• Login
  • Register
Senin, 27 Juni 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Cara Mengendalikan Marah Ala Nabi

Saat seseorang mampu mengintrospeksi dirinya dengan ragam cara yang baginya merupakan kondisi yang nyaman, maka seseorang akan menemukan kedamaian dalam diri

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
13/06/2022
in Hikmah, Rekomendasi
0
Cara Mengendalikan Marah Ala Nabi

Cara Mengendalikan Marah Ala Nabi

172
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mustahil bagi manusia untuk tidak memiliki emosi marah dalam dirinya. Marah adalah reaksi normal yang mungkin terjadi sebagai tanda kepada otak bahwa ada suatu hal yang tidak tepat dan memberikan energi pada tubuh untuk memperbaiki keadaan. Marah bukanlah hal buruk, namun cara mengekspresikannya haruslah tepat, agar ekspresi marah tersebut dapat menghasilkan hal-hal yang baik dan positif. Sebagaimana cara mengendalikan marah ala Nabi.

Marah merupakan emosi yang menjadi bagian dari nafsu amarah, ia harus dikendalikan, bukan dimusnahkan. Manusia membutuhkan emosi ini untuk dapat memerangi kemungkaran dan ketidak-adilan yang terjadi dalam kehidupan. Marah dapat menjadi emosi negatif saat marah tidak dikendalikan dengan baik. Marah dengan definisi ini kerap menimbulkan pertikaian dan menjadi awal munculnya perpecahan. Adanya ketidak-cocokan terhadap suatu hal sering membuat seseorang merasa risih dan marah.

Seseorang yang sedang marah dapat dikenali dengan berbagai tanda, bisa dari postur tubuhnya, intonasi suaranya, maupun sikapnya. Jika seseorang telah terlatih mengendalikan marah, maka emosi marah yang timbul dalam dirinya dapat diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan hal-hal yang positif, baik secara psikis pribadinya, maupun terhadap relasi-relasi yang terikat dengannya.

Berbeda dengan pribadi-pribadi yang belum dapat dengan baik dalam mengendalikan marah, ekspresi marah yang dihasilkan justru menimbulkan masalah-masalah baru dalam relasi yang sedang mengalami ketidak-cocokan tersebut. Kita semua tidak mau dong emosi dalam diri ini membawa kerugian dalam relasi yang sedang kita bangun, jadi sebenarnya bagaimana sih cara mengendalikan marah ala Nabi yang islami.

Nabi mengganjar orang-orang yang dapat menahan amarah dengan imbalan apapun, yang ia inginkan saat kelak kiamat tiba (HR. Imam Abu Daud No. 4.777 dan Ibnu Majah No. 4.186). Guna mendapatkan keistimewaan ini, maka Kanjeng Nabi juga memberikan tuntunannya untuk dapat dilakukan oleh umatnya. Seperti bunyi hadis masyhur yang artinya, “Bila salah satu dari kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang, maka telah cukup. Namun jika tidak hilang, maka berbaringlah.” (HR. Abu Daud No. 4782)

Daftar Isi

  • Tahapan Cara Mengendalikan Marah Ala Nabi

Tahapan Cara Mengendalikan Marah Ala Nabi

Setidaknya ada dua tahapan, cara mengendalikan marah ala Nabi, yang harus dilakukan seseorang saat rasa marah hinggap dalam dirinya: Pertama, untuk merubah posisi dari berdiri untuk duduk; Kedua, merubah posisi dari duduk dengan berbaring. Perubahan posisi dari berdiri ke duduk tentu memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengendalikan marah. Kita dapat merasakan perubahan intonasi suara yang keluar saat kita merubah posisi dari berdiri ke duduk, tentu suara yang keluar saat kita duduk tidak selantang saat kita berdiri.

Baca Juga:

6 Rukun Haji yang Wajib Dipatuhi oleh Para Jamaah Haji

Impak Islamisasi di Malaysia: Tudung sebagai Identiti Muslimah Sejati dan Isu Pengawalan Moraliti Perempuan

Doa Ketika Sampai di Tempat Tujuan

3 Hikmah Pelaksanaan Ibadah Haji

Posisi duduk ini juga mengisyaratkan, bahwa hal yang dapat membuat kita marah hendaknya diobrolkan bersama dengan pihak-pihak terkait, dimusyawarahkan dan dicari bersama bagaimana baiknya. Duduk adalah simbol dari musyawarah, komunikasi yang baik, agar tidak ada prasangka-prasangka buruk yang membuat perkara semakin keruh dalam relasi yang ada. Dengan komunikasi yang baik, akan membuka jalan kemaslahatan yang akan menciptakan relasi yang damai antar sesama.

Dengan duduk, kesalahpahaman dapat dikonfirmasi, diluruskan, dan diterima dengan lapang, karena pada umumnya orang yang sedang marah merasa apa yang diyakini merupakan kebenaran tunggal, apa yang diyakini liyan sebagai kesalahan. Dengan duduk bersama, segala bentuk kesombongan diri akan luruh dengan sendirinya, sehingga marah pun akan meredam dengan sendirinya. Jika telah demikian, marah tidak lagi merugikan, baik untuk kesehatan jiwa diri sendiri, maupun terhadap keharmonisan relasi dengan orang lain.

Posisi berbaring setelah duduk merupakan tanda, bahwa marah itu beragam tingkatannya, tidak semua hal yang menjadi sumber kemarahan dapat diselesaikan dengan duduk, melainkan dengan berbaring. Berbaring adalah tanda, bahwa kita memerlukan ruang untuk sendiri, ruang untuk menafakkuri hal-hal yang membuat kita marah dengan posisi yang sangat nyaman, yakni posisi berbaring.

Bukankah nabi juga meminta kita untuk berwudlu saat marah (HR. Abu Daud No. 4784)? Anjuran-anjuran ini merupakan penekanan, bahwa dalam mengendalikan marah kita butuh ruang untuk berpikir dan intropeksi diri, agar rasa marah tersebut tidak menghantui dan mengendalikan diri kita yang kemudian dapat melahirkan hal-hal buruk.

Saat seseorang mampu mengintrospeksi dirinya dengan ragam cara yang baginya merupakan kondisi yang nyaman, maka seseorang akan menemukan kedamaian dalam diri. Marahnya akan hilang, ia akan menerima, ia akan memaafkan, ia akan menyadari, ia akan mengambil hikmah atas apa yang membuatnya marah, ia akan memperbaiki apa yang terlanjur ia lakukan, ia tidak akan mengulangi kembali apa yang memberikan kerugian-kerugian dalam dirinya, ia akan merubah marah tersebut menjadi sesuatu yang menguntungkan banyak pihak.

Demikianlah marah yang seharusnya. Sebagaimana wejangan Abah Anom untuk dapat direnungi bersama, “Harus hati-hati, di dalam benar juga ada salahnya.” Teman-teman salingers, yuk mulai sekarang bersama-sama melatih marah, agar marahnya kita menjadi marah yang mendatangkan kemaslahatan untuk sesama, bukan marah yang bersifat mafsadat dan menimbulkan banyak masalah yang menjadi sumber pertikaian dan perpecahan di antara kita.

Terutama dalam relasi pasutri, jika pasanganmu marah, ajaklah ia duduk untuk sekedar makan dan minum bersama. Jika belum hilang juga marahnya, ajaklah ia berbaring, dan untuk agenda selanjutnya, itu adalah wewenang anda dan pasangan. Hehehehe. []

Tags: HikmahislamKesehatan MentalMengendalikan MarahSunah Nabi
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

wukuf di arafah

Deklarasi Kemanusiaan Universal Rasulullah Saw saat Wukuf di Arafah

27 Juni 2022
rukun haji

6 Rukun Haji yang Wajib Dipatuhi oleh Para Jamaah Haji

27 Juni 2022
Ummu al-Hushain Ra

Ummu al-Hushain Ra : Sahabat Perempuan yang Dekat dengan Nabi Saw saat Haji Wada’

27 Juni 2022
kondisi anak

Mengenal 4 Kondisi Paling Penting untuk Anak

27 Juni 2022
Stigma Negatif Janda

Legenda Malahayati dari Aceh yang Jauh dari Stigma Negatif Janda

27 Juni 2022
wukuf di arafah

Makna Wukuf di Arafah

26 Juni 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perempuan Haid

    Siapa Bilang Perempuan Haid Tidak Lebih Mulia dari yang Suci?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Legenda Malahayati dari Aceh yang Jauh dari Stigma Negatif Janda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sesama Perempuan kok Merasa Tersaingi? Katanya Kesetaraan Gender!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Cerita tentang Perubahan Zaman, Obrolan Ringan Bersama Hairus Salim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Impak Islamisasi di Malaysia: Tudung sebagai Identiti Muslimah Sejati dan Isu Pengawalan Moraliti Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Deklarasi Kemanusiaan Universal Rasulullah Saw saat Wukuf di Arafah
  • Cerita tentang Perubahan Zaman, Obrolan Ringan Bersama Hairus Salim
  • 6 Rukun Haji yang Wajib Dipatuhi oleh Para Jamaah Haji
  • Sesama Perempuan kok Merasa Tersaingi? Katanya Kesetaraan Gender!
  • Ummu al-Hushain Ra : Sahabat Perempuan yang Dekat dengan Nabi Saw saat Haji Wada’

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist