Mubadalah.id – Bersamaan dengan lahirnya setiap anak di seluruh tempat di dunia, harapan, cita-cita, dan mimpi manusia terus mengalami pembaruan. Tidak ada yang mengingkari bahwa anak adalah harapan masa depan bangsa.
Anak-anak akan membuat masa depan, juga termasuk menjadi penentu untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan cita-cita masa depan setiap bangsa.
Perkembangan pemikiran tentang hak-hak asasi manusia dalam skala internasional telah mendorong munculnya perhatian dan kesadaran mengenai pentingnya penguatan dan perighormatan hak-hak tersebut bagi seluruh manusia tanpa kecuali.
Berangkat dari prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai pengakuan terhadap kehormatan semua anggota keluarga umat manusia dan hak-hak mereka secara setara. Juga harus berpijak pada kebebasan, keadilan, dan kedamaian di dunia. Maka hak-hak anak dan urgensi perlindungannya menjadi bagian tak terpisahkan dari hak-hak asasi manusia secara menyeluruh.
Secara normatif, setiap keluarga di dunia telah terikat dan karenanya mesti mengakui hak-hak anak sebagai nilai-nilai universal yang secara juridis legal formal ditetapkan pada tahun 1989 ketika Konvensi Hak-hak Anak (Convention On The Rights of The Child) diadopsi sebagai kesepakatan dunia dengan beberapa negara yang melakukan pengecualian.
Secara umum warga dunia berkomitmen untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Hal ini sebagaimana dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dunia untuk Anak pada tahun 1990. Sebagai bentuk kesepakatan itu, setiap negara kemudian mengembangkan aturan atau Undang-undang.
Negara Indonesia misalnya bahkan telah lebih dahulu memasukkannya ke dalam konstitusi negara. Hal ini seperti di dalam UUD 45 Pasal 20, Pasal 28B, Pasal 286.
Setelah itu Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Perlindungan Peradilan Pidana Anak. Juga UU No. 35 Tahun 2014 sebagai perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. []