“Dadi bocah wedok iku kudu cerdas, kutho, trengginas.”
(Jadi perempuan itu harus cerdas, berpikiran terbuka, dan terampil.)
*****
Begitu kalimat yang seringkali dinasehatkan Ibu Nyai Durroh Nafisah kepada para santrinya.
Sifat cerdas yang dimaksudkan di sini adalah menjadi perempuan itu harus bisa cerdas, pintar dan mampu dalam segala hal.
Kutho atau kota, bermakna tidak berpikir tertinggal atau kolot. Menjadi perempuan itu harus bisa berpikir maju dan tidak tertinggal atau selalu mengikuti perkembangan zaman.
Terlebih beliau juga selalu menekankan kepada santriwati agar selalu berpikir modern dan tidak kagetan dalam menghadapi problematika yang ada.
Trengginas yaitu terampil atau kreatif. Bahwa menjadi perempuan itu tidak boleh lemah, dan harus menjadi perempuan yang giat, ulet, cekatan, mandiri, dan penuh inovasi.
Nyai Durroh Nafisah merupakan putri kelima dari K.H. Ali Maksum dan Ibu Nyai Hj. Hasyimah Munawwir. Di usia yang sudah menginjak 64 tahun ini, beliau tetap terlihat muda dan sangat bersahaja.
Nama Nafisah sendiri diberikan oleh Ayahandanya, Mbah Ali Maksum dengan maksud supaya nantinya Nafisah ini menjadi seorang ulama perempuan seperti Sayyidah Nafisah, seorang ulama perempuan yang merupakan sang guru dari Imam Syafii.
Benar bahwa Nyai Nafisah sampai saat ini telah berhasil menjadi sosok inspiratif, perempuan tangguh, dan pantas disebut sebagai ulama perempuan.
Baca juga: Imam Syafi’i Belajar pada Sayyidah Nafisah
Kepada santri
Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Komplek Hindun-Beyt Tahfidz An-nafisah ini sering kali memberi petuah hangat terhadap para santrinya. Terlebih dalam hal menjaga Kalam Allah, cucu K.H. Munawwir Abdullah Rasyad ini tidak pernah bosan memotivasi santri untuk jangan sampai pernah lepas dari Al-Quran di manapun berada.
Prinsip beliau, kita tidak perlu mengejar duniawi. Ketika kita telah menomorsatukan Al-Quran, maka prestasi dan perihal keduniawian akan turut dengan sendirinya.
Beliau selalu memotivasi dan mendukung santri mengikuti perlombaan sebagai wujud pengembangan diri. Dengan harapan supaya menjadi perempuan itu tidak hanya bisa mengaji dan belajar saja, tetapi juga mempunyai bakat dan keterampilan lain yang bisa dikembangkan dan akan bermanfaat di lingkungan masyarakat.
Sangat nyata terlihat dari keberhasilan beliau dalam mendidik Ibu Nyai Hindun Annisah, putrinya yang sekarang telah dikenal sebagai ulama perempuan, aktivis gender, dan menjadi perempuan hebat yang sangat dikagumi banyak orang, baik di kancah nasional maupun internasional.
Tentunya keberhasilan putrinya tersebut tidak lepas dari hasil didikan ibunda yang hebat.
Memanusiakan manusia
Perihal tentang kerapian, kebersihan, dan keindahan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Nyai Durroh Nafisah sangat memperhatikan santrinya perihal tersebut. Apalagi sebagai perempuan, prinsip beliau adalah perempuan harus selalu tampil rapi, bersih dan cantik.
Memanusiakan manusia, toleransi beragama, dan silaturahim adalah hal yang sering kami lihat dalam kesehariannya. Selalu menghormati dan memuliakan siapa saja yang berada di depannya dari kalangan manapun.
Tidak jarang juga teman-teman beliau adalah perempuan non-muslim dan beliau tetap menghargainya.
Begitulah sosok luar biasa Ibu Nyai Durroh Nafisah yang menjadi idola setiap santri dan perempuan-perempuan yang mengenalnya. Melihat pengasuh perempuan saat mengelola pondok pesantren putri menjadikan bukti bahwa nilai-nilai kemanusiaan telah ditegakkan.
Sehingga santri putri tidak kaget lagi saat berkiprah di tengah-tengah masyarakat untuk menegakkan kesetaraan dan keadilan gender karena telah diberikan pendidikan yang sedemikian rupa. []