedulian rakyat, sementara negara membiarkan kerusakan ekologis, konflik agraria, dan kebijakan sembrono berjalan dengan alasan pembenar? Negara mencurigai empati publik, sementara dengan entengnya meloloskan kepentingan besar. Hmmm.. oke, tarik napas dulu.

Secara teori, sebab dan akibat selalu berpasangan. Namun praktik negara menunjukkan pola berbeda. Negara rajin menangani akibat, tetapi malas menyentuh sebab. Negara memperlakukan bencana seolah tamu tak diundang dari langit, tanpa mengaitkannya dengan izin tambang, pembukaan hutan, atau tata ruang yang negara lenturkan demi investasi. Setelah itu, negara kembali meminta rakyat bersabar. Seperti biasa. Lagi. Dan lagi.

Relasi yang Timpang

Relasi kuasa pun rasanya hanya berjalan satu arah. Negara menempatkan diri sebagai pihak paling tahu, sementara negara mendorong rakyat untuk diam, patuh, lalu berterima kasih. Padahal relasi adil tidak pernah lahir dari kepatuhan sepihak. Relasi adil menuntut saling mendengar, bukan sekadar saling mengatur.

Dalam ajaran Islam, persoalan ini bahkan sederhana. Islam memerintahkan amanah dan menuntut keadilan.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya”

(QS. An-Nisa’: 58).

Amanah bukan hanya kursi jabatan, tetapi juga jejak kebijakan. Keadilan bukan hanya sah di atas kertas, tetapi juga masuk akal dalam hidup manusia.

Ketika Keadilan Hanya Formalitas

Sayangnya, hari ini negara sering mengecilkan keadilan menjadi urusan administrasi. Ketika berkas lengkap, negara menganggap penderitaan sah, legal, dan aman. Padahal keadilan tanpa rasa kemanusiaan hanya melahirkan kerapian tanpa hati, indah di laporan, kejam di lapangan.

Di sinilah ketegangan itu menetap. Kepekaan negara menipis, sementara kepercayaan rakyat menetes habis. Ketika rakyat membicarakan perut, negara hanya menyodorkan grafik. Saat rakyat meminta ruang hidup, negara malah melempar regulasi. Jeritan yang terdengar, negara memaksa kita tenang. Rupanya, negara lebih takut pada kekacauan imajiner daripada pada ketidakadilan nyata.

Dalam keadaan seperti ini, kritik wajar berubah nada. Sinisme pun wajar terjadi. Ingat: semuanya tidak muncul tiba-tiba. Pengalaman membentuknya perlahan: dari rasa yang terus negara abaikan, dari pengalaman hidup sebagai angka, bukan manusia.

Pada titik tertentu, rasa frustrasi pun mendorong kita berhenti membahas persoalan ini dari sudut pandang agama yang normatif. Kita lelah mengingatkan tentang dosa, azab akhirat, atau balasan moral yang entah kapan tiba, sementara ketidakadilan terus bekerja hari ini dan menghancurkan hidup nyata. Oleh karena itu, kita tidak lagi berbicara soal surga dan neraka. Karena ketimpangan yang dibiarkan tumbuh sudah cukup menghukum semua orang di dunia ini.

Ketika negara mengabaikan keadilan, masyarakat retak, solidaritas melemah, dan kepercayaan runtuh. Akhirnya, sistem yang timpang tidak hanya merugikan korban langsung, tetapi juga menyeret semua orang ke dalam kerugian bersama. Yang hancur bukan hanya moral, melainkan tatanan hidup itu sendiri, dan kita semua menanggung akibatnya.

Seharusnya kita semua tahu konsekuensi ini. Apalagi pemerintah dengan SDM terbaiknya? Tapi, jika dampaknya tetap merusak, itu berarti semuanya memilih untuk tahu tetapi tidak peduli. Dah. Titik.

Krisis Etika

Ini bukan sekadar masalah komunikasi atau koordinasi. Ini soal krisis etika dalam mengelola kuasa. Kekuasaan lupa bahwa ia memikul beban moral, bukan menerima hadiah. Saat seseorang mengatur hidup orang lain, ia wajib membawa kerendahan hati, bukan sekadar stempel legalitas.

Ketika negara lebih sibuk mengatur cara rakyat saling menolong daripada memastikan ini tidak menjadi sumber masalah, kerusakan tidak hanya menyentuh citra. Kerusakan itu menggerogoti fondasi hidup bersama. Hukum kehilangan wibawa, solidaritas bergerak sendiri, dan negara berdiri berhadapan langsung dengan rakyatnya.

Disclaimer: Tulisan ini tidak mengajak kebencian maupun mendorong kekacauan. Saya hanya mengajak kita membaca realitas apa adanya. Kita sedang menjalani fase berbahaya: ketika keadilan menjauh dan negara sering menjadikan kemanusiaan sebagai slogan, maka ketika rakyat berhenti berharap, situasi itu bukan kejutan. Dan ini tidak menunjukkan bahwa negara sedang menang. Maknanya justru bocor.

Sekarang, pertanyaan akhirnya bukan soal citra, stabilitas, atau angka elektabilitas. Pertanyaannya jauh lebih sederhana: Apakah kita masih mau merapikan ulang cara berelasi secara adil dan manusiawi, atau tetap memilih bertahan pada kewenangan yang sah tetapi dingin?

Karena negara mungkin masih tetap bisa bertahan tanpa kepercayaan rakyat untuk sementara. Namun keadilan, tidak pernah hidup tanpa kemanusiaan. Iya? []

Tags: keadilankemanusiaanKepercayaanNegarapemerintah
Nadhira Yahya

Nadhira Yahya

Gender Equality Enthusiast. Menyimak, menulis, menyuarakan perempuan.

Terkait Posts

Catatan Kaki
Personal

Perempuan Bukan ‘Catatan Kaki’ dalam Kehidupan

20 Desember 2025
KUPI
Publik

KUPI adalah Kita; Tentang Keulamaan sebagai Nilai

20 Desember 2025
Martabat Kemanusiaan
Publik

Al-Qur’an Menegaskan Martabat Kemanusiaan Laki-Laki dan Perempuan

20 Desember 2025
Perspektif Mubādalah
Publik

Etika Kesalingan dalam Islam: Relasi, Interrelasi, dan Transrelasi Perspektif Mubādalah

17 Desember 2025
Isu perempuan
Personal

Menjadi Lelaki Penyuara Isu Perempuan, Bisakah?

16 Desember 2025
Disabilitas
Publik

Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan

15 Desember 2025

Comments 2

  1. Annette4233 says:
    3 jam ago

    https://shorturl.fm/LQBw6

    Balas
  2. Isaiah146 says:
    2 jam ago

    https://shorturl.fm/62w5w

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mitokondria

    Mitokondria: Kerja Sunyi Perempuan yang Menghidupkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Adat Mollo Pimpin Perlawanan terhadap Tambang Marmer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Bahasa Masih Membatasi Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dampak Ekspansi Tambang dan Sawit terhadap Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Negara, Keadilan, dan Kepercayaan yang Hilang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dakwah Advokasi sebagai Jalan Ulama Perempuan Mengawal Kebijakan yang Berpihak pada Perempuan
  • Dari Merawat ke Meruwat Bumi: Jalan Spiritualitas Ekoteologis
  • Penguasaan Lahan oleh Korporasi Perparah Konflik Agraria
  • Negara, Keadilan, dan Kepercayaan yang Hilang
  • Dampak Ekspansi Tambang dan Sawit terhadap Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Emilia4052 pada Perempuan Adat Mollo Pimpin Perlawanan terhadap Tambang Marmer
  • Armando4202 pada Dari Merawat ke Meruwat Bumi: Jalan Spiritualitas Ekoteologis
  • 79king2 pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • best real money online casino pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • porn video pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID