• Login
  • Register
Senin, 27 Juni 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Bolehkah Perempuan Menjadi Wali Nikah?

Indonesia sendiri memilih pandangan mayoritas ulama fiqh yang mewajibkan perempuan menikah melalui walinya dari kerabat dekat yang berjenis kelamin laki-laki, mulai dari ayah, kakek, paman, atau saudara kandung

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
08/04/2022
in Hukum Syariat, Rujukan
0
Wali Nikah

Wali Nikah

233
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Wali nikah yang dimaksud di sini adalah orang yang bertanggung-jawab melangsungkan ucapan akad nikah. Lazimnya, akad nikah berlangsung antara dua laki-laki. Yaitu calon mempelai laki-laki dan wali dari keluarga calon mempelai perempuan yang juga berjenis kelamin laki-laki. Wali dari pihak perempuan ini bisa saja mewakilkan pengucapan akad nikah tersebut kepada seorang tokoh yang berjenis kelamin laki-laki, biasanya ulama, atau kepada pihak pejabat pemerintah dari Kantor Urusan Agama (KUA) yang juga selalu laki-laki.

Namun, dalam berbagai kesempatan, sering diajukan pertanyaan: bolehkah perempuan menjadi wali akad nikah? Bukankah perempuan diperbolehkan, dan sudah banyak terjadi, melangsungkan semua akad-akad ekonomi, sosial, dan politik? Mengapa perempuan tidak boleh, dan tidak ada yang, menjadi wali nikah dalam pernikahan?

Ada dua persoalan dalam hal ini. Pertama, perempuan yang menjadi wali nikah bagi dirinya sendiri, sehingga ia bisa melangsungkan sendiri akad nikah tersebut, sebagaimana calon mempelai laki-laki, tanpa perlu wali dari keluarganya yang laki-laki. Dalam kondisi ini, termasuk juga perempuan yang mewakilkan ucapan akad nikah untuk dirinya kepada orang lain, baik tokoh agama, keluarga, maupun pejabat pemerintah. Kedua, perempuan yang menjadi wali nikah untuk orang lain, yang bertanggung-jawab melangsungkan akad nikah untuk kepentingan orang tersebutย  yang di bawah perwaliannya.

Pandangan Ulama Fiqh

Mayoritas ulama fiqh, terutama Mazhab Maliki, Syafiโ€™i, dan Hanbali melarang perempuan menjadi wali nikah, baik untuk dirinya sendiri dengan melangsungkan akad nikah untuk dirinya atau untuk orang lain. Akad nikah yang dilangsungkan oleh perempuan adalah tidak sah. Sementara Mazhab Hanafi memperbolehkan perempuan yang sudah dewasa dan mampu berpikir secara baik untuk melangsungkan akad nikah bagi dirinya sendiri, sekalipun yang lebih baik adalah mewakilkan kepada walinya. Dan akad nikah yang dilangsungkan perempuan untuk dirinya sendiri adalah sah.[1]

Baca Juga:

Legenda Malahayati dari Aceh yang Jauh dari Stigma Negatif Janda

Perlawanan Perempuan terhadap Narasi Budaya Patriarki

6 Cara Penangan saat Menjadi Korban KDRT

Kehidupan Perempuan Kini dalam Hegemoni Domestik

Masing-masing pihak, mayoritas ulama fiqh dan ulama Mazhab Hanafi, memiliki argumentasi dari ayat-ayat al-Qurโ€™an yang mendukung pandangan mereka masing-masing. Ayat-ayat ini, secara umum, tidak eksplisit memihak salah satu pandangan dari keduanya. Namun, di tangan masing-masing, ayat-ayat ini menjadi sangat logis untuk menjadi dasar bagi dua pandangan yang bersebrangan tersebut.

Masing-masingย  pandangan juga mengajukan argumentasi dari teks-teks hadits yang dianggap relevan dan mendukung. Di antara argumentasi hadits yang paling eksplisit bagi pandangan mayoritas ulama yang melarang adalah teks hadits berikut ini:

ุนูŽู†ู’ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽูŠู‘ูู…ูŽุง ุงู…ู’ุฑูŽุฃูŽุฉู ู†ูŽูƒูŽุญูŽุชู’ ุจูุบูŽูŠู’ุฑู ุฅูุฐู’ู†ู ูˆูŽู„ููŠู‘ูู‡ูŽุง ููŽู†ููƒูŽุงุญูู‡ูŽุง ุจูŽุงุทูู„ูŒ ููŽู†ููƒูŽุงุญูู‡ูŽุง ุจูŽุงุทูู„ูŒ ููŽู†ููƒูŽุงุญูู‡ูŽุง ุจูŽุงุทูู„ูŒ ููŽุฅูู†ู’ ุฏูŽุฎูŽู„ูŽ ุจูู‡ูŽุง ููŽู„ูŽู‡ูŽุง ุงู„ู’ู…ูŽู‡ู’ุฑู ุจูู…ูŽุง ุงุณู’ุชูŽุญูŽู„ู‘ูŽ ู…ูู†ู’ ููŽุฑู’ุฌูู‡ูŽุง ููŽุฅูู†ู ุงุดู’ุชูŽุฌูŽุฑููˆุง ููŽุงู„ุณู‘ูู„ู’ุทูŽุงู†ู ูˆูŽู„ูู‰ู‘ู ู…ูŽู†ู’ ู„ุงูŽ ูˆูŽู„ูู‰ู‘ูŽ ู„ู‡ (ุณู†ู† ุงู„ุชุฑู…ุฐูŠุŒ ุฑู‚ู…: 1125).

Dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda: โ€œJika ada perempuan yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya adalah batal (tidak sah), nikahnya batal, nikahnya batal. Apabila sudah kadung terjadi hubungan intim, (dengan pernikahan yang tidak sah ini), perempuan tetap berhak atas maharnya (dari laki-laki), untuk menghalalkan vaginanya (karena hubungan intim tersebut). Apabila terjadi pertengkaran antara mereka (perempuan dan walinya), maka yang menjadi wali bagi yang tidak memiliki wali (yang mau menikahkan) adalah negaraโ€. (Sunan Turmudzi, no. hadits: 1125).

Status hadits ini, menurut Imam Turmudzi sendiri, adalah baik (hasan). Isinya juga sangat eksplisit, jelas, dan tegas, bahwa perempuan yang mau menikah harus dilangsungkan akadnya oleh walinya,ย  bukan oleh dirinya sendiri. Namun, di mata Mazhab Hanafi, dengan analisis takhrij (penelitian silsilah) hadits yang diajukannya, teks hadits ini disimpulkan sebagai lemah. Di samping itu, ada teks lain yang diriwayatkan Imam Malik dalam al-Muwaththaโ€™, tentang Aisyah ra yang justru menjadi wali yang menikahkan seorang perempuan dengan seorang laki-laki.[2]

ุนูŽู†ู’ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽู†ู ุจู’ู†ู ุงู„ู’ู‚ูŽุงุณูู…ู ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠู‡ู ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ุฒูŽูˆู’ุฌูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจูู‰ู‘ู ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฒูŽูˆู‘ูŽุฌูŽุชู’ ุญูŽูู’ุตูŽุฉูŽ ุจูู†ู’ุชูŽ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽู†ู ุงู„ู’ู…ูู†ู’ุฐูุฑูŽ ุจู’ู†ูŽ ุงู„ุฒู‘ูุจูŽูŠู’ุฑู ูˆูŽุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽู†ู ุบูŽุงุฆูุจูŒ ุจูุงู„ุดู‘ูŽุงู…ู ููŽู„ูŽู…ู‘ูŽุง ู‚ูŽุฏูู…ูŽ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽู†ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ูˆูŽู…ูุซู’ู„ูู‰ ูŠูุตู’ู†ูŽุนู ู‡ูŽุฐูŽุง ุจูู‡ู ูˆูŽู…ูุซู’ู„ูู‰ ูŠููู’ุชูŽุงุชู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ููŽูƒูŽู„ู‘ูŽู…ูŽุชู’ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉู ุงู„ู’ู…ูู†ู’ุฐูุฑูŽ ุจู’ู†ูŽ ุงู„ุฒู‘ูุจูŽูŠู’ุฑู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู’ู…ูู†ู’ุฐูุฑู ููŽุฅูู†ู‘ูŽ ุฐูŽู„ููƒูŽ ุจููŠูŽุฏู ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽู†ู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽู†ู ู…ูŽุง ูƒูู†ู’ุชู ู„ุฃูŽุฑูุฏู‘ูŽ ุฃูŽู…ู’ุฑู‹ุง ู‚ูŽุถูŽูŠู’ุชููŠู‡ู ููŽู‚ูŽุฑู‘ูŽุชู’ ุญูŽูู’ุตูŽุฉู ุนูู†ู’ุฏูŽ ุงู„ู’ู…ูู†ู’ุฐูุฑู ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽูƒูู†ู’ ุฐูŽู„ููƒูŽ ุทูŽู„ุงูŽู‚ู‹ุง (ู…ูˆุทุฃ ู…ุงู„ูƒุŒ ุฑู‚ู…: 1167).

Dari Abdurrahman bin al-Qasim, dari ayahnya al-Qasim bin Abi Bakr ash-Shiddiq ra, bahwa Aisyah ra menikahkan Hafshah bint Abdurrahman dengan seorang laki-laki bernama al-Mundzir bin az-Zubair. Saat itu, Abdurrahman (ayah Hafshah) sedang sedang tidak ada, karena berada di Syam. Ketika ia datang dari Syam, dia mengeluh: โ€œOrang sepertiku diperlakukan seperti ini? Orang sepertiku dilangkahi untuknya begitu saja?โ€. Lalu โ€˜Aisyah berbicara dengan al-Mundzir bin az-Zubair. Dan al-Mundzir kemudian berkata: โ€œSemua ini (keputusannya berada) di tangan Abdurrahmanโ€. Lalu Abdurrahman-pun menjawab: โ€œSaya tidak bermaksud membatalkan akad yang telah kamu langsungkan, (wahai Aisyah)โ€. Dan Hafshah-pun tetap hidup serumah bersama al-Mundzirโ€. (Muwaththaโ€™ Malik, no. hadits: 1167).

Di samping untuk menolak larangan perempuan dewasa yang menikahkan dirinya sendiri, teks ini juga mengindikasikan bahwa perempuan bisa menjadi wali nikah dan melangsungkan akad nikah bagi orang lain. Teks lain, yang digunakan Mazhab Hanafi, adalah atsar bahwa Abdullah bin Masโ€™ud ra telah mengizinkan istrinya melangsungkan akad nikah bagi putrinya. Sehingga, dalam Mazhab Hanafi, perempuan, tidak hanya boleh dan sah menikahkan dirinya sendiri, juga boleh dan sah, ketika tidak ada wali yang laki-laki, untuk menjadi wali nikah terhadap perempuan yang menjadi keluarganya.[3]

Pondasi Moral Hukum Perwalian

Indonesia sendiri memilih pandangan mayoritas ulama fiqh yang mewajibkan perempuan menikah melalui walinya dari kerabat dekat yang berjenis kelamin laki-laki, mulai dari ayah, kakek, paman, atau saudara kandung. Perwalian ini secara sosial dimaksudkan juga untuk memberi dukungan dan perlindungan bagi perempuan sehingga tidak dianggap remeh oleh laki-laki calon mempelainya. Karena, dalam benak banyak masyarakat, perempuan masih sering dianggap rendah, mudah diremehkan dan disia-siakan.

Mengantisipasi hal ini, juga memperkuat dukungan sosial terhadap perempuan, kehadiran wali nikah bagi perempuan dianggap penting dan menjadi wajib dalam perikatan akad pernikahan. Kecuali jika perempuan tidak memiliki wali, atau terjadi pertengkaran antara dirinya dengan walinya, maka Islam juga memberi jalan melalui wali hakim dari pihak negara. Utamanya, dalam Islam, wali hadir untuk mendukung dan melindungi perempuan. Wallahu aโ€™lam. []

[1] Lihat: Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dar al-Kitab al-โ€˜Arabi, 1987), jilid 2, halaman 118-121; dan Wizarah al-Awqaf wa asy-Syuโ€™un al-Islamiyah al-Kuwaitiyah, al-Mawsuโ€™ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, (Kuwait: Wizarah al-Awqaf wa asy-Syuโ€™un al-Islamiyah al-Kuwaitiyah, 2006), jilid 45, halaman 173-174.

[2] Lihat: Jamal ad-Din Abdullah bin Yusuf az-Zaylaโ€™iy, Nashb ar-Rayah: Takhrij Ahadits al-Hidayah, editor: Ahmad Syams ad-Din, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2002), jilid 3, halaman 233-235.

[3] Untuk perdebatan yang lengkap mengenai argumentasi dua pandangan fiqh yang berbeda, dengan takhrij hadits lengkap bagi keduanya, bisa membaca disertasi Ghaydaโ€™ Abd al-Wahhab al-Mishri, Ahliyah al-Marโ€™ah fi as-Syariโ€™ah al-Islamiyah, (Damaskus-Beirut-Kuwait: Dar an-Nawadir, 2012), jilid 2, halaman 659-767.

Tags: akad nikahFikih PerkawinanHukum Syariatlaki-lakiperempuanpernikahanWali Nikah
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir, biasa disapa Kang Faqih adalah alumni PP Dar al-Tauhid Arjawinangun, salah satu wakil ketua Yayasan Fahmina, dosen di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan ISIF Cirebon. Saat ini dipercaya menjadi Sekretaris ALIMAT, Gerakan keadilan keluarga Indonesia perspektif Islam.

Terkait Posts

rukun haji

6 Rukun Haji yang Wajib Dipatuhi oleh Para Jamaah Haji

27 Juni 2022
Ummu al-Hushain Ra

Ummu al-Hushain Ra : Sahabat Perempuan yang Dekat dengan Nabi Saw saat Haji Wada’

27 Juni 2022
Perempuan Haid

Siapa Bilang Perempuan Haid Tidak Lebih Mulia dari yang Suci?

27 Juni 2022
KDRT

6 Cara Penangan saat Menjadi Korban KDRT

24 Juni 2022
tawaf

Rahasia Kehebatan Tawaf saat Ibadah Haji

23 Juni 2022
Membangun Komitmen

6 Cara Membangun Komitmen Bagi Pasangan Suami Istri yang LDR

23 Juni 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perempuan Haid

    Siapa Bilang Perempuan Haid Tidak Lebih Mulia dari yang Suci?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Legenda Malahayati dari Aceh yang Jauh dari Stigma Negatif Janda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Cerita tentang Perubahan Zaman, Obrolan Ringan Bersama Hairus Salim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sesama Perempuan kok Merasa Tersaingi? Katanya Kesetaraan Gender!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Impak Islamisasi di Malaysia: Tudung sebagai Identiti Muslimah Sejati dan Isu Pengawalan Moraliti Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Deklarasi Kemanusiaan Universal Rasulullah Saw saat Wukuf di Arafah
  • Cerita tentang Perubahan Zaman, Obrolan Ringan Bersama Hairus Salim
  • 6 Rukun Haji yang Wajib Dipatuhi oleh Para Jamaah Haji
  • Sesama Perempuan kok Merasa Tersaingi? Katanya Kesetaraan Gender!
  • Ummu al-Hushain Ra : Sahabat Perempuan yang Dekat dengan Nabi Saw saat Haji Wada’

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabiโ€™ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

ยฉ 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

ยฉ 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist